Pajak adalah pungutan wajib dari rakyat untuk negara dimana setiap sen yang dibayarkan masuk dalam kas negara. Fungsi dari bayar pajak nantinya digunakan untuk membiayai pembangunan seperti fasilitas umum, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya untuk kesejahteraan masyarakat.

Menurut Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 tahun 2007 pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 dijelaskan,  wajib pajak yang menolak untuk membayar sesuai dengan ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana. Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Sementara itu Undang-undang KUP pasal 39 ayat 1 memuat sanksi pidana bagi wajib pajak yang lalai membayarkan pajak. Wajib pajak yang melakukan pelanggaran ini bisa dipenjara selama 6 bulan sampai 6 tahun, serta membayarkan denda minimal 2 sampai 4 kali lipat dari pajak terutang.

Self Assessment

Wajib pajak memiliki beberapa fungsi yakni, Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter), Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi) untuk menghambat laju inflasi, Fungsi Anggaran (Fungsi Budgeter), Fungsi Mengatur (Fungsi Regulasi), Fungsi Pemerataan (Pajak Distribusi), dan Fungsi Stabilisasi. Keempat hal ini merupakan fungsi dari pajak secara umum di berbagai negara. Di Indonesia, pemerintah lebih menitikberatkan pada dua fungsi yakni sebagai pengatur dan budgeter yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan berada di bawah Kementerian Keuangan.

Tanggung jawab kewajiban membayar pajak diserahkan kepada masyarakat sebagaimana sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan di Indonesia. Wajib pajak harus menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melapor kewajiban perpajakannya sendiri, jadi sifatnya tidak memaksa. Namun apabila kewajiban tidak dilaksanakan maka  akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku.  

Pemerintah menetapkan sanksi kepada wajib pajak jika :

Pertama, Terlambat Lapor Pajak Pribadi

Batas akhir lapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pribadi adalah paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila wajib pajak terlambat melaporkan SPT Tahunan Pajak penghasilan (PPh) maka akan dikenai sanksi administrasi berupa denda senilai Rp 100.000,00 yang dihitung satu kali untuk setiap keterlambatan.

Kedua, Tidak Lapor Pajak Pribadi dengan Lengkap dan Benar

Wajib Pajak akan dikenai sanksi kenaikan pembayaran apabila tidak menyampaikan secara benar dan lengkap atau terbukti melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, karena kealpaan dan baru pertama kali. Karena kesalahan tersebut, wajib pajak  dikenai denda 200% dari nilai pajak terutang yang kurang dibayar. Pengenaan tersebut diterapkan melalui penerbitan SKPKB.

Ketiga, Tidak Menyampaikan SPT

Berdasarkan UU KUP 2007 Pasal 38 ayat 1, wajib pajak yang alpa karena tidak menyampaikan SPT akan dikenai sanksi pidana yakni kurungan paling cepat 3 bulan paling lama 1 tahun atau denda paling sedikit 1x dan paling banyak 2x dari jumlah pajak terutang atau kurang dibayar. Jika wajib pajak melakukan kesalahan perhitungan SPT Tahunan yang telah dilaporkan kemudian melakukan pembetulan atas kemauan sendiri, jika pembetulan tersebut mengakibatkan utang pajak lebih besar, sanksinya berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Namun apabila kesalahan tersebut diketahui pada saat pemeriksaan oleh petugas pajak, maka wajib pajak dikenakan denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Keempat, Terlambat Membayar Pajak

Apabila status SPT Tahunan wajib pajak kurang bayar dalam bayar pajaknya, kemudian terlambat melakukan pembayaran pajak, maka akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan. Bunga tersebut dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran. Adapun bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.

Lalu apa saja jenis sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang melakukan kelalaian ?

Pertama, Sanksi administrasi. Ketentuan sanksi administrasi diatur dalam Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP).

Kedua, Sanksi Denda. Nilai denda yang dijatuhkan beragam, tergantung jenis pajak yang terlambat  dilaporkan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketiga, Sanksi Bunga. Sanksi berupa bunga diatur dalam Pasal 9 Ayat 2(a) UU KUP. Wajib pajak yang terlambat membayar pajak akan didenda sebesar 2% per bulan, terhitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.

Keempat, Sanksi Kenaikan.  DJP memberlakukan sanksi berupa kenaikan jumlah pajak sekitar 50% yang harus dibayar dari nilai pajak yang kurang dibayar. Sanksi kenaikan dijatuhkan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran  seperti tindak pemalsuan data yang mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Sanksi Pidana

Sementara itu, sanksi pidana atau hukuman terbesar dari keterlambatan pembayaran pajak dijatuhkan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat dan menimbulkan kerugian besar pada pendapatan negara. Contohnya, seorang pengusaha menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN, namun tidak mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Sehingga PPN yang dipungut tidak disetorkan kepada negara.  

Dalam Undang-undang KUP Pasal 39 (1), dijelaskan sanksi pidana bagi wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut adalah penjara minimal 6 bulan dan maksimal 6 tahun. Nah, agar terhindar dari sanksi akibat terlambat / tidak membayar pajak, bayarlah pajak pada waktunya.

Baca Juga: Ini Alasan Dilakukan Pemeriksaan Terkait Perpajakan