Dalam ilmu hukum “Wanprestasi” adalah pihak yang tidak bisa memenuhi hak atau kewajiban seperti tertuang dalam klausul perjanjian yang telah disepakati bersama. Secara definisi wanprestasi juga dapat disebut tindakan kelalaian dalam sebuah perjanjian atau perikatan. 

Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), prestasi yang dituntut merujuk kepada tiga hal. yaitu memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Menurut Pasal 1238 KUH Perdata, wanprestasi adalah suatu kondisi dimana debitur dinyatakan lalai terkait dengan suatu perintah atau akta yang sejenis itu atau berdasarkan kekuatan dari perikatan itu sendiri. 

Unsur-unsur gugatan wanprestasi, antara lain:

  1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang sudah dijanjikan seperti yang tertuang dalam sebuah perjanjian;
  2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan; 
  3. Melakukan apa yang dijanjikan, namun melebihi batas waktu yang sudah disepakati;
  4. Melakuan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Ganti Rugi Dalam Wanprestasi 

Pihak yang melakukan wanprestasi harus memberikan ganti rugi berupa biaya, kerugian, dan bunga. Sanksi terhadap gugatan wanprestasi diatur oleh Pasal 1239 KUHPer yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Jika nantinya ada pembatalan perjanjian, pembatal itu pun harus disertai ganti rugi. Pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang melakukan cidera janji. 

Selain itu pihak yang mengalami kerugian dapat melakukan upaya hukum berupa gugatan perdata yang didalamnya terdapat permintaan ganti rugi atas kerugian yang dialaminya. Ganti rugi bisa berupa kerugian materil dan immaterial. 

Baca Juga: Hukum Harta Gono Gini Dalam Nikah Siri

Somasi Pada Perbuatan Wanprestasi

Apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau melakukan kelalaian terhadap batas waktu yang sudah ditentukan, pihak yang merasa dirugikan dapat memberikan surat teguran atau peringatan yang menerangkan telah terjadi cidera janji atau tidak terpenuhinya salah satu unsur yang tertuang dalam perjanjian. Surat ini dikenal dengan nama surat Somasi.

Surat teguran (somasi) bisa menjadi langkah efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum pengajuan gugatan ke pengadilan. Somasi bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang dianggap lalai dalam memenuhi janjinya. 

Ada tiga bentuk gugatan yang dapat diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan, yakni Melalui parate executie atau melakukan tuntutan sendiri secara langsung tanpa pengadilan, arbitrase , dan pengadilan.

Baca Juga: Pernikahan Usia Dini Menurut Hukum di Indonesia