Perbankan syariah di Indonesia memiliki peran penting dalam mendukung sistem keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Untuk memastikan operasional perbankan syariah tetap berada dalam koridor hukum Islam dan regulasi yang berlaku, diperlukan mekanisme pengawasan yang efektif.
Di Indonesia, pengawasan terhadap perbankan syariah dilakukan oleh berbagai lembaga yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing. Dengan adanya regulasi yang semakin berkembang, termasuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (“POJK 2/2024“), diharapkan sistem pengawasan perbankan syariah semakin kuat dan dapat menjaga stabilitas sektor keuangan syariah di Indonesia.
Lembaga Pengawas Perbankan Syariah di Indonesia
Pengawasan perbankan syariah di Indonesia dilakukan oleh beberapa lembaga utama, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). OJK berperan sebagai regulator utama dengan kewenangan dalam mengatur serta mengawasi lembaga perbankan syariah agar tetap sesuai dengan regulasi perbankan nasional. Sementara itu, BI memiliki peran strategis dalam menetapkan kebijakan moneter guna mendukung stabilitas sistem keuangan syariah di Indonesia.
Selain itu, DSN-MUI berperan dalam menetapkan fatwa dan pedoman syariah yang menjadi dasar bagi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah. Fatwa yang diterbitkan oleh DSN-MUI menjadi rujukan utama dalam memastikan kepatuhan produk perbankan terhadap prinsip-prinsip syariah. Dalam praktiknya, setiap bank syariah juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi implementasi fatwa DSN-MUI dalam kegiatan operasional perbankan syariah.
Baca juga: Mengenal Prinsip Sistem Perbankan Syariah
Peran dan Tanggung Jawab Lembaga Pengawas Perbankan Syariah
Sebagai regulator utama, OJK memiliki tanggung jawab dalam memastikan bahwa perbankan syariah beroperasi secara sehat dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dalam hal ini, OJK melakukan pengawasan berbasis risiko serta memberikan sanksi administratif bagi lembaga perbankan syariah yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Selain itu, OJK juga memiliki kewenangan dalam memberikan izin operasional bagi bank syariah serta melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja dan kepatuhan syariah dari institusi keuangan syariah.
BI, sebagai bank sentral, memiliki tanggung jawab dalam menjaga stabilitas sistem keuangan syariah melalui kebijakan moneter dan makroprudensial. Salah satu peran utama BI dalam perbankan syariah adalah mengembangkan instrumen keuangan syariah yang dapat digunakan oleh bank syariah untuk mendukung likuiditas dan pembiayaan.
Sementara itu, DSN-MUI memiliki tanggung jawab dalam menetapkan standar syariah bagi produk dan layanan perbankan syariah. DSN-MUI mengeluarkan fatwa yang kemudian menjadi dasar bagi penyusunan regulasi perbankan syariah oleh OJK. Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berada di setiap bank syariah bertanggung jawab dalam memastikan bahwa operasional bank tetap sesuai dengan fatwa DSN-MUI serta memberikan rekomendasi kepada manajemen dalam pengembangan produk dan layanan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Baca juga: Kepatuhan Prinsip Perbankan Syariah dalam Peraturan OJK
Mekanisme Pengawasan dan Penegakan Regulasi Syariah menurut POJK 2/2024
POJK 2/2024 memberikan kerangka kerja yang lebih terstruktur dalam pengawasan dan penegakan regulasi bagi perbankan syariah. Dalam peraturan ini, OJK memiliki kewenangan lebih luas dalam melakukan pengawasan berbasis kepatuhan syariah, yang mencakup aspek prudensial serta kepatuhan terhadap fatwa syariah yang telah ditetapkan oleh DSN-MUI. Salah satu mekanisme utama dalam pengawasan ini adalah penerapan laporan berkala yang harus disampaikan oleh bank syariah kepada OJK mengenai kepatuhan terhadap regulasi syariah.
Dalam Pasal 18 POJK 2/2024 juga diatur mengenai evaluasi terhadap DPS yang bertugas di setiap bank syariah. Pasal 21 POJK 2/2024 menyebutkan bahwa DPS wajib memberikan laporan kepada OJK mengenai hasil pengawasan mereka terhadap implementasi prinsip syariah dalam operasional bank. Selain itu, Pasal 2 POJK 2/2024 menyebutkan bahwa bank syariah diwajibkan untuk menyusun kebijakan internal yang memastikan semua produk dan layanan yang ditawarkan telah memperoleh persetujuan dari DPS dan sesuai dengan fatwa DSN-MUI.
Penegakan regulasi dalam POJK 2/2024 juga mencakup mekanisme sanksi bagi perbankan syariah yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Sanksi yang dapat diberikan oleh OJK meliputi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin operasional bagi bank syariah yang tidak mematuhi regulasi syariah. Selain itu, OJK juga dapat berkoordinasi dengan DSN-MUI dalam mengevaluasi kembali status kepatuhan syariah dari suatu bank jika ditemukan adanya pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip syariah.
Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat serta mekanisme penegakan hukum yang jelas dalam POJK 2/2024, diharapkan sistem perbankan syariah di Indonesia semakin berkembang dengan tata kelola yang baik dan tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sinergi antara OJK, BI, DSN-MUI, dan DPS di setiap bank syariah juga menjadi kunci utama dalam memastikan keberlanjutan dan daya saing perbankan syariah di Indonesia.
Baca juga: Landasan Hukum, Pengertian, dan Jenis Usaha Bank Syariah di Indonesia
Daftar Hukum:
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola Syariah bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (“POJK 2/2024“).
Referensi:
- Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah. Bank Indonesia. (Diakses pada 6 Maret 2025 pukul 14.01 WIB).