Pemerintah Indonesia mewajibkan rakyatnya untuk berkontribusi terhadap pemasukan negara melalui pajak. Mengacu pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak terbagi dalam dua kelompok, yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan. Sebagai wajib pajak, selain membayar pajak, juga wajib melakukan lapor pajak melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT).

Surat Pemberitahuan Tahunan atau SPT tahunan merupakan dokumen yang wajib dilengkapi oleh wajib pajak dalam melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang sudah dilakukan. Dalam SPT tahunan, wajib pajak harus melaporkan seluruh penghasilan yang diterima, baik yang menjadi objek pajak maupun tidak, termasuk kepemilikan harta dan utang yang dimiliki. Peraturan mengenai Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (‘’UU KUP’’), yang telah mengalami berbagai perubahan. Terakhir, Undang-undang ini diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (‘’PERPU’’).

Dalam Undang-Undang tersebut, pemerintah memberikan instruksi agar semua wajib pajak mematuhi ketentuan yang berlaku dalam pelaporan SPT. 

SPT terbagi atas dua kategori, di antaranya:

  • SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh)

SPT Tahunan PPh berisi perhitungan dan pembayaran pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, bukan objek pajak penghasilan, harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan pajak yang dihitung dalam periode satu tahun pajak atau bagian dari tahun pajak, baik bagi wajib pajak badan maupun orang pribadi. 

  • SPT Masa

SPT Masa terdiri dari SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh), SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut PPN. SPT Masa berformat berbeda, ditentukan berdasarkan objek dan tarif pajak yang dikenakan pada setiap jenis pajak.

Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Pajak, badan usaha yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak ditandai memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mempunyai kewajiban untuk menyampaikan SPT tahunan PPh. Sebagai wajib pajak, diharuskan mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani, serta menyampaikannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Wajib pajak individu harus melaporkan SPT tahunan pribadi setiap tahunnya dengan rentang waktu antara 1 Januari hingga 31 Maret, sementara wajib pajak badan usaha diwajibkan melaporkan mulai 1 Januari hingga 30 April.

Merujuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan Surat Pemberitahuan, lapor SPT Tahunan pribadi dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. Melalui DJP online atau laman penyalur SPT elektronik;
  2. Mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) secara langsung;
  3. Mengirimkan melalui pos dan jasa ekspedisi dengan bukti pengiriman surat.

Selain itu, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam melakukan pelaporan SPT tahunan perorangan, yakni membutuhkan formulir yang sesuai dengan status individu masing-masing terkait jumlah penghasilan. DJP menyediakan beberapa jenis formulir yang dapat dipilih berdasarkan beberapa kategori:

  1. Formulir 1770SS ditujukan bagi pegawai/karyawan dengan penghasilan kurang dari Rp60 juta per tahun;
  2. Formulir 1770S digunakan oleh pegawai/karyawan dengan penghasilan lebih dari Rp60 juta pertahun;
  3. Formulir 1770 diperuntukkan bagi pegawai dengan penghasilan tambahan;
  4. Formulir 1770 dapat digunakan oleh seseorang yang bukan pegawai.

Jika ingin melaporkan SPT tahunan perorangan, wajib pajak memerlukan Electronic Filing Identification Number (EFIN) atau nomor identifikasi pengisian elektronik sebagai salah satu persyaratan untuk menggunakan layanan e-filing pajak. Selain itu, untuk pelaporan secara daring, wajib pajak harus memperhatikan beberapa hal:

  1. Wajib memiliki NPWP;
  2. Wajib memiliki EFIN;
  3. Wajib memiliki akun DJP online.

Kemudahan akses informasi terkait kewajiban melakukan lapor pajak membawa dampak positif yang ditandai dengan naiknya rasio tingkat kepatuhan pajak tahun 2024. DJP melaporkan sebanyak 14,18 juta wajib pajak sudah melakukan SPT hingga batas akhir pelaporan pada April 2024. Jumlah SPT tahunan tersebut secara rinci berasal dari wajib pajak badan sebanyak 1,04 juta dan wajib pajak perorangan sebanyak 13,14 juta yang melapor. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2023, yakni hanya 13,24 juta wajib pajak yang melaporkan SPT tahunan. 

Selain kemudahan untuk melakukan lapor pajak secara daring, pemerintah juga terus menggalakkan para wajib pajak untuk melaporkan SPT tahunannya. Meski mengalami kenaikan, tingkat kepatuhan lapor pajak di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini tercermin dari data DJP dalam lima tahun terakhir yang belum tembus 100 persen. Pemerintah pun memberlakukan sanksi terhadap wajib pajak yang tidak melaporkan SPT tahunan, yakni sanksi berupa denda sebesar Rp100 ribu bagi setiap wajib pajak perorangan. Sedangkan bagi wajib pajak badan dikenakan sanksi denda sebesar Rp1 juta.

Baca Juga: Memahami Penyebab dan Prosedur Restitusi Pajak

 Sumber: