Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah membawa dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penegakan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”), informasi dan dokumen dalam bentuk elektronik, termasuk hasil cetaknya, diakui sebagai bentuk perluasan dari alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana, sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU ITE. Sehingga, alat bukti elektronik yang ditegaskan dalam Perubahan Kedua UU ITE merupakan bentuk perluasan dari ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Menurut Hakim Militer Brigjen TNI Agung Iswanto dalam tulisannya berjudul “Keabsahan Alat Bukti Elektronik dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia” yang dilansir dari laman hukumonline, menyatakan bahwa sebagaimana alat bukti pada umumnya, keabsahan alat bukti elektronik pun harus memenuhi syarat formil maupun materiil sebagai alat bukti.
Legalitas CCTV sebagai Alat Bukti Tindak Pidana
Dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, telah diuraikan jenis alat bukti yang sah yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Seiring perkembangan zaman, telah terjadi perluasan alat bukti yaitu dengan hadirnya bukti yang bersifat elektronik. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU ITE, menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai bentuk alat bukti yang sah dalam hukum acara. Salah satu jenis alat bukti elektronik yang sering dijumpai adalah Closed Circuit Television (CCTV), menjadikannya sebagai salah satu barang bukti.
Keberadaan CCTV sebagai bagian dari bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dapat berfungsi sebagai barang bukti, terutama ketika tidak terdapat saksi mata pada saat terjadinya peristiwa dan menjadikannya sebagai petunjuk utama dalam proses pembuktian. Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 11/2008”), CCTV yang merupakan bagian dari informasi dan/atau dokumen elektronik dapat digunakan dalam tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan catatan terdapat persesuaian dengan alat bukti lainnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan adanya relevansi terhadap fakta hukum suatu perkara pidana. Walaupun demikian, dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“RUU KUHAP”) pada Pasal 222 ayat (1) huruf f telah mencantumkan mengenai alat bukti elektronik yang akan menjadi bagian alat bukti dalam hukum acara pidana.
Jenis-Jenis Alat Bukti Elektronik
Pasal 5 ayat (1) UU ITE telah menyebutkan mengenai jenis alat bukti elektronik yang berupa:
- Informasi Elektronik
Informasi elektronik didefinisikan sebagai satu atau sekumpulan data elektronik, yang meliputi tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya yang telah diolah, sehingga memiliki arti dan dapat dipahami oleh orang. - Dokumen Elektronik
Dokumen elektronik merupakan bagian dari informasi elektronik, berupa data yang dibuat, dikirim, diterima, disimpan, atau diteruskan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, maupun format serupa lainnya yang dapat diakses, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik yang mengandung makna atau dapat dimengerti.
Kemudian dalam Pasal 5 ayat (3) UU ITE, menyatakan bahwa informasi dan dokumen elektronik yang dianggap sah sebagai alat bukti, apabila menggunakan sistem elektronik dalam melakukan transmisi ataupun pembuatanya, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Undang-Undang.
Baca juga: Pentingnya Alat Bukti dalam Kasus Perdata
Studi Kasus CCTV sebagai Bukti Permulaan
Pasal 17 KUHAP menyatakan bahwa “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. KUHAP telah menjelaskan bahwa yang dimaksud bukti permulaan yang cukup berarti bukti untuk menduga adanya tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. CCTV yang merupakan salah satu bagian dari alat bukti yang memiliki peran awal sebagai bukti permulaan dalam suatu peristiwa pidana. Terdapat beberapa kasus pembunuhan yang menjadikan CCTV sebagai bukti permulaan untuk menangkap tersangka, di antaranya:
- Pembunuhan Wanita dalam Koper
Pada tahun 2024 lalu, seorang wanita yang jasadnya ditemukan dalam koper di area semak-semak, Cikarang Barat. Berhasil diungkap oleh pihak kepolisian berkat rekaman CCTV di sebuah hotel di wilayah Bandung. Rekaman tersebut memperlihatkan pelaku dan korban, yang sama-sama berinisial RM dan berusia 50 tahun, tengah bersama di hotel tersebut. Berdasarkan video pengawas, keduanya terlihat masuk ke kamar hotel pada Rabu, 24 April 2024 pukul 09.51 WIB. Selanjutnya, pelaku terekam keluar dari kamar sekitar pukul 18.40 WIB sambil membawa koper hitam. Pelaku akhirnya berhasil ditangkap di Palembang, Sumatera Selatan. - Pembunuhan Pria dalam Karung
Pada April 2025 lalu telah terjadi kasus pembunuhan di Tangerang, Banten. Kasus ini berawal dari penemuan jenazah dalam sebuah karung yang tergeletak di saluran air kawasan Jalan Daan Mogot Km 21, Batu Ceper, Kota Tangerang. Penemuan tersebut berawal dari warga sekitar yang mencium bau tidak sedap. Setelah ditelusuri ternyata berasal dari karung berisi mayat. Korban diperkirakan berusia antara 20 hingga 30 tahun. Hasil pemeriksaan luar menunjukkan adanya luka terbuka di bagian kepala dan tangan kanan korban. Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk rekaman CCTV yang menangkap aktivitas pelaku sebelum mayat ditemukan. Dalam rekaman tersebut, pelaku tampak mengendarai sepeda motor matic sambil membawa karung putih berukuran besar di bagian depan motornya.
CCTV sebagai bentuk informasi dan/atau dokumen elektronik memiliki kedudukan hukum yang sah sebagai alat bukti dalam proses peradilan pidana. Meskipun Pasal 184 ayat (1) KUHAP belum secara eksplisit mencantumkan alat bukti elektronik, namun perluasan alat bukti telah diakomodasi melalui Pasal 5 UU ITE dan Pasal 44 UU 11/2008 yang menyatakan bahwa informasi dan dokumen elektronik dapat digunakan dalam tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan, sepanjang memenuhi syarat keaslian dan keterkaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana.***
Baca juga: Keabsahan Rekaman CCTV Sebagai Alat Bukti Sah di Persidangan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 11/2008”).
- Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“RUU KUHAP”).
Referensi:
- Mempertanyakan Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti dalam Kasus Pidana. Hukumonline (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 10.29 WIB).
- Syarat Sah Alat Bukti Elektronik dalam Pemeriksaan Perkara Pidana. Hukumonline (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 11.51 WIB).
- Prosedur Meminta Rekaman CCTV. Hukumonline (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 13.22 WIB).
- CCTV Sebagai Alat Bukti Pidana. Hukumonline (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 13.15 WIB).
- Pembunuhan Wanita dalam Koper Terungkap dari Rekaman CCTV di Hotel Bandung. Metro TV News (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 15.33 WIB).
- Pelaku Pembunuhan Pria dalam Karung Terekam CCTV Bawa Mayat Pakai Motor. Detik (Diakses pada tanggal 15 Juli 2025 pukul 15.42 WIB).