Bagi orang awam, putusan Niet Ontvankelijke Verklaard atau yang seringkali disebut sebagai istilah putusan NO mungkin asing di telinga. Namun bagi kalangan yang biasa berkecimpung di ranah hukum, istilah putusan NO sudah akrab di telinga mereka. 

Lalu apa itu putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO)? 

Putusan NO merupakan putusan yang menyatakan bahwa gugatan yang diajukan oleh pemohon tidak dapat diterima karena dinilai memiliki cacat formil. Faktor penyebab gugatan tidak dapat diterima antara lain, adalah gugatan diajukan oleh pihak yang tidak berkepentingan, gugatan error in person, gugatan prematur, gugatan obscuur libel, gugatan diluar kompetensi, dan gugatan daluwarsa.

Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya “Hukum Acara Perdata” menjelaskan gugatan cacat formil dapat disebabkan, antara lain (hlm. 811):

  1. Surat kuasa tidak memenuhi syarat, Pasal 123 ayat (1) HIR;
  2. Gugatan tidak memiliki dasar hukum;
  3. Gugatan error in persona atau keliru dalam menentukan pihak yang terlibat dalam suatu perkara; 
  4. Gugatan osbcuur libel, ne bis in idem, atau melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif.

Seperti sudah disebut di atas bahwa setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan suatu gugatan perkara perdata itu diputus NO. Sekarang mari kita bahas satu per satu faktor penyebab tersebut: 

1. Gugatan yang ditandatangani kuasa tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR. Adapun bunyi Pasal 123 ayat (1) HIR: 

“Jika dikehendaki, para pihak dapat DIDAMPINGI atau menunjuk seorang kuasa sebagai wakilnya, untuk ini harus diberikan kuasa khusus untuk itu, kecuali jika si pemberi kuasa hadir. Penggugat juga dapat memberi kuasa yang dicantumkan dalam surat gugatan, atau dalam gugatan lisan dengan lisan, dalam hal demikian harus dicantumkan dalam catatan yang dibuat surat gugat ini.”

Syarat formil suatu surat kuasa harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut: 

  • Menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan di pengadilan;
  • Menyebutkan kompetensi relatif, pada Pengadilan Negeri mana kuasa itu dipergunakan mewakili kepentingan pemberi kuasa;
  • Menyebutkan identitas dan kedudukan para pihak (sebagai penggugat dan tergugat);
  • Menyebutkan secara ringkas dan konkret pokok dan obyek sengketa yang diperkarakan antara pihak yang berperkara. Paling tidak, menyebutkan jenis masalah perkaranya. 

2. Gugatan yang tidak memiliki dasar hukum;

Beberapa contoh dalil gugatan yang tidak memiliki dasar hukum adalah:

  • Dalil gugatan berdasarkan perjanjian tidak halal atau kreditur ingin mengambil semua agunan milik debitur, meskipun agunan yang dijaminkan debitur melampaui nilai hutang piutang. Hal ini secara tegas dilarang Pasal 12 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”); 
  • Gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata terkait kesalahan hakim dalam melaksanakan fungsi peradilan. Pada dasarnya ketentuan pasal tersebut tidak dapat diterapkan kepada hakim yang salah dalam melaksanakan tugas bidang peradilan;
  • Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak dirinci berdasarkan fakta. Contohnya, adalah gugatan yang tidak memberikan dasar dan alasan secara rinci atau dalam petitum gugatan tersebut menuntut hasil sebanyak-banyaknya secara tidak jelas dan tidak ada dasar hukumnya; 
  • Dalil gugatan yang saling bertentangan antara dalil yang satu dengan dalil lainnya. Gugatan yang seperti ini tidak mempunyai dasar hukum karena antara dalil yang satu dengan dalil yang lain saling bertentangan; 
  • Hak atas objek gugatan tidak jelas atau dalil gugatan tidak menegaskan secara jelas dan pasti hak penggugat atas objek yang disengketakan, dianggap tidak memenuhi syarat dan dinyatakan tidak sempurna

3. Gugatan error in persona

Yahya Harahap dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan” mengklasifikasikan error in persona sebagai berikut: 

  • Diskualifikasi in person, yang terjadi apabila yang bertindak sebagai penggugat adalah orang yang tidak memenuhi syarat karena penggugat tidak mempunyai hak untuk menggugat perkara yang disengketakan;
  • Tidak cakap melakukan tindakan hukum atau pihak yang masih di bawah umur atau di bawah perwalian tidak cakap melakukan tindakan hukum. Mereka tidak dapat bertindak sebagai penggugat tanpa bantuan orang tua atau wali; 
  • Gugatan dapat dikatakan error in persona, apabila pihak yang bertindak sebagai penggugat atau yang ditarik sebagai tergugat tidak lengkap, masih ada orang yang harus bertindak sebagai penggugat atau ditarik tergugat.

4. Gugatan mengandung cacat osbcuur libel, ne bis in idem, atau melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif

  • Gugatan obscuur libel yang berarti surat gugatan penggugat tidak terang atau gugatan yang tidak jelas. Padahal agar gugatan dianggap memenuhi syarat formil, dalil gugatan harus terang dan jelas atau tegas (duidelijk). Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut;
  • Eksepsi ne bis in idem, dalam Pasal 1917 KUHPerdata, apabila putusan yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat ne bis in idem. Oleh karena itu, terhadap kasus dan pihak yang sama, tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya; 
  • Melanggar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relative. Pasal 134 HIR berbunyi:

“Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun wajib mengakuinya karena jabatannya”. 

Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara berdasarkan wilayah hukumnya. Kompetensi relatif mengatur pembagian kekuasaan mengadili antar badan peradilan yang sama, tergantung pada domisili atau tempat tinggal para pihak. 

Sedangkan, kompetensi absolut adalah kewenangan suatu lembaga peradilan untuk mengadili suatu perkara berdasarkan materi, pokok, atau obyek sengketa. Kompetensi absolut tidak dapat digantikan atau diambil alih oleh lembaga peradilan lainnya. 

Baca juga: Proses Penerbitan dan Pembatalan Sertifikat Tanah: Kepastian Hukum dan Jalur Penyelesaiannya

Kesimpulan

Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) merupakan putusan pengadilan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena adanya cacat formil dalam gugatan. Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan putusan NO, antara lain: gugatan yang ditandatangani kuasa yang tidak memenuhi syarat, gugatan yang tidak memiliki dasar hukum, kesalahan dalam menetapkan pihak yang terlibat (error in persona), serta formulasi gugatan yang tidak jelas (obscuur libel), gugatan yang mengandung ne bis in idem, atau gugatan yang melanggar yurisdiksi pengadilan. 

Baca juga: Pengertian dan Dasar Hukum Tanah Wakaf di Indonesia

Sumber Hukum: 

Referensi: