Penyelenggaraan event publik, baik berskala lokal maupun nasional, telah menjadi bagian penting dalam sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia. Dari konser musik, pameran dagang, hingga festival kuliner, setiap event berperan sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi, promosi pariwisata, dan penguatan identitas budaya. Salah satu momentum yang paling sering dimanfaatkan untuk menyelenggarakan event adalah perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus. Di berbagai daerah, masyarakat dan pemerintah setempat menggelar beragam kegiatan seperti lomba, karnaval budaya, pentas seni, hingga konser terbuka. Event semacam ini tidak hanya memperkuat semangat nasionalisme dan kebersamaan, tetapi juga menjadi sarana promosi potensi lokal dan penggerak ekonomi komunitas.

Namun, di balik gemerlapnya panggung dan keramaian pengunjung, terdapat aspek legal yang tidak boleh diabaikan, yakni terkait perizinan dan tanggung jawab hukum penyelenggara. Legalitas bukan sekadar pelengkap administratif, melainkan syarat utama yang menentukan kelayakan, keamanan, dan keberlangsungan suatu kegiatan. Setiap event yang melibatkan kerumunan, penggunaan ruang publik, atau aktivitas komersial harus tunduk pada regulasi yang berlaku, baik dari sisi perizinan usaha, pengelolaan risiko, maupun perlindungan hak kekayaan intelektual. Tanpa pemenuhan izin dan regulasi yang relevan, penyelenggara berisiko menghadapi sanksi hukum, pembatalan acara, tuntutan perdata, hingga kerugian reputasi yang berdampak jangka panjang terhadap kredibilitas dan keberlanjutan usaha.

Kewajiban Perizinan dalam Penyelenggaraan Event Publik

Dalam kerangka hukum nasional, penyelenggaraan event publik dikategorikan sebagai kegiatan usaha yang wajib tunduk pada sistem perizinan berusaha. Pemerintah Indonesia telah menetapkan pendekatan berbasis risiko melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 28/2025”). Untuk penyelenggaraan perizinan di sektor pariwisata pun diatur lebih rinci dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pariwisata (“Permenpar 10/2018”).

Pada Pasal 3 Permenpar 10/2018 telah mengatur bahwa pelaksanaan perizinan berusaha sektor pariwisata bertujuan untuk:

  1. menjamin kepastian hukum bagi Pelaku Usaha; dan
  2. sumber informasi perizinan berusaha sektor pariwisata. 

Penyelenggara acara atau event organizer (EO) harus mendaftarkan kegiatan usahanya melalui sistem Online Single Submission (OSS), yang menjadi pintu utama dalam memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) dan perizinan lanjutan sesuai klasifikasi risiko, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) PP 28/2025 bahwa:

“Untuk melakukan kegiatan usaha, Pelaku Usaha wajib memiliki PB (Perizinan Berusaha).”

PP 28/2025 mengklasifikasikan kegiatan usaha berdasarkan tingkat risiko: rendah, menengah, dan tinggi. Penyelenggaraan event publik, terutama yang melibatkan kerumunan, penggunaan ruang terbuka, atau aktivitas komersial, umumnya masuk dalam kategori risiko menengah hingga tinggi. KBLI 82302–Jasa Penyelenggara Acara (Event Organizer) adalah klasifikasi yang secara resmi digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan usaha di bidang penyelenggaraan event khusus. 

Kode KBLI ini mencakup seluruh aktivitas yang berkaitan dengan konsep, perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan berbagai jenis acara hingga selesai, baik atas permintaan klien maupun yang dirancang sendiri oleh penyelenggara. Adapun ruang lingkup dari KBLI 82302 meliputi: festival, karnaval, konser musik, pertunjukan budaya, event olahraga, acara personal seperti pernikahan dan ulang tahun, serta event korporat seperti seminar, konferensi, dan peluncuran produk.

Selain memperoleh Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem OSS, penyelenggara acara juga wajib memenuhi komitmen berupa Sertifikat Standar sesuai klasifikasi risiko kegiatan. Sertifikat Standar ini mencakup aspek teknis seperti manajemen keselamatan, pengelolaan kapasitas pengunjung, sistem evakuasi, dan mitigasi risiko. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa event diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip keamanan publik dan pengendalian risiko operasional.

Lalu, apa saja perizinan lain yang wajib dimiliki penyelenggara event?

Dalam praktiknya, jenis izin yang diperlukan bergantung pada karakter acara (hiburan, komersial, keagamaan, politik, olahraga), lokasi (ruang publik, stadion, gedung), jumlah peserta, dan elemen acara (penggunaan sound system, kembang api, penjualan makanan). Di bawah ini adalah daftar izin umum yang kerap diperlukan oleh penyelenggara:

  • Surat Izin Keramaian/Izin Penyelenggaraan Kegiatan

Untuk acara yang melibatkan kerumunan di ruang publik atau tempat umum, penyelenggara wajib mengurus Surat Izin Keramaian kepada instansi berwenang (yang biasanya melibatkan Polri dan pemerintahan daerah) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik (“PP 60/2017”). 

Saat ini, proses pelayanan perizinan event pun sudah dapat dilakukan secara online, yang semula harus dilakukan secara langsung. Digitalisasi ini bukan hanya sekadar memindahkan proses manual ke online, namun juga penyederhanaan proses birokrasi perizinan, yakni dengan hanya mengisi form pengajuan dan melengkapi persyaratan secara daring. 

