Di tengah kompetisi bisnis yang semakin ketat, desain industri bukan sekadar urusan estetika. Bagi banyak perusahaan. Bagi berbagai sektor usaha, mulai dari manufaktur, mode, kemasan, hingga produk konsumen, desain memegang peranan penting dalam membentuk identitas merek. Desain yang unik, kreatif, dan mudah dikenali tidak hanya menjadi pembeda di tengah persaingan pasar, tetapi juga berfungsi untuk menarik minat konsumen, membangun persepsi akan mutu produk, serta memperkuat citra merek secara keseluruhan.
Meski demikian, tanpa perlindungan hukum yang memadai, identitas tersebut rentan ditiru, dijiplak, atau bahkan diklaim oleh pihak lain. Jika tidak didaftarkan secara resmi, pemilik desain berisiko kehilangan hak eksklusif atas kreasinya, terlibat dalam konflik hukum yang kompleks dan mahal, atau bahkan menyaksikan hasil investasinya dimanfaatkan oleh kompetitor. Oleh karena itu, pentingnya pemahaman menyeluruh mengenai aspek hukum desain industri di Indonesia. Mulai dari persyaratan, alur pendaftaran, hingga contoh kasus sengketa menjadi hal krusial bagi pelaku bisnis, desainer, maupun konsultan kekayaan intelektual.
Pentingnya Desain Industri sebagai Identitas Bisnis
Desain industri merupakan kreasi bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis dan warna yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam produk dua atau tiga dimensi. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“UU Desain Industri”), sebuah desain industri dapat digunakan untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau pun kerajinan tangan.
Dalam dunia bisnis, desain industri berfungsi sebagai wajah produk yang membedakan satu merek dari yang lain. Desain yang unik dan menarik tidak hanya memperkuat citra suatu merek, tetapi juga meningkatkan daya tarik konsumen di pasar dan menciptakan asosiasi emosional yang mendalam dari sisi konsumen. Misalnya, desain botol minuman yang ikonik atau kemasan kosmetik yang elegan bisa menjadi ciri khas yang langsung dikenali konsumen di rak toko, bahkan tanpa melihat label merek.
Lebih lanjut, desain industri juga mencerminkan bagaimana filosofi yang diterapkan suatu perusahaan dan berkaitan pula dengan positioning bisnis. Gaya, bentuk, dan estetika yang dipilih dalam desain produk sering kali menjadi cerminan dari visi, misi, dan karakter merek itu sendiri. Sebuah perusahaan yang mengedepankan keberlanjutan, misalnya, mungkin akan memilih desain yang minimalis, ramah lingkungan, dan menggunakan material daur ulang. Sementara perusahaan yang menargetkan segmen premium akan menampilkan desain yang mewah, elegan, dan berkelas.
Karena desain industri memuat nilai strategis dan filosofis yang melekat pada identitas merek, maka penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa desain tersebut memiliki perlindungan hukum yang sah. Di sinilah prinsip kebaruan menjadi krusial, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Desain Industri, yang menetapkan bahwa hanya desain yang benar-benar baru dan belum pernah diungkapkan sebelumnya yang dapat memperoleh hak perlindungan. Negara pun berperan untuk mencegah pembajakan desain melalui proses pemeriksaan yang ketat sebelum memberikan hak atas desain tersebut kepada pemohon.
Pemeriksaan ini mencakup verifikasi administratif dan substantif untuk memastikan bahwa desain yang diajukan belum pernah dipublikasikan atau digunakan secara komersial sebelumnya, baik di dalam maupun luar negeri. Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa hak eksklusif yang diberikan benar-benar layak dan tidak menimbulkan konflik dengan desain yang telah ada.
Dengan demikian, prinsip kebaruan bukan hanya menjadi syarat formal, tetapi juga fondasi keadilan dalam sistem perlindungan desain industri. Ini mencegah monopoli atas desain yang sudah dikenal publik dan memastikan bahwa hanya inovasi asli yang mendapatkan pengakuan hukum. Bagi pelaku usaha dan desainer, memahami dan memenuhi prinsip ini berarti menjaga integritas karya, memperkuat posisi hukum, dan menghindari risiko pembatalan hak di kemudian hari.
Lalu, Bagaimana Prosedur Agar Desain Industri Milikmu Dapat Dilindungi?
Melindungi desain industri bukan hanya soal menjaga estetika produk, tetapi juga soal mengamankan aset bisnis yang bernilai strategis. Ketika desain menjadi pembeda utama di pasar dan mencerminkan karakter merek, maka perlindungan hukum atas desain tersebut menjadi langkah penting untuk mencegah peniruan, klaim sepihak, atau eksploitasi oleh pihak lain. Tanpa perlindungan yang sah, desain yang telah dirancang dengan riset dan investasi besar bisa dengan mudah disalahgunakan oleh kompetitor.
Oleh karena itu, memahami dan mengikuti prosedur pendaftaran desain industri secara resmi adalah fondasi utama bagi pelaku usaha, desainer, maupun konsultan HKI untuk memastikan hak eksklusif atas karya mereka diakui dan dilindungi oleh negara. Permohonan atas pendaftaran desain industri di Indonesia diajukan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di bawah naungan Kementerian Hukum.
Melalui Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“PP 1/2005”) diatur bahwa permohonan hanya dapat diajukan untuk:
- 1 (satu) Desain Industri; atau
- Beberapa Desain Industri yang merupakan suatu kesatuan, atau yang memiliki kelas yang sama.
Perlindungan desain industri di Indonesia menganut asas konstitutif, yang artinya hak eksklusif hanya diberikan setelah desain didaftarkan secara resmi ke DJKI dengan melampirkan beberapa data pendukung, di antaranya:
- Gambar desain industri;
- Uraian desain industri;
- Surat Pernyataan Kepemilikan Desain Industri;
- Surat Kuasa (jika diajukan melalui konsultan);
- Surat Pernyataan Pengalihan Hak (jika pemohon dan pendesain berbeda);
- Surat Keterangan UMK (jika pemohon merupakan usaha mikro atau usaha kecil);
- SK Akta Pendirian (jika pemohon merupakan lembaga pendidikan atau litbang pemerintah.
Permohonan pendaftaran desain industri merogoh kocek sebesar Rp300.000 untuk Usaha Kecil dan Menengah (UMK) dan Rp600.0000 untuk non-UMK untuk setiap permohonan. Dilansir dari laman resmi DJKI, prosedur pendaftaran desain industri baru yakni sebagai berikut:
- Pemohon melakukan registrasi pada laman desainindustri.dgip.go.id
- Klik tambah untuk membuat Permohonan Baru;
- Pemohon mengisi seluruh formulir yang tersedia;
- Unggah data pendukung yang dibutuhkan
- Pesan kode pembayaran dengan klik Generate Kode Billing;
- Lakukan pembayaran sesuai dengan kode billing maksimal pukul 23.59 WIB di hari yang sama;
- Jika semua dirasa sudah sesuai, klik selesai;
- Permohonan telah diterima oleh DJKI.
Baca juga: Hak Cipta Dalam Penggunaan Font Website dan Desain Produk Perusahaan
Pendaftaran Desain Industri sebagai Alat Monitoring dan Pencegahan Pelanggaran
Pendaftaran desain industri tidak hanya berfungsi sebagai bukti kepemilikan sah, tetapi juga sebagai instrumen strategis untuk memantau penggunaan desain di pasar dan mencegah pelanggaran. Dengan adanya sertifikat resmi dan pencatatan dalam database DJKI, pemilik desain dapat dengan mudah mengidentifikasi apakah desainnya digunakan tanpa izin oleh pihak lain. Sistem ini memungkinkan pemilik hak untuk melakukan pemantauan secara berkala, baik melalui pengawasan langsung di lapangan maupun dengan bantuan teknologi dan konsultan HKI.
