Penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia telah mengalami perubahan dari masa ke masa. Di mulai sejak era demokrasi parlementer pada tahun 1955 yang mana pelaksanaannya memilih anggota DPR dan konstituante, hingga pemilu terakhir yang telah dilaksanakan pada 2024 untuk memilih presiden dan anggota legislatif mencerminkan adanya perubahan yang signifikan terhadap dinamika demokrasi bangsa.
Akan tetapi, dibalik perubahan tersebut tersimpan luka yang begitu dalam mengingat tingginya korban dari petugas pemilu yang beruntuhan berupa setidaknya meninggal 94 orang dan lebih dari 13.000 orang mengalami sakit akibat kelelahan dan beban kerja yang berat. Kondisi yang mengkhawatirkan tersebut menjadi salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 untuk memisahkan antara pemilu nasional dan daerah demi terselenggaranya pemilu yang efektif dan efisien.
Manfaat Pemisahan dan Perubahannya
Skema pemilu pada periode sebelumnya, yakni Pemilu 2019 dan 2024 dengan sistem lima kotak secara serentak yang diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun sekali telah sesuai dan memenuhi ketentuan pada Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”). Lebih lanjut, mengenai pemilu secara serentak pun telah sesuai dengan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu yang menyatakan bahwa:
“Pemungutan suara pemilu diselenggarakan secara serentak.”
Kemudian, jika ditinjau dari sudut pandang administrasi negara, pelaksanaan pemilu 5 tahun sekali telah memberikan berbagai manfaat terhadap sistem demokrasi maupun pemerintahan di Indonesia, seperti mewujudkan efisiensi penyelenggaraan, efektivitas kas negara, serta mengurangi potensi konflik vertikal dan horizontal dalam sistem pemerintahan.
Meskipun penyelenggaraan pemilu telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana tertera dalam UU Pemilu dan memberikan berbagai manfaat, akan tetapi secara implisit hal tersebut telah melemahkan pelembagaan partai politik, melemahkan upaya penyederhanaan sistem kepartaian, serta menurunkan kualitas kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu, pemilu yang dilakukan secara sekaligus berisiko menimbulkan kebingungan bagi pemilih karena banyaknya jumlah surat suara yang harus dipilih.
Maka dari itu, diperlukan perubahan matang yang mampu mendongkrak sistem pemilu ke depannya di Indonesia. Salah satunya perubahan yang akan diterapkan adalah dengan memisahkan sistem pemilu nasional dan daerah sebagaimana hal ini didasari atas Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 (“Putusan Pemisahan Pemilu”).
Adanya perubahan terhadap sistem pemilu yang akan dilaksanakan pada 2029 mampu memberikan berbagai manfaat, diantaranya adalah meringankan beban penyelenggara
Alasan Putusan MK Memisahkan Pemilu Nasional dan Daerah pada Pemilu 2029
Pada praktiknya, pemisahan pemilu nasional dan daerah yang akan dilaksanakan pada tahun 2029 bukanlah hal yang baru dalam sistem demokrasi Indonesia, mengingat pada tahun 2004 pernah terjadi Pemilu yang diselenggarakan selama 2 putaran, yakni putaran pertama pada 5 Juli 2004 untuk memilih anggota legislatif, sementara itu pada tahap kedua di tanggal 20 September 2004 untuk memilih presiden dan wakil presiden. Meskipun demikian, pemisahan pemilu yang akan diselenggarakan pada 2029 ini tetap menjadi terobosan baru karena adanya jeda minimal 2 tahun dan maksimal 2 tahun 6 bulan antara pemilihan anggota legislatif, serta presiden dan wakil presiden. Adapun terobosan tersebut tentu didasari atas beberapa pertimbangan hukum dan fakta yang terjadi di lapangan, diantaranya ialah:
- Jarak Waktu Pemilihan yang Berdekatan
Pemilu yang selama ini telah berlangsung memiliki jarak yang sangat berdekatan, bahkan bersamaan. Hal tersebut membuat pemilih menghadapi pilihan yang sulit karena kurangnya waktu untuk mengenal lebih jauh terkait calon ataupun partai politik yang akan dipilih, sehingga mengakibatkan kualitas partisipasi masyarakat terhadap pemilu menjadi kurang maksimal.
- Kompleksitas Pemungutan Suara
Skema pemilihan “lima kotak suara” yang telah terselenggara pada tahun 2019 dan 2024 memiliki calon, partai, serta sistem perhitungan suara yang berbeda mampu menimbulkan kebingungan bagi pemilih, terutama bagi pemilih yang memiliki keterbatasan informasi. Tidak hanya berdampak pada pemilih, kompleksitas pemilihan lima kotak suara pun berdampak pada beban kerja KPPS yang meningkat secara drastis hingga menurunkan efektivitas pelaksanaan pemilu.
- Isu Pembangunan Daerah yang Tertutup Isu Nasional
Pada umumnya, setiap daerah memiliki permasalahan yang berbeda-beda, khususnya terhadap isu pembangunan daerah. Perbedaan tersebut sudah seharusnya menjadi prioritas bagi pemerintah beserta masyarakat sekitar yang tinggal di daerah tersebut. Akan tetapi, permasalahan tersebut dapat tertutupi oleh isu nasional karena isu nasional cenderung mendapatkan perhatian yang lebih besar dari media, pemerintah pusat, maupun masyarakat luas. Akibatnya, isu daerah yang mendesak seringkali tertutup oleh isu nasional.
- Persiapan Partai Politik yang Lebih Berkualitas
Menurut Mahkamah Konstitusi, jadwal penyelenggaraan pemilu yang bersamaan pada 2019 dan 2024 telah menekan partai politik untuk membagi fokus terhadap persiapan pemilu, mulai dari penyusunan visi-misi, kampanye legislatif dan eksekutif secara bersamaan, hingga strategi memenangkan pemilu. Dengan demikian, pemisahan pemilu ini menjadi langkah strategis untuk mempersiapkan partai politik yang lebih matang dan berkualitas.
