Klinik kecantikan di Indonesia kini menjadi salah satu pilihan yang populer bagi masyarakat yang ingin meningkatkan penampilan dan kesehatan kulit. Namun, sepanjang tahun 2023 hingga 2024 tak terhitung sejumlah kasus hukum klinik kecantikan yang berujung petaka. Dugaan malpraktik dan produk-produk kosmetik tak berizin pun memakan korban. Dikutip dari laman detikhealth, di awal tahun 2024 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pengawasan dan investigasi di ratusan sarana klinik kecantikan untuk memeriksa produk-produk yang digunakan. Dilaporkan sebanyak 51.719 produk kosmetik ilegal yang beredar di 731 klinik kecantikan.
Kegiatan berusaha klinik kecantikan di Indonesia telah diatur pada peraturan perundang-undangan yang wajib untuk dipatuhi. Aspek hukum klinik kecantikan yang legal wajib memiliki perizinan berusaha yang relevan dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Perizinan tersebut tak hanya untuk memastikan klinik yang dilakukan sesuai dengan standar, namun juga dapat menjamin bahwa klinik tersebut memiliki tenaga medis atau dokter estetika yang memenuhi kualifikasi dan sertifikasi yang diperlukan untuk melakukan tindakan medis.
Dokter estetika merupakan dokter umum yang telah menjalani pelatihan khusus dan mendapatkan izin untuk melakukan berbagai prosedur perawatan kecantikan atau estetika. Aturan terkait dengan bidang estetika di dunia kedokteran telah diatur dalam Pasal 22 ayat (1) huruf r Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”) bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, terapi berbasis sel dan/atau sel punca, serta bedah plastik rekonstruksi dan estetika.
Lebih lanjut terkait dengan bedah plastik rekonstruksi dan estetika telah diatur dalam Pasal 137 UU Kesehatan. Dalam Pasal 137 ayat (1) UU Kesehatan dijelaskan bahwa bedah plastik rekonstruksi dan estetika hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis yang mempunyai keahlian dan kewenangan. Bedah plastik rekonstruksi dan estetika tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik rekonstruksi dan estetika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, sebuah klinik kesehatan harus mengutamakan keselamatan pasien. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib menerapkan standar keselamatan pasien sebagaimana diatur dalam Pasal 176 ayat (1) UU Kesehatan. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui identifikasi dan pengelolaan risiko, analisis dan pelaporan, serta pemecahan masalah dalam mencegah dan menangani kejadian yang membahayakan keselamatan pasien.
Sementara itu, hak pasien yang harus dipenuhi oleh fasilitas pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kesehatan pun telah diatur dalam Pasal 276 UU Kesehatan, yakni pasien mempunyai hak:
- Mendapatkan informasi mengenai kesehatan dirinya;
- Mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai pelayanan kesehatan yang diterimanya;
- Mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis, standar profesi, dan pelayanan yang bermutu;
- Menolak atau menyetujui tindakan medis, kecuali untuk tindakan medis yang diperlukan dalam rangka pencegahan penyakit menular dan penanggulangan KLB atau Wabah;
- Mendapatkan akses terhadap informasi yang terdapat di dalam rekam medis;
- Meminta pendapat tenaga medis atau tenaga kesehatan lain; dan
- Mendapatkan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Perlindungan Hukum bagi Pekerja Medis
Perlindungan terhadap pasien yang mengalami kerugian akibat tindakan klinik kecantikan dalam melakukan praktik atau pun pemberian kosmetik yang tak memenuhi standar telah diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf a UUPK, bahwa hak konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Dalam aspek klinik kecantikan dan sudut pandang hukum perdata, hubungan antara pasien dan dokter termasuk ke dalam hubungan kontraktual melalui perjanjian hukum. Perjanjian antara pasien dan dokter dinamakan perjanjian terapeutik di mana perikatan muncul ketika pasien datang meminta untuk disembuhkan dan dokter menyanggupi hal tersebut. Berdasarkan perikatan tersebut, muncul unsur keperdataan antara hubungan pasien dan dokter sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang menyatakan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Jika terbukti suatu klinik kecantikan tidak menjalankan praktik yang sesuai dengan standar, maka dapat dikenakan sanksi administratif atau bahkan pidana. Melalui aturan yang mengikat, maka klinik kecantikan memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan pasien. Aspek hukum klinik kecantikan harus berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang aman, berkualitas, dan memiliki standar kualifikasi serta sertifikasi yang telah ditetapkan. Sementara itu, pasien pun diharapkan untuk proaktif dalam memahami hak-haknya dan mencari klinik kecantikan yang memiliki izin. Keseimbangan antara tanggung jawab klinik dan kesadaran pasien menjadi untuk untuk menciptakan pelayanan yang aman dan efektif.
Baca juga: Tanggung Jawab Produsen dan Distributor Alat Kesehatan
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”).
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”).
Referensi:
- BPOM RI Sidak 73 Klinik Kecantikan Temukan 51.791 Kosmetik Ilegal Berbahaya. Detikhealth. (Diakses pada 11 November 2024 pukul 08.04 WIB).
- Mengenal Peran Dokter Estetika Untuk Perawatan Kecantikan Kulit. Alodokter. (Diakses pada 09.55 WIB).