Untuk memperluas jaringan dan kerjasama ekonomi di tingkat global, SIP Law Firm menggandeng Foreign Counsel asal Australia, Robert Heath KC. Berpengalaman lebih dari 23 tahun di bidang hukum, Robert adalah seorang barrister dan arbiter andal yang memiliki pandangan ke depan terkait kerjasama Indonesia dan Australia di bidang perdagangan. Berikut hasil interview Partner SIP Law Firm Yudha Triarianto Wasono dan Robert Heath:

Sebagai WN Australia, bagaimana Anda memandang Indonesia ?

Kita tahu di mana Indonesia berada, tapi kita tidak cukup tahu tentang betapa beragamnya Indonesia, dan betapa kayanya budaya di Indonesia. Seperti ada berapa bagian atau wilayah di Indonesia. Kami tidak banyak mengetahui Indonesia karena hanya sering berlibur di Bali. Maka dari itu, menurut saya sangat menarik untuk mengetahui dan mempelajari Indonesia lebih banyak lagi.

Apakah hubungan Indonesia – Australia yang telah terjalin bisa berdampak pada kerjasama ekonomi yang lebih luas? 

Untuk waktu yang lama, Indonesia-Australia  tidak melakukan cukup banyak kerjasama ekonomi. Sampai pada tanggal 31 Agustus 2018, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia pada saat itu, Scott Morrison, menandatangani perjanjian kemitraan ekonomi. Saya pikir hal ini merupakan sebuah perubahan besar, karena Australia dan Indonesia dapat mulai bekerja sama lebih erat lagi.

Sejak ratifikasi perjanjian tersebut, terjadi peningkatan signifikan pada data rata-rata nilai ekspor bulanan antara Australia dan Indonesia. Bagaimana Anda melihat hal ini dalam perspektif Anda sebagai seorang praktisi hukum? 

Dalam praktik saya sebagai barrister di Melbourne, saya telah melihat dampaknya. Ada pengembang properti di Melbourne yang telah membangun beberapa properti untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di universitas-universitas Australia. Kemudian, ketika saya memeriksa dan melihat perjanjian IA-CEPA, sektor universitas Australia telah terbuka untuk mahasiswa Indonesia. Jadi saya melihat dampak kerjasama ekonomi terhadap meningkatnya pelajar Indonesia di Australia.

Sebagai pakar hukum Australia, bagaimana IA-CEPA berkontribusi dalam memberikan kepastian hukum dan prediktabilitas bagi perdagangan lintas batas antara Indonesia dan Australia? 

Hal ini cukup mengubah persoalan tarif (ekspor-impor), dimana salah satunya terdapat penurunan tarif (ekspor-impor). Hal ini merupakan hal yang baik untuk kepastian kerjasama ekonomi dalam investasi dan berbisnis. Sebagai contoh, ketika masyarakat Indonesia ingin menjual barang ke Australia (ekspor), mereka telah mengetahui dengan pasti berapa pajak atau tarif yang harus mereka bayar dan hal yang sama berlaku sebaliknya (apabila masyarakat australia menjual barang ke Indonesia). Terdapat hal lain yang menarik juga dari perjanjian ini adalah kemitraan strategis dan pertukaran keahlian atau keterampilan. 

Pertukaran ini tentu sangat menarik, karena kami dapat menyediakan profesional dengan berbagai keahlian yang ada di Australia untuk Indonesia. Begitu pula sebaliknya, tentu kami juga ingin mengetahui keahlian atau layanan yang dimiliki oleh Indonesia yang dapat diterapkan di Australia.

Menurut pengalaman Anda, sejak penerapan IA-CEPA, apakah praktik dan prosedur hukum di Australia mengalami perubahan signifikan? 

Saya pikir ini masih sangat terlalu dini untuk adanya perubahan. Saya lebih melihat bahwa akan terdapat peningkatan perkembangan dalam dunia usaha, karena pelaku usaha mulai mengetahui bahwa mereka dapat melakukan lebih banyak bisnis atau kerjasama ekonomi dengan Indonesia. Karena Indonesia memiliki pasar yang besar. Daripada melihat peluang di Eropa, Inggris, Malaysia, atau Singapura, mereka harus mengeksplorasi peluang lain yaitu di Indonesia. Ibarat kata, terdapat peluang emas yang terletak benar-benar di depan pintu atau di sebelah kita (Australia). Saya pikir seiring berjalannya waktu, pelaku usaha akan memahami besarnya peluang tersebut dan betapa mudahnya berbisnis dengan Indonesia berkat perjanjian ini. Hasilnya akan terdapat kebutuhan hukum yang lebih banyak akibat hal tersebut.

Apakah terdapat tantangan atau penyesuaian dalam kepatuhan terhadap peraturan di Australia, khususnya sebagai respons terhadap ketentuan hukum dalam IA-CEPA? 