- Pembenahan Regulasi
Hingga saat ini, UU Pemilu yang diundangkan pada tahun 2017 belum juga mengalami perubahan, padahal pembenahan regulasi merupakan hal yang sudah seharusnya diprioritaskan untuk menyesuaikan antara dinamika politik dengan kebutuhan demokrasi masa kini. Maka dari itu, sudah saatnya dilakukan revisi UU Pemilu sebagai langkah reformasi hukum.
Baca juga: Mengenal Meknisme Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu
Efek Pemisahan Pemilu 2029
Perubahan terhadap skema pemilu 2029 berpotensi memberikan efek yang mempengaruhi berbagai aspek, seperti hukum administrasi negara, tata kelola pemerintahan, serta dinamika politik.
Pertama, efek pada penyelenggaraan pemilu dan regulasi. Adanya pemisahan pemilu menuntut adanya revisi, khususnya terhadap UU Pemilu dan peraturan lain yang berkaitan. Akan tetapi, hal ini berisiko memunculkan tantangan tersendiri, seperti khawatir pemisahan pemilu dapat melampaui batas konstitusional sebagaimana dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) yang menyatakan bahwa pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Kedua, efek pada politik dan pemerintahan daerah. Melalui pemisahan pemilu, masa jabatan kepala daerah yang seharusnya berakhir pada 2029 menjadi diperpanjang selama sekitar 2 tahun sampai dengan waktu pemilu daerah selanjutnya. Hal itu menimbulkan risiko inkonstitusionalitas terhadap penyelenggaraan demokrasi daerah. Akan tetapi, disisi lain pemisahan ini memberikan kesempatan bagi kepala daerah untuk semakin fokus terhadap isu pembangunan daerah tanpa harus bersaing dengan isu nasional.
Ketiga, efek biaya dan administratif. Meskipun pemisahan pemilu bertujuan untuk memperbaiki kualitas pemilu dari yang sebelumnya, namun adanya pemisahan memberi risiko menambah beban anggaran dan administratif karena negara harus menanggung biaya 2 (dua) kali lipat untuk logistik, distribusi, pengamanan, dan honor petugas.
Keempat, efek bagi partai politik dan kandidat. Pemisahan pemilu membuat partai politik harus dapat menyesuaikan strategi dalam 2 (dua) gelombang pemilu yang berbeda. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat partai politik harus bekerja secara lebih keras, khususnya dalam mempersiapkan kader terbaik yang mana proses tersebut tentu memakan waktu yang tidak sebentar.
Kelima, efek terhadap demokrasi dan legitimasi pemilihan. Penambahan waktu luang antara pemilu nasional dan daerah memberikan waktu bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap pemerintahan nasional sebelum melakukan pemilihan pemimpin daerah. Adanya hal tersebut dapat meningkatkan akuntabilitas dan legitimasi. Akan tetapi, jika transformasi perubahan ini tidak diatur dalam regulasi yang mumpuni, maka pelaksanaannya justru berpotensi memunculkan ketidakpastian politik atau bahkan kekosongan lembaga. Maka dari itu, diperlukan rencana yang matang dengan landasan hukum yang kuat agar perubahan sistem pemilu mampu terlaksana secara efektif dan efisien, meningkatkan stabilitas politik, serta memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia.
Melalui Putusan Pemisahan Pemilu, MK bertekad kuat untuk mengubah sistem demokrasi di Indonesia. Meskipun diyakini akan meningkatkan kualitas sistem pemilu, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan tersebut harus memperhatikan aspek konstitusionalitas dan menuntut adanya revisi UU Pemilu. Maka dari itu, pemisahan pemilu pada tahun 2029 menjadi kesempatan besar untuk memperkuat demokrasi dan tata kelola pemerintahan selama dapat dilaksanakan dengan baik dan tanggung jawab oleh para pihak yang turut andil dalam proses penyelenggaraan pemilu.***
Baca juga: Sistem Pemilu Ideal Untuk Indonesia, Proporsional Terbuka atau Tertutup?
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”)
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”)
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXII/2024 (“Putusan Pemisahan Pemilu”)
Referensi:
- Sejarah KPU. KPU Kabupaten Kepulauan Anambas. (Diakses pada 23 Oktober 2025 Pukul 13.08 WIB).
- Puluhan Petugas Pemilu 2024 Meninggal Dunia – ‘Pemilu Serentak perlu Diubah’. BBC News Indonesia. (Diakses pada 23 Oktober 2025 Pukul 13.25 WIB).
- Pilkada Serentak Selaraskan Visi Pusat dan Daerah. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (Diakses pada 23 Oktober 2025 Pukul 13.40 WIB).
- Perludem: Pemilu Serentak Lima Kotak Melemahkan Pelembagaan Partai Politik. MKRI. (Diakses pada 23 Oktober 2025 Pukul 14.11 WIB).
- Begini Alasan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. HukumOnline. (Diakses pada 24 Oktober 2025 Pukul 09.15 WIB).
- Tanpa Revisi UU Pemilu Pasca Putusan MK, Potensi Timbulkan Kekosongan Hukum. HukumOnline. (Diakses pada 24 Oktober 2025 Pukul 09.39 WIB).
- Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah: Langkah Maju Demokrasi atau Beban Baru bagi Negara? Kompas. (Diakses pada 21 Oktober 2025 Pukul 10.24 WIB).
- Ini 5 Tantangan Pelaksanaan Putusan MK 135/2024. HukumOnline. (Diakses pada 21 Oktober 2025 Pukul 10.55 WIB).
