Perbankan syariah di Indonesia beroperasi berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Islam. Bank syariah memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Keberadaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ikut serta dalam pengembangan industri perbankan syariah nasional dengan landasan hukum yang memadai serta akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat.
Prinsip Dasar Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dengan berpedoman kepada Al Quran dan Hadist. Implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank konvensional.
Dalam operasionalnya, perbankan syariah dilarang melakukan kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam karena tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
Gharar : Menurut istilah gharar berarti sesuatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan gharar karena memberikan efek negatif dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil.
Riba: Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan. Dalam istilah populer riba disebut “bunga”. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah haram.
Akad
Bank syariah menerapkan prinsip akad. Akad yang dimaksud mengacu pada akad syariah Islam yang bersumber dari Al-quran dan hadist, serta sudah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Akad bank syariah terdiri dari;
- Wadiah
Akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
- Mudharabah
Akad kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.
- Musyarakah
Akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana masing-masing.
- Murabahah
Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
- Salam
Akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.
- Istisna’
Akad pembiayaan barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’).
- Ijarah
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikian barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik
Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
- Qardh
Akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.
Baca Juga: Inilah Peran dan Fungsi Lembaga Otoritas Perbankan di Indonesia