Praperadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan;

Lebih lanjut, mekanisme Praperadilan telah diatur dalam Pasal 82 KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XII/2015 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan (“Perma No. 4/2016”), pada pokoknya sebagai berikut:

Penetapan Hakim

Persidangan perkara Praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan dipimpin oleh Hakim Tunggal karena sifat pemeriksaannya yang tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil. (vide Pasal 2 ayat (4) Perma 4/2016)

Penetapan Hari Sidang

Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. (vide Pasal 82 ayat (1) huruf a KUHAP)

Pemeriksaan

  • Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang (vide Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP)
  • Pemeriksaan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil yaitu apakah paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara. (vide Pasal 2 ayat (2) Perma No. 4/2016)
  • Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya. (vide Pasal 82 ayat (1) huruf c KUHAP).

Gugurnya Permohonan Praperadilan

Praperadilan diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan negeri, jika perkara pokok sudah mulai diperiksa maka perkara Praperadilan gugur. (vide Pasal 2 ayat (5) Perma 4/2016 jo. Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XII/2015)

Putusan Praperadilan

Sebelum menjabarkan berbagai ketentuan terkait Putusan Praperadilan, penting untuk memahami bahwa Praperadilan merupakan upaya hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan dalam proses hukum. Putusan Praperadilan berperan dalam menilai keabsahan tindakan penegak hukum seperti penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan. Berikut adalah beberapa poin penting yang diatur dalam hukum terkait Putusan Praperadilan.

  • Putusan Praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan Praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru. (vide Pasal 82 ayat (1) huruf e KUHAP)
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka. (vide Pasal 82 ayat (3) huruf a KUHAP)
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan. (vide Pasal 82 ayat (3) huruf b KUHAP)
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya. (vide Pasal 82 ayat (3) huruf c KUHAP)
  • Putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi, setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara. (vide Pasal 2 ayat (3) Perma No. 4/2016)
  • Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita. (vide Pasal 82 ayat (3) huruf d KUHAP)

Selanjutnya, terkait upaya hukum terhadap putusan Praperadilan, merujuk Pasal 83 ayat (1) KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-IX/2011 disebutkan bahwa Putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan banding. 

Adapun Pasal 45A ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU No. 5/2004”) memberikan pengecualian, yaitu bahwa terhadap putusan Praperadilan juga tidak dapat diajukan kasasi.

Kemudian, merujuk pada Perma 4/2016, yang mengatur larangan pengajuan peninjauan kembali terhadap putusan Praperadilan. Oleh karena itu, putusan Praperadilan tidak dapat diajukan peninjauan kembali, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) Perma 4/2016. Permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Praperadilan dinyatakan tidak dapat diterima melalui penetapan Ketua Pengadilan Negeri, dan berkas perkara tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung (vide Pasal 3 ayat (2) Perma 4/2016).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum terhadap putusan Praperadilan, mengingat sifat pemeriksaannya yang cepat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil.

Author / Contributor:

Sinara SukmaEnggarfaesti Sinara Sukma, S.H.

Junior Associate

Contact:

Mail       : @siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975