Menurut saya tidak ada. Justru seharusnya masyarakat harus mengetahui perjanjian ini dan dapat memanfaatkan peluang yang ada dalam perjanjian kerangka tersebut. Seiring berjalannya waktu pasti akan ada hambatan dan tantangan, tetapi tentunya nantinya akan dapat diselesaikan oleh Australia dan Indonesia.

Pada semester I tahun 2022, Indonesia mengekspor migas ke Australia dengan total nilai sebesar $1,6 miliar. Januari hingga Agustus 2022, ekspor Indonesia ke Australia mencapai sekitar $2,3 miliar. Sebagai seorang praktisi hukum, mungkin bapak bisa berbagi dengan kami tentang syarat-syarat bagi pengusaha Indonesia jika ingin mengekspor produknya ke Australia? 

Pertanyaan yang bagus, namun jawabannya tentu akan sangat dalam. Maka dari itu, izinkan saya untuk menjelaskannya secara umum. Jadi untuk memanfaatkan kuota tarif dan izin impor “otomatis”, pelaku perlu memenuhi syarat-syarat. Saya tidak perlu menjelaskan syarat-syarat tersebut secara rinci karena semuanya telah dijelaskan dalam perjanjian IA-CEPA, namun ada beberapa aturan yang spesifik untuk barang yang berasal dari luar Indonesia atau Australia, ada beberapa aturan klasifikasi tarif.

Selain itu, ada berbagai hal yang harus dipatuhi oleh importir dan eksportir agar dapat memanfaatkan peluang dalam IA-CEPA ini. Saya pikir dokumen seperti declaration of origin, certificate of origin, dan record keeping – ini semua adalah hal-hal yang yang dapat dibantu oleh SIP Law Firm dan saya sebagai pengacara di Australia. 

Apa aspek utama yang harus diperhatikan oleh pengusaha Indonesia dan Australia terkait perjanjian bisnis kedua negara? 

Saya menyarankan pelaku usaha untuk memiliki Track Record yang baik dan dokumentasi perusahaan yang rapi. Pelaku usaha wajib mengetahui elemen-elemen dalam perjanjian yang dapat dimanfaatkan. Karena ada beberapa bidang usaha dalam perjanjian dimana mereka wajib mematuhi persyaratan-persyaratannya. Jika para pelaku usaha kesulitan memahami persyaratan yang terdapat pada IA-CEPA, maka alangkah lebih baiknya dapat dibantu pengacara yang ahli dalam bidang tersebut. Nantinya pengacara tersebut dapat memberikan advis guna mematuhi persyaratan, declaration, dan proses verifikasi yang berbeda-beda dalam setiap bidang usaha. Dalam menjalani tahapan-tahapan tersebut, ketelitian adalah sebuah kewajiban agar kerjasama ekonomi dapat terus berjalan dengan baik.

Mengapa hal itu penting? Karena jangan sampai para pelaku usaha telah menghabiskan banyak waktu, energi, dan uang untuk melakukan investasi atau pendirian usaha namun di kemudian hari usaha yang dibangun tidak dapat berjalan karena tidak mematuhi peraturan. Semuanya telah diatur dengan jelas, tetapi menurut saya terkadang para pelaku usaha Australia atau Indonesia memilih untuk didampingi oleh konsultan hukum guna memastikan seluruh persyaratan telah dipatuhi.

Bicara sistem hukum, di Indonesia ada BANI. Kami memahami bahwa di Australia terdapat Australian Centre for International Commercial Arbitration. Bisakah Anda menjelaskan lebih lanjut tentang hal itu? 

ACICA dimulai pada tahun 1980-an dan merupakan lembaga arbitrase yang sangat sukses di Australia. Bahkan merupakan pilihan arbitrase utama di Australia dan mengalami peningkatan penyelesaian sengketa yang besar pertengahan tahun 1980-an hingga tahun  2000-an ketika terdapat perubahan undang-undang arbitrase di Australia untuk menyelaraskan dengan peraturan UNCITRAL (United Nations Commission on International Trade Law) Dan sejak saat itu ACICA semakin kuat.  

Sekitar 40% kasus yang ditangani telah melibatkan yurisdiksi lintas negara atau pihak internasional. Dalam perkara arbitrase domestik pun sering melibatkan investor asing sebagai pihak. Sehingga di balik perusahaan Australia tersebut, seringkali terdapat unsur pihak asing di dalamnya. Mayoritas kasusnya, ACICA menangani perkara arbitrase di bidang bisnis infrastruktur atau konstruksi. Misalnya: konstruksi jalan raya, konstruksi rumah sakit, energi, dan property. ACICA memiliki kumpulan arbiter yang sangat ahli di bidangnya. ACICA dipimpin oleh Deborah Tomkinson juga memiliki sistem administrasi yang sangat baik dalam menangani kasus-kasus arbitrase.

