Pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap rumah semakin populer di Indonesia sebagai solusi energi terbarukan yang ramah lingkungan dan efisien. PLTS Atap merupakan sistem pembangkit listrik yang menggunakan panel surya yang dipasang di atap bangunan untuk mengkonversi sinar matahari menjadi listrik. Sistem ini memungkinkan pemilik rumah atau bangunan untuk menghasilkan listrik sendiri dari energi matahari, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada jaringan listrik umum dan menghemat biaya listrik bulanan.

Namun, bagaimana aturan terhadap pemasangan PLTS Atap di Indonesia?

Regulasi terkait dengan PLTS diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (“Permen ESDM 2/2024”). Dalam Pasal 1 ayat (2) Permen ESDM 2/2024 disebutkan bahwa:

“Pelanggan PLTS Atap adalah setiap orang atau badan yang memasang sistem PLTS Atap yang terhubung pada sistem tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.”

Setiap orang atau badan dapat memasang sistem PLTS yang terhubung pada sistem tenaga listrik pemegang izin usaha penyedia tenaga listrik untuk kepentingan umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Permen ESDM 2/2024 dijelaskan bahwa pemegang Izin Usaha Penyedia Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum yang selanjutnya disebut pemegang IUPTL adalah badan yang memiliki izin untuk kepentingan umum yang memiliki wilayah usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan.

Perkembangan pemasangan PLTS di Indonesia pun terus didorong demi mencapai target optimal pengembangan. Hal ini guna mengimplementasikan tujuan penggunaan sistem PLTS yang diatur dalam Pasal 3 Permen ESDM 2/2024 untuk:

  1. Menghemat tagihan listrik Pelanggan PLTS Atap;
  2. Mendapatkan listrik dari sumber energi terbarukan; dan/atau
  3. Berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Gunakan Panel Surya, Ini Komitmen SIP Law Firm Sebagai Firma Hukum Berkelanjutan

Dilansir dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, terdapat pokok-pokok pengaturan yang tertuang dalam Permen ESDM 2/2024 yang berlaku 31 Januari 2024, di antaranya:

  1. Kapasitas pemasangan PLTS di rumah tidak dibatasi 100% (seratus persen) dari daya terpasang PLN tetapi berdasarkan ketersediaan kuota PLN;
  2. Kuota kapasitas sistem PLTS Atap dalam clustering (di tingkat PLN UP3) yang dipublikasikan oleh PLN melalui laman, aplikasi, dan/atau media sosial milik PLN. Kuota ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Ketenagalistrikan setiap 5 (lima) tahun;
  3. Peniadaan mekanisme ekspor impor. Nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap pelanggan ke jaringan pemegang IUPTL tidak diperhitungkan dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan;
  4. Peniadaan biaya kapasitas untuk semua jenis pelanggan PLN;
  5. Pengaturan dan penyederhanaan waktu permohonan pemasangan PLTS Atap oleh pelanggan PLN dan pengajuan dilayani oleh PLN berdasarkan mekanisme FIFS (First in First Serve);
  6. Biaya pengadaan advanced meter sebagai pengganti meter kWh ekspor impor ditanggung Pemegang IUPTL;
  7. Mekanisme pelayanan berbasis aplikasi untuk kemudahan penyampaian permohonan, pelaporan, pengawasan program PLTS Atap;
  8. Tersedianya Pusat Pengaduan PLTS atap untuk menerima pengaduan dari pelanggan PLTS atap atau Pemegang IUPTL. 

PLTS Atap dapat terbagi menjadi dua jenis utama, yakni PLTS on-grid dan PLTS off-grid. PLTS on-grid terhubung langsung ke jaringan listrik umum yang disediakan oleh PT PLN, sehingga listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengurangi tagihan bulanan. Keuntungan utama dari sistem on-grid adalah tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk baterai penyimpanan, namun masih bergantung pada jaringan listrik umum.

Sebaliknya, PLTS off-grid tidak terhubung ke jaringan listrik umum dan menggunakan baterai untuk menyimpan energi yang dihasilkan, sehingga cocok digunakan di daerah-daerah terpencil atau untuk rumah yang ingin sepenuhnya mandiri dari pasokan listrik eksternal. Keuntungan utama dari sistem off-grid adalah kemandirian energi, namun diperlukan investasi tambahan untuk membeli dan merawat baterai penyimpanan energi.

Untuk memasang PLTS di rumah, diperlukan izin dari pemerintah daerah atau lembaga yang berwenang. Izin ini penting untuk memastikan bahwa instalasi dilakukan sesuai dengan standar keselamatan yang berlaku. Berdasarkan beberapa referensi, pemasangan PLTS bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk daya yang dihasilkan oleh panel surya, jenis sistem (on-grid atau pun off-grid), baterai (jika diperlukan), hingga lokasi geografis bangunan. Pemasangan PLTS off-grid di Indonesia umumnya tidak memerlukan izin khusus dari PLN, sementara pemasangan sistem PLTS on-grid harus mengantongi izin dan berkoordinasi dengan PLN karena terhubung langsung dengan jaringan umum.

Penerapan PLTS di rumah terus digalakkan sejak tahun 2018. Melalui program PLTS atap, pemerintah mengajak masyarakat untuk ikut berkontribusi langsung dalam pemanfaatan energi hijau, serta meningkatkan kesadaran dalam melakukan efisiensi energi. Apalagi pemerintah telah menargetkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 23% (dua puluh tiga persen) pada 2025.

Baca juga: Urgensi Pemisahan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan

Daftar Hukum:

Referensi: