Persoalan pernikahan dini menjadi sorotan dalam debat Capres 2024 yang disiarkan secara langsung melalui siaran televisi pada, Minggu (4/2/2024) malam lalu. Salah satu capres dalam debat tersebut menyoroti pernikahan dini sebagai pemicu gizi buruk atau stunting pada anak-anak usia dini.
Pernikahan dini yang terjadi di Tanah Air ikut mendapat sorotan dari United Nations Population Fund (UNFPA). Lembaga internasional ini mencatat, Indonesia berada pada posisi tertinggi ke-8 di dunia dalam hal angka pernikahan anak. Sedangkan, United Nations Children’s Fund (UNICEF) mencatat Indonesia menempati peringkat empat dalam perkawinan anak global dengan jumlah kasus sebanyak 25,53 juta, pada 2023.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) justru mengklaim rasio pernikahan dini sudah turun dalam 10 tahun terakhir, yaitu 36 dari 1.000 perempuan menjadi 26 dari 1.000 perempuan, pada 2022.
Pernikahan Berdasarkan UU Perkawinan
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai pasangan suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Indonesia merupakan Negara hukum oleh karena itu segala sesuatu diatur menurut UU yang berlaku. Termasuk ikatan pernikahan yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita akan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pernikahan itu juga harus tercatat dalam lembaga yang berwenang menurut Undang-undang yang berlaku.
Pernikahan bukan hanya atas dasar suka sama suka melainkan harus ada kesadaran bahwa kehidupan dalam pernikahan itu pastinya akan menghadapi banyak masalah dan tantangan di dalam kehidupan berkeluarga. Untuk itu dibutuhkan kepribadian dewasa dari pasangan suami istri untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunannya.
Berdasarkan alasan tersebut, maka salah satu prinsip yang digariskan oleh UU Perkawinan menegaskan bahwa calon mempelai untuk dapat melangsungkan perkawinan harus memiliki jiwa yang matang untuk dapat melangsungkan pernikahan.
Batas Usia Minimum Pernikahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa batas usia minimal seseorang boleh menikah, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan adalah di usia 19 tahun.
Dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini dilakukan oleh pasangan suami istri yang usianya dibawah 19 tahun. Pada dasarnya pernikahan yang terjadi dibawah usia tersebut tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Selain itu, bila calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun, ia harus mendapatkan izin kedua orang tua agar dapat melangsungkan pernikahan.
Alasan Mendesak
Meskipun undang-undang tidak memperbolehkan pernikahan dini atau pasangan di bawah usia 19 tahun, hukum Indonesia tetap mengakui pernikahan semacam itu. Berdasarkan Pasal 16 ayat (7) ayat (2) UU 2019, terdapat pengecualian jika menyimpang dari usia 19 tahun sebagai syarat untuk menikah.
Artinya, apabila orang tua laki-laki dan/atau perempuan meminta pengecualian secara hukum dengan alasan sangat mendesak dan disertai dengan bukti-bukti yang mendukung penyebab terjadinya pernikahan dini. Alasan mendesak mengacu pada situasi dimana tidak ada pilihan lain dan pernikahan mutlak diperlukan.
Permohonan pengecualian diajukan ke Pengadilan Agama jika muslim, dan ke Pengadilan Negeri jika menganut agama selain Islam. Jika pengadilan memberikan pengecualian, penting untuk mendengarkan pendapat kedua mempelai yang akan menikah.
Artinya pernikahan dini masih dimungkinkan secara sah berdasarkan peraturan di atas. Namun perkawinan ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana dijelaskan di atas.
Baca Juga: Harta Gono Gini Dalam Nikah Siri