Dalam era transisi energi global, pemanfaatan energi terbarukan menjadi solusi utama untuk meningkatkan ketahanan energi, terutama di wilayah pedesaan. Desa mandiri energi merupakan konsep yang memungkinkan komunitas lokal memenuhi kebutuhan listriknya secara berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya energi terbarukan seperti tenaga surya, biomassa, dan hidro. Kemandirian ini dicapai melalui pemanfaatan teknologi tepat guna seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mikrohidro, dan pembangkit biomassa.

Konsep desa energi tidak hanya berorientasi pada ketersediaan energi yang berkelanjutan, tetapi juga menjadi motor penggerak bagi pembangunan ekonomi pedesaan, peningkatan kualitas hidup masyarakat, serta pelestarian lingkungan hidup. Lebih lanjut, inisiasi ini sejalan dengan agenda transisi energi nasional dan netralitas karbon, sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional dari tingkat paling dasar, yakni desa.

Landasan Hukum EBT untuk Kemandirian Desa

Landasan hukum pemanfaatan energi terbarukan di desa didasari oleh kerangka regulasi nasional yang mendukung transisi energi menuju energi bersih dan berkelanjutan. Salah satu ketentuan utama terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (“UU Energi”). Dalam Pasal 20 ayat (2) UU Energi menyatakan bahwa: 

“Penyediaan energi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah pedesaan dengan menggunakan sumber energi setempat, khususnya sumber energi terbarukan.”

Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas untuk memperoleh energi dari sumber energi setempat. Ketentuan ini memberikan dasar hukum bagi pengembangan EBT di desa, sekaligus mendorong keterlibatan aktif pemerintah daerah dalam merancang dan merealisasikan program energi bersih. 

Lebih lanjut, Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik (“Perpres 112/2022”) menjadi pijakan penting lainnya. Perpres ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT dengan penekanan pada percepatan perizinan, penyederhanaan regulasi, serta penetapan harga jual listrik EBT yang kompetitif. Dalam konsep desa energi, Perpres ini membuka peluang besar bagi pelaku usaha, koperasi, maupun badan usaha milik desa (BUMDes) untuk berperan dalam pengembangan proyek energi terbarukan.

Kedua regulasi tersebut menjadi payung hukum yang kuat dalam menegaskan komitmen Indonesia terhadap transisi energi bersih, sekaligus membuka ruang bagi inisiasi lokal untuk dapat tumbuh dan berkembang. Desa sebagai unit terkecil dari pemerintahan mendapatkan legitimasi hukum untuk memanfaatkan, mengakses, dan mengelola sumber daya energi bersih dan berkelanjutan.

Model Implementasi Penerapan EBT di Daerah

Sejumlah daerah di Indonesia telah berhasil mengimplementasikan energi terbarukan di desa secara efektif. Salah satu model yang banyak diterapkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) komunal yang memungkinkan desa untuk memiliki sistem pembangkit listrik berbasis tenaga surya yang dapat digunakan secara kolektif oleh masyarakat. Di Desa Kamanggih, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur misalnya, PLTS komunal telah berhasil menyediakan energi listrik bagi ratusan rumah tangga yang sebelumnya tidak terjangkau jaringan listrik PLN.

Contoh lain adalah pemanfaatan pembangkit biomassa di Kabupaten Merauke, Papua, yang menggunakan limbah pertanian dan kayu sebagai bahan bakar utama. Pembangkit ini tidak hanya menyediakan energi listrik tetapi juga mengelola limbah organik secara efisien. Inisiatif ini telah meningkatkan produktivitas pertanian dan menciptakan lapangan kerja lokal dalam pengumpulan dan pengolahan bahan bakar biomassa.

Selain itu, ada pula Desa Andungbiru, yang berlokasi di Kecamatan Tiris, Kabupaten Probolinggo. Letaknya yang berada di daerah pegunungan menjadi medan yang sulit untuk diakses bahkan untuk mendirikan sarana dan prasarana listrik. Namun, desa ini memiliki potensi air sungai yang berlimpah yang akhirnya dimanfaatkan masyarakat lokal untuk mendapatkan akses listrik baru dengan jumlah yang tidak akan habis. Tercatat 500 kepala keluarga memperoleh manfaat dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Andungbiru. 

Keberhasilan implementasi model-model tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk keberadaan sumber daya energi lokal, ketersediaan teknologi yang sesuai, serta partisipasi dan pengelolaan komunitas yang kuat. Model pembiayaan campuran antara hibah, dana desa, dan kontribusi swadaya masyarakat menjadi strategi efektif dalam mendukung keberlangsungan proyek energi terbarukan di desa.

Baca juga: Pengembangan Energi Terbarukan di Kawasan Perkotaan

Tantangan Desa Mandiri Energi dan Dukungan Pemerintah

Meskipun potensi energi terbarukan di desa sangat besar, apalagi dari makmurnya sumber energi di Indonesia, namun implementasinya tidak lepas dari berbagai tantangan. Salah satu hambatan utama adalah keterbatasan pembiayaan. Banyak desa mengalami kesulitan dalam mengakses pendanaan awal untuk membangun infrastruktur energi. Selain itu, ketiadaan model bisnis yang berkelanjutan sering kali menyebabkan proyek desa mandiri terhenti dan tidak dikelola jangka panjang.

Bukan hanya itu, kurangnya tenaga kerja lokal yang memiliki keahlian teknis dalam pengoperasian dan perawatan sistem EBT juga menjadi kendala besar. Banyak proyek gagal berfungsi optimal karena tidak adanya pelatihan yang memadai untuk warga desa sebagai operator. Hal ini menekankan pentingnya investasi dalam pengembangan kapasitas SDM lokal sejak awal proyek.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah meluncurkan sejumlah program dukungan, seperti bantuan PLTS rumah tangga, program listrik desa, dan pelatihan teknis EBT. Skema pembiayaan inovatif seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), hibah internasional, serta kerja sama dengan lembaga filantropi dan sektor swasta mulai diperluas untuk mendukung pendanaan proyek-proyek ini.

Selain itu, dukungan regulasi dan kebijakan afirmatif dalam bentuk penyederhanaan izin, penyusunan standar teknis, serta fasilitasi pemasaran hasil energi lokal menjadi kunci penting untuk memperkuat ekosistem EBT di tingkat desa. Penguatan kelembagaan lokal seperti BUMDes Energi juga memainkan peran vital dalam menjaga keberlanjutan proyek jangka panjang.***

Baca juga: Pemanfaatan Energi Terbarukan di Indonesia

Daftar Hukum:

Referensi:

  • Wujud Nyata dari SDGs, Inilah 4 Desa Mandiri Energi di Indonesia. Good news from Indonesia. (Diakses pada 29 April 2025 pukul 12.59 WIB)
  • Menengok Kamanggih, Desa Mandiri Energi di Sumba Timur. Suara.com.  (Diakses pada 29 April 2025 pukul 13.10 WIB)
  • Kembali Dapat Dana Alokasi Khusus, Kementerian ESDM Dorong Pengembangan PLTS di NTT. Kontan.co. (Diakses pada 29 April 2025 pukul 13.17 WIB)