Usaha kecil merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian UMKM per Desember 2024, terdapat 65,5 juta unit usaha mikro kecil atau setara dengan 99,9% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) dari total usaha yang ada. UMKM bukan hanya memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi, namun juga menjadi penggerak utama dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, tidak sedikit dari pelaku usaha kecil yang menjalankan aktivitas ekonominya tanpa dilengkapi legalitas atau izin usaha yang semestinya. Padahal, izin usaha bukan sekadar formalitas administratif, melainkan elemen krusial dalam menjamin keberlangsungan dan legalitas usaha.
Ketiadaan izin usaha dapat menimbulkan berbagai konsekuensi hukum yang tidak ringan, baik dalam bentuk sanksi administratif hingga sanksi pidana. Di sisi lain, memiliki izin usaha tidak hanya memberikan perlindungan hukum, tetapi juga membuka akses yang lebih luas terhadap pembiayaan, pasar, dan kemitraan. Oleh karena itu, pemahaman mengenai jenis izin usaha yang wajib dimiliki oleh usaha kecil serta implikasi hukumnya menjadi penting bagi pelaku usaha yang ingin menjalankan bisnisnya secara sah dan berkelanjutan.
Jenis Izin Usaha yang Wajib Dimiliki oleh Usaha Kecil
Dalam praktiknya, jenis izin usaha yang wajib dimiliki oleh usaha kecil bergantung pada sektor usaha yang dijalankan. Namun secara umum, ada beberapa jenis perizinan dasar yang perlu dimiliki agar suatu usaha kecil dapat dianggap sah menurut hukum.
- Nomor Induk Berusaha (NIB)
NIB adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh sistem Online Single Submission (OSS) dan berlaku sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Impor (API), serta Akses Kepabeanan bagi pelaku usaha yang memerlukan. NIB merupakan pintu masuk legalitas utama bagi seluruh skala usaha, termasuk usaha kecil.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 28/2025”) bahwa NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas bagi Pelaku Usaha dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
- Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Perizinan Berusaha berbasis risiko dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).
Hal tersebut pun diamanatkan melalui Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“PP 7/2021”) bahwa Usaha Mikro dan Usaha Kecil yang baru mendirikan usaha dapat langsung mengajukan permohonan nomor induk berusaha, sertifikat standar, dan/atau izin melalui sistem Perizinan Berusaha yang terintegrasi secara elektronik.
Ketentuan tersebut menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah untuk menyederhanakan proses legalisasi usaha bagi pelaku UMK. Melalui sistem Perizinan Berusaha yang terintegrasi secara elektronik, pelaku UMK yang baru memulai usaha tidak lagi harus melalui prosedur birokratis yang panjang dan kompleks. Mereka dapat langsung mengakses layanan perizinan seperti pengajuan Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat standar, dan izin lainnya secara daring, yang tidak hanya mempercepat proses tetapi juga meningkatkan transparansi dan efisiensi administrasi.
- Izin Lokasi dan Izin Lingkungan
Beberapa jenis usaha, meskipun skala kecil, memerlukan izin lokasi usaha dan/atau izin lingkungan.Persyaratan ini diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“PP 22/2021”) yang menjelaskan bahwa:
“Persetujuan Lingkungan wajib dimiliki oleh setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki Dampak Penting atau tidak penting terhadap lingkungan.”
Meskipun tergolong dalam skala kecil, beberapa jenis usaha tetap memiliki potensi dampak terhadap lingkungan yang tidak dapat diabaikan. Contohnya adalah usaha makanan rumahan yang menghasilkan limbah cair dari proses pencucian dan pengolahan bahan makanan, atau bengkel kendaraan bermotor yang menghasilkan limbah oli, pelumas, dan bahan kimia lainnya. Usaha-usaha semacam ini wajib memenuhi persyaratan izin lokasi dan izin lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Baca juga: Membongkar Peran Strategis Audit Internal dalam Mitigasi Risiko Perusahaan
Akibat Jika Tidak Memiliki Izin Usaha
Beroperasi tanpa izin usaha bukan hanya tindakan yang merugikan dari sisi operasional, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Usaha yang dijalankan tanpa legalitas resmi berpotensi menghadapi berbagai konsekuensi, mulai dari sanksi administratif hingga pidana, tergantung pada tingkat pelanggaran dan sektor usaha yang bersangkutan.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 46 angka 34 UU Cipta Kerja yang merupakan perubahan dari Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU 7/2014”) di mana disebutkan bahwa:
- Pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha perdagangan tidak memenuhi Perizinan Berusaha di bidang Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
- Dikecualikan dari pengenaan sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah atau menengah;
- Bagi Pelaku Usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berisiko rendah atau menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77A ayat (1).
