Fasilitas kawasan berikat merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia untuk mendukung sektor industri dan perdagangan internasional. Dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, disebutkan bahwa fasilitas kawasan berikat adalah salah satu fasilitas kepabeanan yang diberikan kepada perusahaan industri yang berorientasi pengeluaran atau penjualan untuk produk yang bertujuan ekspor atau dijual ke kawasan berikat lainnya. 

Fasilitas ini memungkinkan pengusaha yang beroperasi di kawasan yang telah ditentukan tersebut untuk menikmati pembebasan atau penangguhan bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang impor yang digunakan dalam kegiatan produksi, perakitan, atau pengolahan. Kawasan ini berfungsi sebagai area yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengolah, merakit, atau memproses barang dengan tujuan ekspor tanpa harus membayar pajak atau bea masuk yang biasanya berlaku untuk barang impor. Kawasan berikat dapat berupa kawasan industri atau zona khusus baik yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta. 

Aturan terkait dengan kawasan berikat telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”), Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (“PMK Nomor 131/PMK.04/2018”), dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.04/2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131/PMK.04/2018 tentang Kawasan Berikat (“PMK Nomor 65/PMK.04/2021”). 

Kebijakan ini dikeluarkan oleh pemerintah untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, mendorong ekspor, dan menarik investasi asing. Pada Pasal 20 ayat (1) PMK Nomor 65/PMK.04/2021 ditekankan bahwa barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ke kawasan berikat:

  1. Diberikan penangguhan bea masuk;
  2. Diberikan pembebasan cukai; dan/atau
  3. Tidak dipungut PDRI.

Dengan ditangguhkannya bea masuk dan pajak, perusahaan yang ada di dalamnya dapat mengurangi biaya produksi, sehingga produk yang dihasilkan menjadi lebih kompetitif di pasar global. 

Sementara dalam Pasal 44 UU Kepabeanan disebutkan bahwa dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunan dapat ditetapkan sebagai tempat penimbunan berikat dengan mendapatkan penangguhan bea masuk untuk:

  1. Menimbun barang masuk guna diimpor untuk dipakai, dikeluarkan ke tempat penimbunan berikat lainnya atau diekspor;
  2. Menimbun barang guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai;
  3. Menimbun barang impor, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean, guna dipamerkan;
  4. Menimbun, menyediakan untuk dijual dan menjual barang impor kepada orang dan/atau orang tertentu;
  5. Menimbun barang impor guna dilelang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai;
  6. Menimbun barang asal daerah pabean guna dilelang sebelum diekspor atau dimasukkan kembali ke dalam daerah pabean; atau
  7. Menimbun barang impor guna didaur ulang sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.

Baca juga: Pemberian Tarif Preferensi dalam Free Trade Agreement (FTA)

Tujuan utama dari fasilitas kawasan berikat adalah untuk mengurangi biaya produksi barang yang diproses atau dirakit di dalam negeri dengan mengurangi atau menangguhkan pembayaran bea masuk atas bahan baku dan barang modal yang diimpor. Hal ini penting untuk menghemat biaya bagi perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor. 

Tak hanya itu, fasilitas kawasan ini juga memberikan manfaat signifikan bagi perekonomian Indonesia, yakni dengan mendorong investasi asing, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mempercepat proses industrialisasi di Indonesia. Dengan adanya fasilitas ini, perusahaan yang beroperasi di kawasan berikat tak hanya diuntungkan dari sisi penghematan biaya, namun juga dari sisi kelancaran proses produksi dan distribusi barang yang lebih efisien. 

Bangunan, tempat, dan/atau kawasan yang akan dijadikan sebagai kawasan berikat harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 PMK Nomor 131/PMK.04/2018 yakni sebagai berikut:

  1. Terletak di lokasi yang dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut peti kemas dan/atau sarana pengangkut peti kemas lainnya di air;
  2. Mempunyai batas-batas yang jelas berupa pembatas alam atau pembatas buatan berupa pagar pemisah, dengan bangunan, tempat, atau kawasan lain; dan
  3. Digunakan untuk melakukan kegiatan industri pengolahan bahan baku menjadi hasil produksi.

Untuk mendapatkan izin penyelenggaraan kawasan berikat, perusahaan yang akan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus mengajukan permohonan kepada Menteri c.q. Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Umum. Perusahaan yang bermaksud menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat harus:

  1. Sudah memiliki nomor induk berusaha;
  2. Memiliki izin usaha perdagangan, izin usaha pengelolaan kawasan, izin usaha industri, atau izin lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan kawasan;
  3. Memiliki hasil konfirmasi status wajib pajak sesuai dengan aplikasi yang menunjukkan valid;
  4. Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu kawasan, tempat, atau bangunan yang mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasi/tempat dan rencana tata letak/denah yang akan dijadikan kawasan berikat; dan
  5. Telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dan telah menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya.

Permohonan dapat diajukan setelah atau sebelum fisik bangunan berdiri termasuk ruangan dan sarana kerja bagi petugas bea dan cukai. Dalam hal persyaratan belum dipenuhi, izin penyelenggara kawasan berikat dapat diberikan dengan ketentuan perusahaan wajib memenuhi persyaratan dalam batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama. 

Meski memiliki banyak keuntungan, keberadaan kawasan ini juga harus diawasi dengan ketat. Pengawasan yang baik akan mencegah penyalahgunaan fasilitas tersebut seperti pemalsuan dokumen atau penghindaran pajak. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa hanya perusahaan yang memenuhi syarat yang dapat memanfaatkan fasilitas ini.

Baca juga: Cara Pengajuan Certificate of Origin, SKA Untuk Tarif Preferensi Ekspor

 Daftar Hukum:

Referensi: