Ketergantungan pada impor energi menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam upaya mencapai ketahanan energi nasional. Dengan tingginya konsumsi energi yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi, Indonesia harus mencari solusi yang berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang sebagian besar masih diimpor.
Ketergantungan terhadap impor bahan bakar fosil bukan hanya menguras devisa negara, tetapi juga memunculkan risiko ketahanan energi, terutama di tengah fluktuasi harga energi global. Untuk itu, salah satu pendekatan yang menjanjikan dalam pengurangan ketergantungan pada impor energ adalah dengan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT).
Potensi Energi Terbarukan dalam Mengurangi Impor Energi
Energi terbarukan memiliki potensi besar untuk menjadi solusi utama dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi. Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, mulai dari energi surya, angin, biomassa, hingga energi panas bumi dan hidro. Laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Juni 2024 menunjukkan bahwa energi surya memiliki potensi terbesar di antara EBT lainnya, yakni 3.294 gigawatt (GW), namun pemanfaatannya baru sekitar 675,1 megawatt (MW).
Selain itu, sebagai negara yang terletak di wilayah cincin api, Indonesia memiliki cadangan panas bumi yang melimpah. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Indonesia memiliki cadangan panas bumi sekitar 29.000 megawatt (MW) dan menjadikannya sebagai salah satu produsen terbesar energi panas bumi di dunia.
Pemanfaatan energi baru terbarukan dapat menjadi langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil yang sebagian diimpor. Dengan memanfaatkan sumber daya lokal, Indonesia dapat menghasilkan energi yang bersih dan lebih terjangkau dalam jangka panjang. Dalam Pasal 3 ayat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (“UU Panas Bumi”) dijelaskan bahwa penyelenggaraan kegiatan Panas Bumi bertujuan:
- Mengendalikan kegiatan pengusahaan Panas Bumi untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi guna mendukung pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
- Meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan berupa Panas Bumi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional; dan
- Meningkatkan pemanfaatan energi bersih yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca.
Dampak Keberlanjutan EBT terhadap Lingkungan
Energi baru dan terbarukan bukan hanya berkontribusi pada diversifikasi energi, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”) mengamanatkan bahwa pengelolaan energi harus dilakukan secara berkelanjutan. Dalam UU Energi, EBT dijadikan sebagai prioritas dalam pengelolaan energi nasional.
UU Energi menekankan pentingnya pemanfaatan dan pengembangan energi sebagai langkah strategis dalam menjaga ketahanan energi nasional. Dalam Pasal 11 ayat (1) UU Energi dijelaskan bahwa kebijakan energi nasional meliputi antara lain:
- Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional;
- Prioritas pengembangan energi;
- Pemanfaatan sumber daya energi nasional; dan
- Cadangan penyangga energi nasional.
EBT secara umum memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. EBT menawarkan solusi nyata untuk mengatasi berbagai tantangan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan fosil, di antaranya:
- Pengurangan emisi gas rumah kaca
Sumber energi seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi menghasilkan sangat sedikit atau bahkan nol emisi karbon dibandingkan pembakaran bahan bakar fosil. Hal ini sejalan dengan target Indonesia dalam Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% (dua puluh sembilan persen) pada tahun 2030.
- Peningkatan kualitas udara
EBT dapat mengurangi polusi udara yang sering dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosil di sektor transportasi dan pembangkit listrik.
- Pengurangan Jejak Ekologis
Penggunaan energi terbarukan, khususnya energi surya dan angin, memiliki jejak ekologis yang lebih kecil dibandingkan dengan energi fosil. Tidak ada proses penggalian atau ekstraksi besar-besaran, sehingga ekosistem dan keanekaragaman hayati lebih terlindungi dari kerusakan.
Baca juga: Kerangka Hukum Energi Baru di Indonesia
Strategis Pemerintah dalam Mendorong Diversifikasi Energi Terbarukan
Pemerintah Indonesia telah mengambil berbagai langkah strategis untuk mendorong diversifikasi energi terbarukan sebagai bagian dari kebijakan nasional. Beberapa strategi utama yang diterapkan meliputi:
- Peningkatan regulasi dan Insentif
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dan insentif untuk mendukung pengembangan energi terbarukan. Salah satunya melalui Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) (“Perpres 22/2017”) yang menargetkan kontribusi energi terbarukan sebesar 23% (dua puluh tiga persen) dalam bauran energi nasional pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa feed-in tariff, skema subsidi, serta pembebasan pajak bagi investasi di sektor energi terbarukan.
- Pengembangan infrastruktur dan teknologi
Pemerintah terus mendorong pembangunan infrastruktur energi terbarukan, seperti pembangkit listrik bertenaga energi terbarukan, serta mempercepat pengembangan jaringan listrik yang dapat mendukung distribusi energi terbarukan ke berbagai wilayah.
- Kemitraan dengan sektor swasta dan internasional
Pemerintah juga bekerja sama dengan sektor swasta dan mitra internasional untuk mempercepat investasi dalam proyek energi terbarukan. Skema kemitraan publik-swasta (public private partnership/PPP) menjadi salah satu model yang banyak digunakan untuk menarik investasi dalam pengembangan energi hijau. Selain itu, Indonesia juga aktif dalam berbagai forum internasional terkait energi terbarukan, seperti International Renewable Energy Agency (IRENA) dan Paris Agreement, guna mendapatkan dukungan teknologi dan pendanaan.
Energi terbarukan memiliki peran yang sangat strategis dalam mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi. Dengan potensi sumber daya yang melimpah dan dukungan regulasi yang kuat, Indonesia memiliki peluang besar untuk beralih ke energi bersih yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Peran Swasta dalam Pengembangan Energi Baru
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi (“UU Panas Bumi”).
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”).
- Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) (“Perpres 22/2017”).
Referensi:
- Peluang Penggunaan Energi Surya di Indonesia Besar, Namun Masih Tertinggal. Kompas.com. (Diakses pada 19 Maret 2025 pukul 10.04 WIB).
- Potensi Energi Panas Bumi Indonesia: Sumber Energi Terbarukan yang Terlupakan. Viva.co.id. (Diakses pada 19 Maret 2025 pukul 10.19 WIB).
- Indonesia Masih Ketergantungan Impor Energi, Bagaimana Cara Atasinya?. Liputan6. (Diakses pada 19 Maret 2025 pukul 10.23 WIB).