  • Izin Usaha/Perizinan Berbasis Risiko (untuk event komersial)

Jika event diselenggarakan oleh badan usaha atau merupakan bagian dari kegiatan komersial (penjualan tiket, sponsorship, stand dagang), penyelenggara harus memastikan perizinan usaha sesuai dengan PP 28/2025, termasuk pendaftaran usaha, NIB/izin usaha melalui OSS, serta izin teknis lain yang relevan, misalnya. izin lokasi.

  • Izin Penggunaan Tempat/ Izin Lokasi

Untuk pemakaian ruang publik (alun-alun, jalan, taman) atau tempat milik pihak ketiga (stadion, gedung pertemuan), harus ada perizinan penggunaan lokasi dari pemilik aset atau otoritas publik setempat (Pemda atau pengelola fasilitas). Persetujuan pengelola lokasi sering kali mensyaratkan dokumen pendukung, seperti: surat izin keramaian, rencana pengamanan, dan asuransi acara.

  • Izin Penyiaran

Jika acara akan disiarkan atau direkam untuk distribusi (televisi, streaming), penyelenggara perlu memerhatikan peraturan penyiaran dan memperoleh izin penyiaran apabila menggunakan frekuensi/layanan penyiaran tertentu; serta memastikan perjanjian hak siar dengan pihak penyiar dan pemegang hak cipta atas konten yang ditayangkan.

  • Izin Hak Cipta dan Royalti Musik

Jika event menggunakan musik berhak cipta, penyelenggara wajib membayar royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau pemegang hak cipta. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (“PP 56/2021”), bahwa:

“Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN.”

Penggunaan secara komersial di sini mencakup berbagai bentuk layanan publik yang bersifat komersial, seperti konser musik, seminar berbayar, pameran, dan bazar.

Baca juga: Legalitas Rekaman CCTV sebagai Alat Bukti Elektronik dalam Kasus Kematian Tidak Wajar

Namun, bagaimana jika penyelenggara acara tidak mengantongi izin?

Menyelenggarakan acara tanpa izin yang diwajibkan oleh peraturan dapat memunculkan beragam risiko hukum, mulai dari sanksi administratif, perdata, pidana, atau pun risiko non-hukum seperti reputasi dan kerugian finansial. 

  • Sanksi Administrasi dan Pembubaran Acara

Tanpa izin keramaian, aparat kepolisian berwenang untuk membubarkan acara secara langsung di lapangan, terutama jika dianggap mengganggu ketertiban umum atau berpotensi menimbulkan kerusuhan. Selain itu, jika penyelenggara telah memiliki NIB dan Sertifikat Standar, pelanggaran ini dapat menjadi dasar bagi instansi OSS untuk mencabut izin operasional atau menonaktifkan NIB.

  • Tanggung Jawab Perdata dan Ganti Rugi

Jika event menggunakan lagu atau musik (yang terdaftar hak cipta) tanpa izin dan tanpa membayar royalti, penyelenggara dapat digugat oleh pemilik hak cipta. Ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”), khususnya Pasal 9 dan Pasal 113.

  • Tanggung Jawab Pidana

Berdasarkan Pasal 274 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), seseorang yang mengadakan pesta atau keramaian untuk umum di jalan umum atau di tempat umum tanpa izin, akan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II. Kemudian, jika hal tersebut mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, huru-hara dalam masyarakat, akan dipidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. 

  • Risiko Finansial dan Reputasi

Selain risiko hukum formal, pembatalan atau pembubaran mendadak berakibat kerugian finansial (refund tiket, kompensasi vendor) dan kerusakan reputasi yang sulit diperbaiki. Sponsor dan mitra bisnis umumnya menuntut kepatuhan administratif sebagai syarat kemitraan; kegagalan memenuhi izin dapat memutus kerjasama dan mengurangi kepercayaan pasar.

Legalitas dalam penyelenggaraan event publik merupakan fondasi utama yang menjamin kelayakan, keamanan, dan keberlanjutan kegiatan usaha. Pemenuhan izin, seperti izin keramaian, lokasi, hak cipta musik, dan penyiaran bukan sekadar formalitas administratif, melainkan wujud tanggung jawab hukum dan profesionalisme penyelenggara.

Ketidakpatuhan terhadap kewajiban ini dapat menimbulkan risiko serius, mulai dari pembubaran acara, sanksi pidana, gugatan perdata, hingga pencabutan izin usaha dan kerugian reputasi. Untuk itu, penyelenggara harus membangun sistem kepatuhan yang disiplin dan terintegrasi, menjadikan legalitas sebagai landasan strategis yang memungkinkan setiap ide dan inovasi diwujudkan secara sah, aman, dan berkelanjutan.***

Baca juga: Legalitas Penggunaan Tanda Tangan Digital dalam Transaksi Elektronik berdasarkan UU 1/2024

Daftar Hukum:

  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 28/2025).
  • Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pariwisata (Permenpar 10/2018).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya, dan Pemberitahuan Kegiatan Politik (PP 60/2017). 
  • Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik (PP 56/2021).
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta).
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Referensi:

  • KBLI 2020: 82302 Jasa Penyelenggara Event Khusus (Special Event). Badan Perizinan. (Diakses pada 11 Agustus 2025 pukul 14.47 WIB). 
  • Kode KBLI Event Organizer Pernikahan, Konser, dan Hiburan Beserta Proses Perizinannya. Smartlegal. (Diakses pada 11 Agustus 2025 pukul 15.00 WIB). 
  • Polri Luncurkan Digital Layanan Izin Event, Begini Cara Pengajuannya. detik.com. (Diakses pada 11 Agustus 2025 pukul 15.06 WIB). 
  • Izin Keramaian. Polri. (Diakses pada 11 Agustus 2025 pukul 17.01 WIB).