Dalam negara demokrasi, penentuan pemimpin dilakukan melalui proses Pemilihan Umum (Pemilu). Di Indonesia, Pemilu dilaksanakan sesuai dengan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk menentukan presiden, wakil presiden dan wakil rakyat.

Namun demikian, pelaksanaan Pemilu tidak selalu berjalan dengan lancar dan kerap terjadi perselisihan. Pada Pasal 1 angka 15 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan dalam Perselisihan Hasil di Mahkamah Konstitusi (Peraturan Bawaslu 10/2023), perselisihan hasil pemilu (PHPU) merupakan perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan peserta pemilu terkait perolehan suara pemilu dalam lingkup nasional. Penyelesaian PHPU ini dapat dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi selaku lembaga yang berwenang untuk memutus PHPU.

Penyelesaian PHPU diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 22 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan dalam Perselisihan Hasil di Mahkamah Konstitusi.

Lalu apa saja yang masuk katagori PHPU sebagaimana diatur dalam undang-undang?

Sebagaimana telah diketahui bahwa perselisihan hasil pemilu merupakan perselisihan antara KPU dengan peserta pemilu, maka kategori perselisihan hasil pemilu terdiri atas:

  1. Perselisihan perolehan suara hasil pemilu terhadap anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional yang mampu mempengaruhi perolehan kursi bagi peserta pemilu
  2. Perselisihan perolehan suara hasil pemilu terhadap Presiden dan Wakil Presiden secara nasional yang mampu mempengaruhi penetapan hasil pemilu presiden dan wakil presiden

Sementara itu, lembaga negara yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa MK memiliki kewenangan dalam mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

  1.   Menguji undang-undang (UU) terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
  2.   Memutus sengketa kewenangan lembaga negara
  3.   Memutus pembubaran partai politik (parpol)
  4.   Memutus perselisihan terkait hasil pemilihan umum.

Mekanisme penyelesaian PHPU terbagi atas Pemilu Anggota Legislatif dan pemilu Presiden dan Wapres. Mekanisme PHPU untuk anggotaa legeslatif mengacu pada Pasal 474 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan, penyelesaian perselisihan hasil pemilu dapat dilakukan dengan cara:

  1. Pengajuan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi paling lama 3 x 2 jam sejak diumumkan perolehan suara hasil pemilu anggota legislatif
  2. Pemohon memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 jam sejak diterima permohonan oleh MK (jika pengajuan permohonan kurang lengkap)
  3. KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Sementara itu, penyelesaian PHPU Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dilakukan dengan mengajukan permohonan, penyampaian laporan permohonan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), pencatatan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK), penyampaian salinan permohonan kepada termohon dan Bawaslu.

Persyaratan lainnya adalah, mengajukan permohonan kepada termohon dan Bawaslu, RPH mengenai permohonan sebagai pihak terkait, ketetapan sebagai pihak terkait, penyampaian salinan permohonan kepada pihak terkait, pemberitahuan sidang pertama kepada para pihak dan Bawaslu, pemeriksaan pendahuluan, penyerahan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan keterangan Bawaslu, pemeriksaan persidangan, pelaksanaan RPH pembahasan perkara, pengucapan putusan mahkamah serta penyerahan/penyampaian salinan putusan mahkamah atau ketetapan mahkamah.

Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi pemerintah memiliki perangkat aturan yang jelas dan penyelesaian sebagaimana diatur melalui mekanisme hukum yang berlaku terkait perselisihan hasil Pemilu Presiden/Wapres dan Legeslatif. 

Baca Juga: Mantan Terpidana Bisa Jadi Calon Kepala Daerah

Sumber: