Perjanjian Jual Beli Tanah Tanpa Persetujuan Pihak Pertama (yang berhak/pemilik sah) batal demi hukum karena melanggar syarat sah perjanjian, khususnya syarat objektif. Dalam hal ini, objek bukanlah milik pihak yang tidak berhak, sehingga ia tidak memiliki legal standing untuk menjual. Pihak ketiga yang beritikad baik mungkin dapat terlindungi jika transaksi dilakukan dihadapan PPAT, objek telah dibalik nama dan terdaftar, serta ada upaya pembuktian niat baik. 

Pihak yang sah berhak menjual tanah adalah pemilik hak yang tercantum dalam sertifikat atau bukti kepemilikan yang sah lainnya (ini yang Anda sebut sebagai “pihak pertama”).

Jika pihak kedua (yang bukan pemilik sah) menjual tanah tersebut tanpa persetujuan, izin, atau kuasa yang sah dari pihak pertama, maka:

Jual beli tersebut tidak sah dan batal demi hukum. Hal ini didasarkan pada prinsip hukum, salah satunya Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menyatakan bahwa jual beli atas barang milik orang lain adalah batal.

Pasal 1471 KUHPerdata: Jual-beli barang orang lain adalah batal, dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang  itu kepunyaan orang lain.

Pihak kedua dianggap menjual barang milik orang lain. Penjual harus berhak atau memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah tersebut.

 

Akibat Hukum bagi Pihak Kedua dan Pembeli

 

Jika jual beli dilakukan oleh pihak kedua tanpa persetujuan pihak pertama (pemilik sah), maka:

  1. Jual beli dianggap tidak pernah terjadi dan hak milik atas tanah tetap berada pada pihak pertama (pemilik sah).
  2. Pihak pertama (pemilik sah) berhak menggugat pembatalan jual beli dan menuntut pengembalian tanahnya.
  3. Pembeli yang membeli dari pihak kedua dapat menuntut ganti rugi (biaya, kerugian, dan bunga) kepada pihak kedua karena telah menjual barang yang bukan miliknya.

 

Pentingnya Persetujuan Pemilik Sah

 

Persetujuan atau kehadiran pemilik sah (pihak pertama) adalah syarat mutlak agar peralihan hak atas tanah (jual beli) dapat diproses dan didaftarkan secara sah di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Kantor Pertanahan.

PPAT wajib menolak membuat Akta Jual Beli (AJB) jika salah satu pihak tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak, termasuk jika penjual bukan pemilik sah atau tidak memiliki surat kuasa khusus dari pemilik.

 

Syarat Sah Perjanjian dan Perlindungan bagi Pihak Ketiga yang Beritikad Baik

 

Pihak Ketiga yang Beritikad Baik (Pembeli Beritikad Baik) adalah pembeli yang saat melakukan transaksi tidak mengetahui dan tidak patut menduga adanya cacat hukum atau cacat cela dalam proses peralihan hak atas tanah yang dibelinya, serta telah melaksanakan prosedur pembelian dengan penuh kehati-hatian.

Meskipun perjanjian awalnya bermasalah (misalnya tanpa persetujuan salah satu pemilik), dalam hukum Indonesia, terutama dalam sengketa pertanahan, memberikan perlindungan kepada pembeli yang beritikad baik.

Baca juga: Pengertian dan Dasar Hukum Tanah Wakaf di Indonesia

 

Kriteria dan Langkah Kehati-hatian Pembeli Beritikad Baik

 

Perlindungan akan diberikan jika pembeli memenuhi kriteria itikad baik, yang umumnya dilihat dari langkah-langkah kehati-hatian yang telah dilakukan, seperti:

  1. Pembelian Melalui Prosedur Resmi: Transaksi dilakukan di hadapan PPAT dan diakhiri dengan pembuatan Akta Jual Beli (AJB). Ini menunjukkan asas terang.
  2. Pemeriksaan Dokumen: Melakukan pengecekan status tanah dan keabsahan sertifikat ke Kantor Pertanahan (BPN) sebelum transaksi, termasuk riwayat kepemilikan.
  3. Verifikasi Kewenangan Menjual: Memastikan bahwa Penjual (Pihak Kedua) benar-benar pemilik sah atau memiliki surat kuasa yang sah dari pemilik (Pihak Pertama) yang dipertanyakan persetujuannya. Jika tanah adalah harta bersama atau warisan, harus dipastikan adanya persetujuan dari pasangan atau seluruh ahli waris.
  4. Penguasaan Fisik Tanah: Secara nyata menguasai fisik tanah setelah pembelian.

Baca juga: Proses Penerbitan dan Pembatalan Sertifikat Tanah: Kepastian Hukum dan Jalur Penyelesaiannya

 

Dasar Hukum Perlindungan

 

Perlindungan bagi pembeli beritikad baik diatur, antara lain, dalam:

  1. Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata: Menegaskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
  2. Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP Pendaftaran Tanah): Menyatakan bahwa dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa punya hak tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat telah terlampaui.

Pihak kedua yang menjual tanah tanpa persetujuan pihak pertama (pemilik sah) tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum yang sah) untuk melakukan penjualan tersebut. Transaksi seperti ini rentan untuk dibatalkan atau dinyatakan batal demi hukum.*** 

Baca juga: Hak Pemilik Tanah dalam Sengketa Agraria di Indonesia

Daftar Hukum:

Author / Contributor:

Ridho IllahiAlfath Ridho Illahi S.H., LL.M.
Associate

Contact:
Mail       : @siplawfirm.id
Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975