Lebih lanjut, Pasal 46 angka 27 UU Cipta Kerja yang merupakan perubahan dari Pasal 77A UU 7/2014 mengatur bahwa pelanggaran terhadap ketentuan perizinan berusaha dapat dikenakan sanksi administratif terlebih dahulu, seperti teguran tertulis, penarikan barang dari distribusi, penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, denda, hingga pencabutan perizinan berusaha. Namun, jika pelanggaran tersebut berdampak pada keselamatan publik atau menimbulkan kerugian konsumen, maka sanksi pidana dapat langsung diterapkan.
Dengan demikian, pelaku usaha kecil yang mengabaikan kewajiban perizinan tidak hanya menghadapi risiko penutupan usaha, tetapi juga ancaman pidana yang dapat merusak reputasi dan kelangsungan bisnis mereka. Legalitas usaha bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk komitmen terhadap tata kelola usaha yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Selain itu, jika suatu usaha tidak memiliki izin “mendasar” seperti NIB yang merupakan identitas resmi bagi pelaku usaha di Indonesia, maka berpotensi mengalami berbagai kesulitan. Tanpa NIB, pelaku usaha akan menghadapi berbagai hambatan administratif yang dapat menghambat operasional dan pengembangan bisnis. Kesulitan ini mencakup pengurusan izin lanjutan seperti izin lokasi, izin lingkungan, sertifikat halal, hingga akses terhadap fasilitas fiskal dan pembiayaan. NIB juga menjadi syarat utama untuk mengikuti program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan UMKM, dan kemitraan dengan sektor formal. Dengan kata lain, usaha yang tidak memiliki NIB akan terpinggirkan dari ekosistem bisnis yang terintegrasi dan berdaya saing.
Menurut data Kementerian Investasi/BKPM, lebih dari 12 juta NIB telah diterbitkan hingga pertengahan 2025, dengan 96,83% diantaranya berasal dari usaha mikro, menunjukkan bahwa proses pengurusan NIB kini semakin mudah dan inklusif. Bahkan, waktu pengurusannya disebut hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Dengan memiliki NIB, pelaku usaha memperoleh kepastian hukum, akses terhadap pasar, kemudahan ekspor-impor, serta perlindungan sosial melalui integrasi otomatis dengan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Legalitas usaha adalah investasi jangka panjang yang penting untuk kelangsungan dan pertumbuhan bisnis kecil. Bagi pelaku usaha kecil, memahami dan mengurus perizinan seharusnya menjadi langkah awal dalam membangun fondasi bisnis yang berkelanjutan. Legalitas adalah pintu menuju perlindungan, pembiayaan, hingga ekspansi. Jangan sampai usaha yang telah dibangun dengan jerih payah justru terganjal hanya karena abai terhadap perizinan.***
Baca juga: Pemilik Usaha Harus Tahu, Langkah-langkah Membuat Nomor Induk Berusaha
Daftar Hukum:
- Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“PP 28/2025”).
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (“UU Cipta Kerja”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“PP 7/2021”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“PP 22/2021”).
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (“UU 7/2014”).
Referensi:
- UMKM Berkelanjutan Kunci Masa Depan Ekonomi Indonesia. Republika. (Diakses pada 21 Juli 2025 pukul 08.10 WIB).
- Penguatan UMKM sebagai Tulang Punggung Ekonomi Lokal. UMKM Indonesia. (Diakses pada 21 Juli 2025 pukul 08.15 WIB).
- Adakah Sanksi Jika Tidak Memiliki NIB?. HukumOnline. (Diakses pada 21 Juli 2025 pukul 11.01 WIB).
- Booming Usaha Mikro! 12 Juta Lebih NIB Terbit Bukti Kemudahan Berbisnis di Indonesia. Suara.com. (Diakses pada 21 Juli 2025 pukul 11.02 WIB).