Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah membawa perubahan signifikan dalam berbagai sektor, termasuk bidang kesehatan. AI kini digunakan dalam berbagai aspek pelayanan medis, mulai dari analisis pencitraan medis, deteksi penyakit, hingga dukungan dalam pengambilan keputusan klinis. Perkembangan ini menandai transformasi besar dalam dunia kesehatan, khususnya dalam bidang diagnosa medis.

Dalam dunia medis, AI telah dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses diagnosa melalui analisis data yang lebih cepat dan akurat. Sistem berbasis AI mampu mengolah data medis dalam jumlah besar, mengidentifikasi pola dari hasil pencitraan medis seperti MRI, CT scan, dan radiologi, serta memberikan rekomendasi klinis yang lebih presisi.

Regulasi mengenai pemanfaatan teknologi dalam pelayanan kesehatan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (“Permenkes 20/2019”). Regulasi ini memberikan dasar hukum bagi penggunaan teknologi dalam pelayanan kesehatan, termasuk AI dalam telemedisin dan diagnosa jarak jauh. Dengan adanya regulasi ini, pemerintah memberikan ruang bagi inovasi di sektor kesehatan, sekaligus memastikan bahwa penggunaannya tetap dalam koridor etika dan keamanan pasien.

Seiring dengan meningkatnya pemanfaatan AI dalam dunia medis, berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa teknologi ini dapat mengurangi tingkat kesalahan diagnosa. Algoritma pembelajaran mesin (machine learning) yang dikembangkan oleh perusahaan dan institusi kesehatan kini dapat mengidentifikasi kondisi medis yang kompleks dengan tingkat akurasi yang tinggi. Hal ini membuka peluang bagi AI untuk menjadi alat bantu yang andal bagi tenaga medis dalam mengambil keputusan klinis.

Tantangan Regulasi dan Etika dalam Implementasi AI

Meskipun AI menawarkan berbagai keunggulan dalam bidang kesehatan, implementasinya tidak lepas dari tantangan hukum dan etika. Salah satu isu utama dalam penerapan AI dalam diagnosa medis adalah perlindungan data pribadi pasien. Sistem AI yang digunakan dalam analisis kesehatan seringkali memerlukan akses terhadap data medis dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan risiko terkait keamanan dan privasi data pasien.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”) menjadi instrumen hukum yang mengatur pemrosesan data pribadi, termasuk data kesehatan pasien yang digunakan dalam sistem AI. Regulasi ini mewajibkan penyelenggara layanan kesehatan dan pengembang teknologi untuk memastikan bahwa data pasien dikelola dengan aman dan tidak disalahgunakan.

Selain aspek perlindungan data, tanggung jawab hukum dalam kasus kesalahan diagnosa berbasis AI juga menjadi tantangan yang perlu diatasi. Dalam sistem pelayanan kesehatan konvensional, dokter bertanggung jawab atas keputusan medis yang diambil. Namun, dalam penggunaan teknologi AI, pertanyaan muncul mengenai siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi kesalahan diagnosa: apakah dokter, pengembang sistem AI, atau penyedia layanan kesehatan? Hingga saat ini, belum ada regulasi spesifik yang secara eksplisit mengatur tanggung jawab hukum dalam penggunaan AI untuk diagnosa medis di Indonesia.

Dari perspektif etika medis, pemanfaatan AI juga menimbulkan perdebatan mengenai hubungan dokter dan pasien. Meskipun AI dapat membantu meningkatkan akurasi diagnosa, keputusan medis tetap memerlukan sentuhan manusiawi dalam memahami kondisi pasien secara holistik. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa AI berperan sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti tenaga medis dalam pengambilan keputusan klinis.

Baca juga: Regulasi tentang Penggunaan Alat Kesehatan Canggih di Indonesia

Potensi Masa Depan dan Dukungan Pemerintah terhadap Perkembangan Teknologi di Bidang Kesehatan

Masa depan AI dalam diagnosa medis di Indonesia sangat bergantung pada dukungan pemerintah dalam menciptakan regulasi yang kondusif serta ekosistem inovasi yang mendukung. Pemerintah telah menunjukkan komitmennya dalam mendukung transformasi digital di sektor kesehatan melalui berbagai kebijakan, termasuk Rencana Strategis Kementerian Kesehatan yang menitikberatkan pada penguatan sistem informasi kesehatan dan digitalisasi layanan medis.

Salah satu langkah konkret pemerintah dalam mendukung inovasi di bidang AI adalah melalui kolaborasi dengan sektor swasta dan akademisi dalam pengembangan teknologi kesehatan. Pemerintah juga mendorong penerapan AI dalam layanan kesehatan berbasis telemedisin guna meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama di daerah terpencil.

Di tingkat global, AI terus mengalami perkembangan pesat dalam bidang medis. Berbagai studi menunjukkan bahwa integrasi AI dengan sistem kesehatan dapat meningkatkan efisiensi dalam mendeteksi penyakit, mengurangi biaya perawatan, serta mempercepat inovasi dalam pengobatan presisi. Oleh karena itu, Indonesia perlu terus beradaptasi dengan perkembangan ini agar tidak tertinggal dalam pemanfaatan teknologi di sektor kesehatan.

Dengan adanya regulasi yang jelas, pemanfaatan AI dalam diagnosa medis dapat memberikan manfaat yang optimal bagi dunia kesehatan. Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan keseimbangan antara inovasi teknologi, kepatuhan terhadap regulasi, serta penerapan prinsip etika medis yang kuat. Jika semua elemen ini dapat berjalan beriringan, maka AI akan menjadi salah satu pilar utama dalam transformasi layanan kesehatan di masa depan.

Baca juga: Etika Medis: Prinsip Moral dalam Praktik Kedokteran

Daftar Hukum:

Referensi: