Memberikan pelayanan kesehatan berkualitas harus menjadi komitmen seluruh rumah sakit. Pemerintah memberikan ketentuan pemenuhan mutu  pelayanan di rumah sakit secara internal dan peningkatan mutu secara eksternal. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi RS, memberikan panduan agar rumah sakit melakukan upaya peningkatan mutu secara berkala untuk menjamin mutu pelayanan, salah satunya melalui akreditasi.

Proses akreditasi memiliki tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi RS. Rumah sakit harus melalui tahapan sebagai berikut :

Pertama, Survei Akreditasi

Dalam survey akreditasi yang dilaksanakan surveyor dari lembaga independen penyelenggara akreditasi yang akan dilaporkan kepada Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), sebagai tolak ukur untuk pencapaian dan cara penerapan standar akreditasi. Jika laporan hasil survei akreditasi rumah sakit belum memadai dan perlu mendapat perbaikan, maka KARS harus memberikan rekomendasi perbaikan kepada rumah sakit yang bersangkutan.

Kedua, Penetapan Status Akreditasi

Setelah laporan hasil survei akreditasi dibuat, lalu rumah sakit akan diberikan sertifikat akreditasi yang berlaku selama 4 (empat) tahun. Namun jika rumah sakit  mendapat rekomendasi perbaikan, maka harus membuat perencanaan perbaikan strategis untuk memenuhi standar akreditasi yang belum tercapai.

Ketiga, Pasca Akreditasi

Setelah proses akreditasi, maka dilanjutkan dengan kegiatan menyampaikan perencanaan perbaikan strategis kepada KARS didasari dengan rekomendasi perbaikan. Setelah itu, KARS akan mengevaluasi perencanaan perbaikan strategis dan disampaikan kepada rumah sakit yang bersangkutan.

Selain itu,  KARS akan melakukan evaluasi pada tahun ke-2 sejak tanggal akreditasi ditetapkan dan/atau ketika mendapat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan ketika terjadi peristiwa yang membahayakan pasien di rumah sakit.

Pada Pasal 13, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit dijelaskan, “Selain perencanaan perbaikan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Rumah Sakit harus memberikan laporan a. Pemenuhan indikator nasional mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit dan b. Insiden keselamatan pasien, kepada Kementerian Kesehatan.”

Kemudian Pasal 14 Ayat 1 menjelaskan, rumah sakit harus mempertahankan dan/atau meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit sesuai dengan rekomendasi dari lembaga independen penyelenggara Akreditasi.

Selanjutnya, Ayat 2 menyebutkan, rumah sakit yang telah memiliki status akreditasi harus melaporkan status akreditasi rumah sakit kepada menteri dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Lalu, pada Ayat 3 menerangkan, rumah sakit yang telah memiliki status akreditasi dapat mencantumkan kata “terakreditasi” di bawah atau di belakang nama rumah sakitnya dengan huruf lebih kecil dan mencantumkan nama lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang melakukan akreditasi, serta masa berlaku status akreditasinya. Kemudian pada ayat 4 dikatakan, rumah sakit dengan status akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Rumah sakit wajib mendapatkan akreditasi sebagai jaminan kualitas terhadap pelayanan kesehatan. Proses akreditasi membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan tidak mudah karena ada banyak aspek yang harus diperhatikan dan dibenahi. Maka dari itu, biaya yang dibutuhkan juga tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta rupiah, untuk sosialisasi kepada pegawai, dokter, dan membuat standar operasional pelayanan serta melengkapi fasilitas.

Mahalnya biaya akreditasi RS sempat dikeluhkan Persatuan Pemilik Rumah Sakit Swasta Nasional (Persana) yang memiliki keanggotaan 1.000 rumah sakit. Komisi Hukum Persana  Bahtiar Husain seperti dikutip dari bisnis.com mengatakan, berdasarkan perhitungannya, minimal biaya akreditasi yang harus disiapkan mencapai Rp150 juta untuk rumah sakit kecil tipe D. Biaya tersebut hanya cukup digunakan untuk mengurus akreditasi, biaya survei, biaya transportasi, hingga biaya pembinaan. Untuk itu Persana berharap untuk rumah sakit kelas menengah ke bawah biaya akreditasi ditanggung oleh pemerintah.

Baca Juga: Mengenal Klasifikasi Rumah Sakit Khusus di Indonesia