Tunjangan Hari Raya (THR) adalah pendapatan di luar gaji yang ditunggu-tunggu para pekerja pada saat hari raya keagamaan. Dikutip dari katadata.co.id, sejarah THR bermula pada tahun 1952, ketika PM Indonesia ke-6 Soekiman Wirjosandjojo menggagas program pemberian persekot (pinjaman) kepada PNS yang nantinya dibayar dengan potong gaji.

Dalam perkembangannya persekot diperbaharui menjadi hadiah lebaran, ketika Menteri Perburuhan Indonesia S.M. Abidin mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 3676/54 mengenai Hadiah Lebaran. SE ini menjelaskan bahwa setiap perusahaan memberikan hadiah lebaran untuk buruh sebesar seperduabelas dari upah atau sekurang-kurangnya Rp 50 dan sebesar-besarnya Rp 300. Sejak 1994, para pekerja/buruh mulai menerima THR sebagaimana ketentuan Permenaker Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja swasta di perusahaan. 

Ketentuan THR diperbaharui dengan dikeluarkannya Permenaker 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, sebagaimana dikutip dari kompas.com. Dalam Pasal 1 ayat (1) dijelaskan, THR adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan.

Kemudian dalam Pasal 2 ayat (1) diterangkan, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. Lalu pada ayat (2) ditegaskan, THR Keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.

Setahun Kerja Satu Kali Gaji

Lalu berapa besaran dan bagaimana tatacara pemberian THR bagi pekerja? Pasal 3 ayat (1) Permenaker 6 tahun 2016 menjelaskan, besaran THR Keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

Pertama, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah

Kedua, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja x satu bulan upah.

Ketentuan pemberian upah satu bulan gaji adalah upah tanpa tunjangan dan merupakan upah bersih dan termasuk tunjangan tetap. Sementara itu untuk  pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah satu bulan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihitung dengan ketentuan  pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih diberikan upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir.

Kemudian pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12  bulan, diberikan THR satu bulan gaji dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja. Ketentuan pemberian THR tidak hanya berlaku untuk pekerja tetap, akan tetapi juga pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), outsourcing (alih daya), dan juga tenaga honorer.

TKA Dapat THR ?

Sementara itu, ada beberapa pekerja yang tidak mendapatkan THR yakni pekerja yang terjalin karena hubungan kemitraan, pekerja magang pekerja yang habis masa kontrak sebelum Lebaran. Lalu, apakah Tenaga Kerja Asing (TKA) mendapatkan hak THR ? Dikutip dari hukumonline, TKA mengikuti ketentuan perusahaan tempat ia bekerja di Indonesia berhak mendapatkan THR. Sementara yang masih terikat aturan ketenagakerjaan negara asal dan perusahaan asing tidak diwajibkan menerima THR.

Pasal 1 ayat (1) Permenaker No.6/2016 dan pasal 9 ayat (1) PP 36/2021 menyebutkan, THR wajib dibayarkan setiap orang yang memperkerjakan orang lain dengan imbalan upah, baik itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan, atau perkumpulan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Pasal 10 Permenaker 6/2016 dan Pasal 62 PP 36/2021 menyebutkan, jika perusahaan terlambat membayarkan THR kepada pekerja/buruh akan dikenai denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar sejak berakhirnya batas waktu kewajiban perusahaan untuk membayar. Pemberian sanksi berupa denda ini tidak menghilangkan kewajiban perusahaan tetap membayar THR.

Pemberian THR selain sebagai bentuk kepedulian perusahaan kepada para pekerja/buruh juga diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan memberikan kontribusi terbaik untuk perusahaan.

Baca Juga: PHK Massal dan Aturan Hukumnya