Selain itu, pendaftaran memberikan dasar hukum yang kuat untuk melakukan penegakan hak. Dalam Pasal 9 ayat (1) UU Desain Industri dijelaskan bahwa:
“Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.”
Ketika terjadi dugaan pelanggaran, pemilik desain dapat mengajukan somasi, mediasi, atau gugatan hukum dengan mengacu pada sertifikat yang telah diterbitkan. Tanpa pendaftaran, proses pembuktian menjadi jauh lebih sulit dan rentan terhadap penolakan di pengadilan. Oleh karena itu, pendaftaran bukan hanya soal perlindungan pasif, tetapi juga langkah aktif dalam menjaga eksklusivitas dan integritas desain.
Dalam praktiknya, sengketa desain industri di Indonesia sering kali muncul karena ketidaktahuan atau kelalaian pelaku usaha dalam memahami pentingnya pendaftaran. Beberapa kasus menunjukkan bahwa desain yang telah digunakan secara luas oleh satu pihak justru diklaim oleh pihak lain yang lebih dahulu mendaftarkannya. Selain itu, pelanggaran yang paling umum juga dilakukan dengan cara “slavish imitation”, yaitu peniruan desain industri yang sudah ada dengan menambahkan sedikit perubahan agar terlihat berbeda.
Hal ini menimbulkan konflik hukum yang kompleks dan berujung pada pembatalan hak, ganti rugi, atau bahkan sanksi pidana. Sengketa juga dapat terjadi ketika dua pihak mengklaim desain yang mirip, namun hanya satu yang memiliki bukti pendaftaran resmi. Dalam situasi seperti ini, prinsip “first to file” menjadi penentu utama, di mana pihak yang pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemilik sah. Pengadilan akan menilai kebaruan desain, tanggal pengajuan, dan bukti penggunaan untuk menentukan siapa yang berhak atas perlindungan hukum.
Untuk menghindari sengketa semacam ini, maka pelaku usaha disarankan untuk:
- Melakukan pencarian desain terlebih dahulu sebelum mengajukan pendaftaran;
- Menyimpan bukti proses kreatif dan dokumentasi desain;
- Segera mendaftarkan desain sebelum dipublikasikan atau dipasarkan;
- Melakukan pemantauan berkala terhadap pasar dan database DJKI;
- Berkonsultasi dengan ahli HKI untuk strategi perlindungan yang lebih komprehensif
Desain industri adalah aset strategis yang merepresentasikan identitas, nilai, dan daya saing sebuah produk di pasar. Untuk melindungi nilai tersebut, pendaftaran desain secara resmi menjadi langkah krusial yang tidak hanya memberikan hak eksklusif, tetapi juga memungkinkan pemilik desain memantau penggunaan, mencegah pelanggaran, dan menyelesaikan sengketa secara sah. Dengan memahami prosedur dan dasar hukum yang berlaku, pelaku usaha dan desainer dapat memastikan bahwa kreativitas mereka tidak hanya diakui, tetapi juga terlindungi secara berkelanjutan.***
Baca juga: Panduan Lengkap Cara Melindungi Desain Industri Milikmu!
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“UU Desain Industri”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“PP 1/2005”).
Referensi:
- Ali Masnun, M. (2020). Menggagas Perlindungan Hukum Bagi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Atas Hak Desain Industri Di Indonesia. Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis Dan Investasi, 11(2), 20. (Diakses pada 29 September 2025 pukul 10.01 WIB).
- Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Industri. HukumOnline. (Diakses pada 29 September 2025 pukul 10.49 WIB).
- Syarat dan Prosedur Pendaftaran Desain Industri. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). (Diakses pada 29 September 2025 pukul 10.56 WIB).
- Augusdityar, Q., Citrawinda, C., & Nasruddin, M. (2025). Implikasi Hukum Perlindungan Desain Industri di Indonesia: Studi Kasus Putusan Nomor 147 K/Pdt.Sus-HKI/2024. Krisna Law : Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, 7(1), 1–14. (Diakses pada 29 September 2025 pukul 11.36 WIB).