Bangunan gedung, baik hunian, komersial, maupun industri memiliki peran penting dalam menunjang aktivitas masyarakat modern. Meski demikian, perhatian terhadap standar keselamatan dan kelayakan fungsi kerap diabaikan saat proses pengurusan perizinan administratif. Salah satu instrumen krusial yang menjamin keamanan dan legalitas pemanfaatan bangunan adalah Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Sertifikat Laik Fungsi merupakan instrumen legal yang menentukan apakah suatu bangunan telah memenuhi kelayakan fungsi sebelum digunakan. Lebih dari sekadar formalitas administratif, SLF adalah bentuk perlindungan hukum terhadap keselamatan penghuni, serta cerminan kepatuhan pemilik bangunan terhadap regulasi konstruksi nasional.
Tanpa SLF, bangunan tidak hanya melanggar ketentuan hukum, tetapi juga menimbulkan potensi risiko bagi penghuni, lingkungan, dan pihak berwenang. Di tengah pertumbuhan pesat infrastruktur dan properti di Indonesia, pemahaman akan pentingnya SLF menjadi krusial, terutama dalam mitigasi risiko hukum dan bisnis. Namun kenyataannya, masih banyak pelaku usaha dan pemilik bangunan yang mengabaikan pentingnya pengurusan maupun perpanjangan SLF. Praktik ini berisiko menimbulkan konsekuensi hukum serius, dari sanksi administratif hingga pembekuan izin operasional.
Mengenal Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan Landasan Hukumnya
Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat SLF adalah sertifikat yang diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk menyatakan kelaikan fungsi Bangunan Gedung sebelum dapat dimanfaatkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 18 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 16/2021”). SLF adalah dokumen resmi yang menyatakan bahwa bangunan telah laik untuk digunakan sesuai fungsi yang direncanakan. Dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah melalui dinas teknis, SLF menjadi syarat mutlak sebelum bangunan difungsikan secara penuh oleh pemilik maupun penyewa.
Setiap bangunan gedung yang telah rampung konstruksinya dan akan difungsikan secara operasional diwajibkan memiliki SLF. Tanpa dokumen ini, bangunan bukan hanya rentan terhadap pelanggaran hukum, tetapi juga berpotensi mengancam keselamatan pengguna, khususnya dalam aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Inti dari penerbitan SLF adalah untuk memastikan bahwa bangunan telah dirancang dan dibangun sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan, sehingga layak digunakan secara aman dan sesuai fungsi. Sebagai instrumen pengendalian yang krusial, SLF menjamin pemanfaatan ruang dan bangunan tetap selaras dengan peruntukannya, sekaligus menjaga keselamatan lingkungan di sekitarnya.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 274 ayat (2) PP 16/2021 diatur bahwa pemilik Bangunan Gedung diwajibkan untuk memperoleh Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebelum bangunan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan operasional. Kewajiban ini merupakan bentuk pengendalian dan jaminan bahwa setiap bangunan yang akan digunakan telah melalui evaluasi teknis dan administratif yang mencakup aspek keselamatan konstruksi, kelayakan fungsi, serta pemenuhan standar teknis yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Lalu, apa pentingnya memiliki sertifikat laik fungsi dan bagaimana cara mengurusnya?
SLF tidak sekadar memenuhi kewajiban administratif, tetapi juga menjamin aspek keselamatan struktural bangunan, sistem evakuasi kebakaran, instalasi listrik, instalasi petir, serta aspek kesehatan penghuni. Mempunyai SLF juga meningkatkan citra bisnis dan mempermudah perizinan usaha serta akses pembiayaan. Dalam dunia bisnis atau pun investasi properti, SLF berperan sebagai:
- Pengurang Risiko Legal: Mencegah sanksi dari otoritas dan sengketa hukum akibat ketidakpatuhan.
- Penguat Kepercayaan Investor & Penyewa: Memberikan jaminan legalitas dan keamanan penggunaan bangunan.
- Pendukung Asuransi Properti: Beberapa perusahaan asuransi mensyaratkan SLF untuk perlindungan optimal.
Sementara itu, pengurusan SLF dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang prosesnya terintegrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS). Jadi, OSS berfungsi sebagai gerbang awal perizinan, sedangkan SIMBG adalah platform utama untuk pengurusan SLF secara teknis dan administratif. Dengan sistem ini, pelaku usaha dapat mengakses berbagai jenis perizinan melalui satu platform digital tanpa harus datang langsung ke berbagai instansi terkait.
OSS bertujuan untuk menciptakan ekosistem perizinan yang lebih efisien, transparan, dan akuntabel. Penggunaan OSS mempercepat waktu pengurusan izin, mengurangi biaya administratif, dan mempermudah pemantauan status permohonan secara real-time. Selain itu, sistem ini mengurangi kompleksitas birokrasi yang selama ini menjadi hambatan dalam proses perizinan, sehingga menciptakan iklim usaha yang lebih ramah bagi investor dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Pengurusan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui SIMBG memerlukan pemenuhan persyaratan administratif dan teknis yang cukup rinci, yakni sebagai berikut:
- Persyaratan administrasi SLF
- Sertifikat tanah;
- Salinan KTP atau KITAS
- Salinan informasi Keterangan Rencana Kota (KRK) atau Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR);
- Surat perjanjian pemanfaatan tanah antara pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung
- Surat Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT);
- Dokumen lingkungan sesuai peraturan perundangan;
- Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB) disertai bukti bayar retribusi.
- Persyaratan teknis SLF
- Data teknis arsitektur
- Data teknis struktur
- Data mechanical, electrical, dan plumbing (MEP)
Tata cara pengajuan SLF meliputi beberapa langkah, pertama, pemohon membuat akun pada sistem SIMBG. Kedua, mengisi formulir permohonan dan mengunggah dokumen dan persyaratan pendukung di atas.. Ketiga, pemerintah daerah akan melakukan verifikasi administratif dan teknis. Jika memenuhi persyaratan, Tim Profesi Ahli atau Tim Penilai Teknis akan melakukan pemeriksaan lapangan. Setelah pemeriksaan dinyatakan lulus, SLF akan diterbitkan secara elektronik melalui SIMBG. Prosedur ini bertujuan menjamin bahwa seluruh elemen bangunan memenuhi aspek teknis sesuai peraturan perundang-undangan.
Diatur dalam Pasal 63 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M//2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“Permen PUPR 3/2020”) bahwa:
“Penerbitan atau perpanjangan SLF merupakan proses yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga hari) sejak dokumen Permohonan SLF diterima lengkap sampai dengan penerbitan atau perpanjangan SLF.”
Baca juga: Peralihan Hak Atas Tanah dalam Hukum Properti Indonesia
Risiko Tak Memiliki Sertifikat Laik Fungsi Bangunan dan Memahami Jangka Waktunya
Tidak memiliki Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada bangunan membawa sejumlah risiko serius, baik dari sisi hukum, keselamatan, maupun finansial. SLF adalah bukti bahwa bangunan telah memenuhi standar teknis dan aman digunakan sesuai fungsinya. Tanpa SLF, bangunan dianggap tidak layak secara legal dan fungsional.
Secara hukum, pemilik bangunan bisa dikenai sanksi administratif seperti denda, penyegelan, bahkan pembongkaran paksa oleh pemerintah jika bangunan dinilai membahayakan keselamatan publik. Selain itu, bangunan tanpa SLF juga akan kesulitan memperoleh izin operasional, IMB/PBG, atau menjamin kerja sama dengan pihak ketiga seperti bank dan perusahaan asuransi. Dari sisi keselamatan, bangunan yang belum diverifikasi kelayakannya berisiko memiliki cacat struktural, sistem proteksi kebakaran yang tidak memadai, atau instalasi listrik yang berbahaya.
Lalu secara finansial, bangunan tanpa SLF cenderung memiliki nilai jual atau sewa yang lebih rendah dan klaim asuransi atas kerusakan atau kecelakaan bisa ditolak. Bahkan, reputasi pemilik atau pengelola bangunan bisa tercoreng, terutama jika terjadi insiden yang melibatkan keselamatan pengguna bangunan.
Selain itu, pemilik bangunan atau properti yang telah memiliki SLF pun harus memahami bahwa sertifikat laik fungsi memiliki jangka waktu tertentu yang harus diperpanjang jika habis masa berlakunya. Diatur dalam Pasal 297 ayat (2) PP 16/2021 bahwa jangka waktu tersebut meliputi:
- 20 (dua puluh) tahun untuk rumah tinggal tunggal atau deret; dan
- 5 (lima) tahun untuk Bangunan Gedung lainnya.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap bangunan tetap memenuhi standar teknis, keamanan, dan fungsi sesuai ketentuan perundang-undangan sepanjang masa penggunaannya. Perpanjangan SLF bukan sekadar pembaruan dokumen, melainkan mekanisme pengawasan berkala yang mencegah terjadi perubahan fungsi yang tidak sesuai izin. Proses perpanjangan SLF mengharuskan pemilik bangunan untuk:
- Melakukan audit teknis terhadap struktur dan fungsi bangunan;
- Mengajukan kembali dokumen melalui OSS-RBA;
- Menyertakan laporan dari pengkaji teknis dan surat pernyataan tidak ada perubahan fungsi bangunan.
Kepatuhan terhadap regulasi SLF merupakan bagian integral dari tata kelola properti yang bertanggung jawab. Dengan memahami prosedur pengurusan, landasan hukum, dan kewajiban perpanjangan, pemilik bangunan dapat menghindari risiko hukum yang merugikan serta meningkatkan daya saing aset propertinya di pasar.***
Baca juga: Regulasi Pemasangan PLTS Atap di Rumah, Panduan Lengkap bagi Pemilik Properti!
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (“PP 16/2021”).
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M//2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“Permen PUPR 3/2020”).
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 27/PRT/M/2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (“Permen PUPR 27/2018”).
Referensi:
- Tujuan Fungsi SLF. SLF.co.id. (Diakses pada 28 Juli 2025 pukul 14.36 WIB).
- Persyaratan Dasar Persetujuan Bangunan. OSS. (Diakses pada 28 Juli 2025 pukul 15.36 WIB).
- Persyaratan SLF melalui SIMBG Terbaru. Pengkajian Teknis. (Diakses pada 28 Juli 2025 pukul 15.49 WIB).
- Jika Bangunan Tidak Memiliki SLF. Puri Dimensi. (Diakses pada 28 Juli 2025 pukul 17.16 WIB).