Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia merupakan bagian dari strategi nasional untuk meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Untuk mendukung percepatan transisi energi ini, pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi yang mengatur aspek perizinan, insentif, serta standar teknis bagi pelaku usaha di sektor energi terbarukan.
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai regulasi yang menjadi dasar hukum dalam pengembangan energi terbarukan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”) berfungsi sebagai kerangka hukum utama yang mengatur kebijakan energi nasional, termasuk prinsip-prinsip pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya energi terbarukan. Regulasi ini bertujuan untuk mengembangkan bauran energi yang lebih berkelanjutan dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (“UU Ketenagalistrikan”) menegaskan pentingnya peran swasta dalam penyediaan tenaga listrik berbasis energi terbarukan. Regulasi ini memberikan dasar hukum bagi keterlibatan sektor swasta dalam investasi, produksi, dan distribusi energi terbarukan guna mempercepat diversifikasi sumber energi nasional serta meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas energi listrik bagi masyarakat. Dengan adanya regulasi ini, pemerintah berupaya menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri energi terbarukan melalui mekanisme pasar yang lebih kompetitif dan berorientasi pada keberlanjutan.
Sebagai bentuk komitmen terhadap transisi energi, pemerintah juga menetapkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (“Perpres 22/2017”), yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan mencapai 23% pada tahun 2025. Selain itu, Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (“RUU EBET”) yang saat ini sedang dalam tahap pembahasan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum serta insentif bagi pengembangan sektor energi terbarukan secara lebih terstruktur.
Perizinan dan Standar Teknis (Penerbitan IUPTL dan Regulasi dalam Permen ESDM 26/2021)
Bagi pelaku usaha yang ingin berinvestasi dalam sektor energi terbarukan, terdapat beberapa tahapan perizinan yang harus dipenuhi. Salah satu izin utama adalah Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL), yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. IUPTL merupakan izin wajib bagi perusahaan yang ingin membangun, mengoperasikan, dan memelihara pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
Selain IUPTL, terdapat regulasi lain yang mengatur pengembangan energi terbarukan, salah satunya adalah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (“Permen ESDM 26/2021”). Regulasi ini memberikan pedoman bagi perusahaan dan individu dalam mengembangkan sistem tenaga surya skala kecil dengan mekanisme ekspor-impor energi ke jaringan listrik PLN. Peraturan ini bertujuan untuk mempercepat adopsi energi surya dalam sistem ketenagalistrikan nasional.
Dalam sektor panas bumi, pemerintah juga telah memangkas durasi izin pengembangan energi terbarukan melalui sistem perizinan berbasis Online Single Submission (OSS). Berdasarkan kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), proses perizinan eksplorasi panas bumi yang sebelumnya memakan waktu hingga 18 bulan kini dapat diselesaikan hanya dalam 5 hari. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempermudah investasi di sektor energi terbarukan melalui penyederhanaan proses birokrasi.
Baca juga: Urgensi Pemisahan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan
Dukungan Pemerintah dalam Mempermudah Perizinan dan Pengembangan EBT
Untuk mendorong investasi dalam sektor energi terbarukan, pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan yang memberikan insentif bagi pelaku usaha. Salah satu langkah yang diambil adalah pemberian insentif fiskal, seperti pembebasan pajak penghasilan dan pengurangan bea masuk untuk impor peralatan energi terbarukan. Selain itu, mekanisme feed-in tariff dan skema power purchase agreement (PPA) dengan PT PLN (Persero) juga menjadi bentuk dukungan agar proyek energi terbarukan lebih menarik bagi investor.
Dalam aspek perizinan, sistem OSS yang diterapkan pemerintah memungkinkan perusahaan untuk mengurus perizinan usaha secara lebih efisien dan transparan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan hambatan administratif yang sering menjadi kendala dalam investasi energi terbarukan. Melalui sistem ini, pengajuan izin seperti IUPTL, izin lingkungan, serta izin konstruksi dapat dilakukan secara daring dengan proses yang lebih cepat.
Selain itu, pemerintah juga terus memperkuat kerja sama dengan lembaga keuangan dan investor internasional untuk meningkatkan pendanaan bagi proyek energi terbarukan. Skema pendanaan hijau (green financing) semakin diperluas melalui kerja sama dengan bank pembangunan internasional, seperti Asian Development Bank (ADB) dan World Bank, guna memastikan bahwa proyek-proyek EBT dapat memperoleh pendanaan dengan suku bunga yang lebih kompetitif.
Dengan adanya dukungan regulasi yang semakin kondusif serta penyederhanaan proses izin, pengembangan energi terbarukan di Indonesia memiliki prospek yang cerah untuk berkembang lebih pesat. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mendukung transisi energi akan menjadi kunci utama dalam mewujudkan sistem energi nasional yang lebih berkelanjutan dan mandiri di masa depan.
Baca juga: Kerangka Hukum Energi Baru di Indonesia
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi“).
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (“UU Ketenagalistrikan”).
- Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (“Perpres 22/2017“).
- Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (“Permen ESDM 26/2021“).
Referensi:
- Urgensi Pengesahan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan. Hukumonline. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 09.10 WIB).
- Perdana Pemerintah Terbitkan IPB Melalui Perizinan Online Berbasis OSS. Kementerian ESDM. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 09.25 WIB).
- Perizinan Pembangkit Listri Tenaga Surya. Sun Energy. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 09.44 WIB).
- Kementerian ESDM Pangkas Durasi Perizinan Panas Bumi dari 18 Bulan Menjadi 5 Hari. Dana Mitra Lingkungan. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 09.45 WIB).
- Energi Baru dan Terbarukan. Kementerian Pertahanan. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 10.05 WIB).
- Buka Electricity Connect 2024, Wamen ESDM: Pemanfaatan Peluang Pembangkit EBT Harus Ditingkatkan. Kementerian ESDM. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 10.15 WIB).