Mengapa ACICA merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa terbaik di Australia? 

Pertama-tama, ACICA memiliki arbiter yang berkualitas tinggi. Mereka merupakan ahli-ahli yang berpengalaman dalam bidang arbitrase. Kita juga perlu ketahui bahwa, untuk membantu dan mempromosikan kemudahan berbisnis. Maka kita perlu memiliki sistem penyelesaian sengketa yang hemat biaya dan efisien. 

Arbiter-arbiter ini sebelumnya merupakan pengacara yang skillfull dan bijaksana di Australia. Mereka memiliki banyak pengalaman dalam menangani sengketa arbitrase di tingkat internasional, sehingga para mantan pengacara ini membantu berbagai pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan biaya yang efisien dan adil. 

Mengapa? karena pelaku usaha umumnya tidak mau terjebak dalam penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu 2-3 tahun lamanya. Karena semakin lama penyelesaian sengketa, maka akan semakin banyak uang yang harus dikeluarkan. Menurut saya, hal tersebut bersifat destruktif dan tidak konstruktif. Tentunya, hal-hal seperti tidak membuat penghasilan usaha mereka meningkat. Kemunculan lembaga arbitrase seperti ACICA dapat memastikan arbiter yang dipilih tepat dalam menangani kasus ini dan penyelesaian sengketa dilakukan memiliki biaya efisien dan adil.

Selama pengalaman Anda, apakah ada studi kasus sukses yang menonjol di ACICA? 

Menurut saya, sekali lagi ACICA telah melakukan penanganan perkara dengan sangat terutama dalam menyelesaikan sengketa bisnis pada bidang infrastruktur yang besar. Sebagai contoh, terdapat penyelesaian sengketa mengenai pembangunan Rumah Sakit R***l A******e yang baru. Proyek tersebut merupakan pembangunan rumah sakit terbesar di Australia. ACICA telah menunjuk arbiter yang tidak hanya memiliki reputasi namun sesuai dengan bidangnya, sehingga penanganan perkara tersebut berjalan dengan sangat baik. Padahal sengketa tersebut sangat rumit nan kompleks.

Apakah ada tantangan atau pertimbangan yang harus diwaspadai oleh para pihak ketika berupaya mengeksekusi putusan ACICA di Australia? 

Tidak, peraturannya sama dengan yang berlaku untuk mengeksekusi putusan arbitrase di yurisdiksi lain. Syarat-syaratnya sangat terbatas apabila terdapat pertimbangan hakim di pengadilan dalam membatalkan putusan tersebut. Jadi jika ada yang berada di Indonesia dan memahami cara kerja sistem model hukumnya, maka sistem yang sama berlaku di sini. 

Terdapat hal yang harus diketahui, saya izin mengutip dari Australian Court Supervision, bahwa umumnya hakim-hakim di Pengadilan Australia memiliki kemampuan yang sangat baik dalam mengeksekusi putusan arbitrase. Sehingga apabila terdapat salah satu pihak mengajukan eksekusi putusan arbitrase, dapat dijamin bahwa hakim-hakim Pengadilan Australia telah memiliki pengalaman dalam menangani arbitrase. Dalam kebanyakan kasus, hakim-hakim yang menangani kasus terkait arbitrase, seperti eksekusi putusan arbitrase, memiliki pengalaman di ACICA secara profesional.

Bagaimana prediksi Anda terhadap masa depan arbitrase dan bagaimana tren ini mempengaruhi keputusan para pihak untuk memilih ACICA sebagai lembaga penyelesaian sengketa? 

Salah satu faktor besar di ACICA yang dapat menjadi pertimbangan adalah berbiaya efisien. Karena sebelumnya di Australia, penyelesaian sengketa melalui arbitrase menghabiskan biaya yang tinggi dan malah sama dengan penyelesaian sengketa melalui litigasi. Maka dari itu, ACICA ingin menekankan pemahaman kepada para arbiter untuk pentingnya melakukan proses penyelesaian sengketa dengan biaya yang efisien. Menurut saya, hal tersebut merupakan faktor terbesar bagi para pihak untuk memilih ACICA sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. 

Kemudian, ACICA sangat baik dalam menjaga atau mempertahankan daftar arbiternya agar beragam sehingga terdapat banyak pilihan. Setiap arbiter dapat ditunjuk dan memiliki keahlian dari berbagai bidang serta kompeten dalam memahami perkara tersebut. Menurut saya, ACICA juga dapat merekrut beberapa panelis arbiter asal Indonesia yang berkualitas sehingga semakin menunjukkan keberagaman dan dapat menjalin hubungan yang lebih erat di antara para pihak di negara ini.

Baca Juga: SIP Law Firm Perluas Kerjasama dengan Foreign Counsel Asal Australia