Angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia yang semakin bertambah kian mengkhawatirkan. Pada rentang waktu Januari hingga April 2025, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat bahwa 24.036 pekerja yang telah terdampak PHK. Keadaaan ini mencerminkan adanya kondisi ketenagakerjaan yang penuh tantangan, terutama dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global maupun dampak dari perubahan teknologi.
Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah mengambil langkah strategis dengan memberikan keringanan iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama Februari hingga Juli 2025 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Tahun 2025. Melalui regulasi ini, diharapkan perusahaan dapat mempertahankan tenaga kerja dan menjaga kelangsungan operasionalnya, tanpa melakukan PHK.
Definisi dan Kriteria Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu
Pada Pasal 1 Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/10/2013 Tahun 2013 tentang Definisi dan Batasan serta Klasifikasi Industri Padat Karya Tertentu (“Permenperin 51/2013”) menjelaskan bahwa industri padat karya tertentu adalah industri yang memiliki tenaga kerja paling sedikit 200 orang dan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%.
Kemudian dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Tahun 2025 (“PP 7/2025”) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan jaminan kecelakaan kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Tujuan pemerintah mengundangkan PP 7/2025 adalah sebagai acuan pemberian keringanan pembayaran iuran JKK pada program jaminan sosial ketenagakerjaan pada jangka waktu tertentu dengan tetap memberikan perlindungan bagi pekerja yang bekerja di Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja sebagaimana hal ini tertera dalam Pasal 2 PP 7/2025.
Industri Padat Karya Tertentu yang dimaksud pada paragraf di atas terdiri dari 6 kategori, yakni:
- Industri makanan, minuman, dan tembakau;
- Industri tekstil dan pakaian jadi;
- Industri kulit dan barang kulit;
- Industri alas kaki;
- Industri mainan anak; dan
- Industri furnitur.
Pemerintah memberikan keringanan iuran JKK bagi Perusahaan Industri Padat Karya yang memenuhi persyaratan tertentu, yaitu industri yang memiliki jumlah pekerja paling sedikit 50 orang yang terdaftar sebagai peserta aktif di BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana tertera dalam Pasal 3 ayat (3) PP 7/2025.
Baca juga: Mengenal Perbedaan JKN dan BPJS
Syarat Pemberian Keringanan Iuran JKK bagi Perusahaan
Keringanan iuran JKK yang diberikan sebesar 50% yang dibedakan atas beberapa kelompok sesuai dengan tingkat risiko lingkungan kerja, yakni sebagai berikut:
- Tingkat risiko sangat rendah
Tingkatan ini awalnya diberikan sebesar 0,24% dari upah sebulan yang kemudian diberi keringanan sehingga menjadi 0,120% dari upah sebulan.
- Tingkat risiko rendah
Pada tingkat ini yang mana awalnya iuran JKK sebesar 0,54% menjadi sebesar 0,27% dari upah sebulan.
- Tingkat risiko sedang
Pada awalnya, tingkat risiko sedang mendapatkan besaran iuran JKK 0,89% dari upah sebulan yang kemudian diberikan keringanan hingga menjadi 0,445%.
- Tingkat risiko tinggi
Pada tingkatan ini, besaran iuran dari yang semula 1,27% dari upah sebulan menjadi 0,635% dari upah sebulan.
- Tingkat risiko sangat tinggi
Tingkatan ini pada awalnya mendapat besaran iuran JKK sebesar 1,74% menjadi 0,870%.
Pembayaran iuran JKK harus dilakukan setiap bulan yang mana paling lambat dibayarkan pada tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila ingin mendapatkan keringanan iuran JKK, maka perusahaan wajib melunasi iuran JKK hingga Januari 2025 sebagai persyaratan lain yang wajib ditepati.
Baca juga: Ini Syarat dan Cara Jadi Peserta BPJS
Konsekuensi bagi Perusahaan yang Terlambat melaksanakan Pembayaran keringanan Iuran JKK
Pada PP 7/2025 tidak membahas secara eksplisit mengenai besaran denda yang diberikan kepada perusahaan apabila terlambat melakukan pembayaran keringanan iuran JKK sebagaimana tertera dalam Pasal 7 yang berbunyi:
“Keterlambatan pembayaran keringanan iuran JKK dikenakan denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Akan tetapi, jika dikaitkan dengan masa pandemi covid-19 yang mana pemerintah pun memberikan keringanan iuran JKK sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama Bencana Non alam Penyebaran CoronaVirus Disease 2019 (Covid-19) (“PP 49/2020”) tertera mengenai denda yang diberlakukan kepada pihak-pihak yang terlambat membayar iuran, yakni dalam Pasal 23 ayat (1) PP 49/2020 menjelaskan bahwa adanya keterlambatan pembayaran iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang melebihi batas waktu akan dikenakan denda sebesar 0,5% untuk setiap bulan keterlambatan.
Eksistensi PP 7/2025 yang mengatur terkait keringanan iuran JKK sebesar 50% merupakan wujud dukungan pemerintah kepada perusahaan industri padat karya tertentu yang berdiri di Indonesia dalam menghadapi tantangan global sekaligus menjaga stabilitas ketenagakerjaan dengan tetap memastikan terjaminnya hak-hak para pekerja. Akan tetapi, perusahaan perlu memenuhi persyaratan tertentu untuk mendapatkan keringanan iuran JKK dan melaksanakan kewajiban pembayaran iuran secara tepat waktu karena akan mendapatkan denda apabila telat melakukan pembayaran iuran JKK. Maka dari itu, perusahaan perlu mematuhi ketentuan yang berlaku untuk menjaga kelangsungan usaha dan kesejahteraan pekerja.***
Baca juga: Manfaat Uang Tunai dan Manfaat Pelatihan Kerja Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyesuaian Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Tahun 2025 (“PP 7/2025”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2020 tentang Penyesuaian Iuran Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan selama Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/10/2013 Tahun 2013 tentang Definisi dan Batasan serta Klasifikasi Industri Padat Karya Tertentu (“Per”).
Referensi: