Menteri Kesehatan menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Tahun 2022 tentang tata cara penanganan perkara hukum di lingkungan kementerian kesehatan. Peraturan ini ditetapkan untuk mewujudkan ketertiban, keseragaman, dan kepastian hukum dalam pelaksanaan penanganan perkara hukum di lingkungan kementerian kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan ini menjelaskan mengenai  penanganan perkara hukum yang ditangani di lingkungan kementerian kesehatan, prosedur dan penyelesaian perkara hukum yang berlaku. 

Penanganan Perkara Hukum 

Penanganan perkara hukum di lingkungan kementerian kesehatan terdiri atas penanganan perkara hukum secara non-litigasi dan penanganan perkara hukum secara litigasi.

Penanganan perkara hukum secara litigasi terdiri atas: 

a. penanganan perkara uji materiil

b. penanganan perkara perdata

c. penanganan perkara tata usaha negara

d. penanganan perkara pidana

e. penanganan perkara di badan peradilan lainnya

Penanganan perkara hukum secara non-ligitasi dilakukan dengan cara:

a. diselesaikan melalui musyawarah atau lembaga/badan di luar peradilan berdasarkan kesepakatan para pihak yang berperkara.

b. musyawarah dilakukan antara para pihak yang berperkara atau melibatkan pihak ketiga.

c. pihak ketiga meliputi mediator, konsultan/tenaga ahli, praktisi, dan/atau pihak lain yang membantu penyelesaian Perkara Hukum.

d. lembaga/badan di luar peradilan sebagaimana dimaksud adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia dan Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Informasi Publik dan Badan/lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya baik dalam maupun luar negeri.

e.  dilakukan melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan upaya lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bentuk Penanganan Perkara Hukum

Bentuk-bentuk penanganan perkara hukum di lingkunan kementrian kesehatab baik secara non-litigasi maupun litigasi adalah sebagai berikut: 

Penanganan Hukum Secara Non-litigasi 

Penanganan perkara hukum secara non-litigasi dilaksanakan oleh Sekretariat Unit Eselon I, Unit Pelaksana Teknis dan/atau Biro. Unit pelaksana teknis harus berkoordinasi dengan Biro. Hasil kesepakatan dalam penanganan perkara hukum secara Nonlitigasi dapat didaftarkan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan agar dilaksanakan oleh para pihak. 

Penanganan Hukum Secara Litigasi 

  1. Penanganan Perkara Uji Materiil 

Penanganan perkara uji materiil dilakukan dengan cara Presiden menunjuk menteri sebagai penerima kuasa khusus. Dikecualikan dari ketentuan, penanganan perkara uji materiil terhadap peraturan menteri atau produk hukum lain yang diterima permohonan uji materiilnya di Mahkamah Agung dilakukan setelah surat pemberitahuan dari Mahkamah Agung diterima. Menteri dapat memberikan kuasa subsitusi kepada Pejabat Pimpinan Tinggi Madya untuk penanganan perkara uji materiil di Mahkamah Konstitusi dan Kepala Biro dan pejabat lainnya di lingkungan kementerian kesehatan untuk penanganan perkara uji materiil di Mahkamah Agung. 

2. Penanganan Perkara Perdata

Penanganan perkara perdata dilakukan untuk menyelesaikan perselisihan antara penerima bantuan dengan subjek hukum lainnya baik perorangan atau badan hukum bidang keperdataan melalui upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerima bantuan dapat berkedudukan sebagai pihak yang mengajukan gugatan/penggugat (penerima bantuan yang sedang menghadapi perkara hukum yang tidak dapat diselesaikan secara non-litigasi) atau pihak yang digugat/tergugat (penerima bantuan yang sedang menghadapi perkara hukum yang tidak dapat diselesaikan secara non-litigasi dan sudah menerima panggilan sidang/relaas dari pengadilan) 

3. Penanganan Perkara Tata Usaha Negara 

Penanganan perkara tata usaha negara dilakukan dalam hal terjadinya sengketa tata usaha negara antara penerima nantuan dengan orang atau badan hukum perdata sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang terkait dengan kementerian kesehatan yang menjadi objek perkara melalui upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerima bantuan berkedudukan sebagai pihak yang mengajukan gugatan/penggugat atau pihak yang digugat/tergugat. Objek perkara terdiri atas keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan pimpinan unit utama, Keputusan lain yang dikeluarkan oleh pejabat di lingkungan kementerian kesehatan dan keputusan lain yang dikeluarkan pejabat di luar kementerian kesehatan yang terkait kementerian kesehatan.

4. Penanganan Perkara Pidana 

 Penanganan ini dilakukan dalam hal penerima bantuan mendapatkan permintaan dari aparat penegak hukum untuk pemberian keterangan atas terjadinya dugaan pelanggaran hukum pidana atau penerima bantuan melakukan pelaporan/pengaduan kepada aparat penegak hukum atas terjadinya dugaan pelanggaran hukum pidana. Penanganan diberikan dalam bentuk pendampingan hukum. Pendampingan hukum dapat diberikan dalam proses permintaan klarifikasi, penyelidikan, penyidikan dan/atau persidangan dan pemberian keterangan atau pelaporan/pengaduan oleh penerima bantuan kepada aparat penegak hukum sebagai saksi, ahli, atau pelapor/pengadu. 

5. Penanganan Perkara di Badan Peradilan Lainnya 

Merupakan penanganan perkara pada lingkungan pengadilan khusus. Penanganan ini terdiri atas pengadilan hubungan industrial dan pengadilan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan dalam penanganan perkara di badan peradilan lainnya adalah penyusunan kajian/telaah hukum terhadap objek gugatan, penyiapan dokumen dan data, penyiapan surat kuasa atau surat tugas, dan pendampingan atau hadir mewakili kepentingan hukum dari penerima bantuan.

Tata Cara Penanganan Perkara Hukum Secara Litigasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 33 Tahun 2022, proses penanganan perkara hukum  secara litigasi harus dilalui dengan cara:

a. Setiap kegiatan dalam penanganan perkara hukum secara litigasi di lingkungan kementerian kesehatan dilaksanakan oleh pemberi bantuan berdasarkan permohonan dari penerima bantuan. 

b. dalam pelaksanaan kegiatan sebagaimana dilakukan koordinasi dengan biro.

c. pemberi Bantuan dalam penanganan perkara hukum dapat berkoordinasi dan/atau melibatkan kementerian/lembaga terkait, pakar, ahli, akademisi, dan/atau pemangku kepentingan terkait lainnya. 

d. penerima Bantuan harus mengajukan permohonan bantuan penanganan perkara hukum dengan melampirkan surat panggilan dari aparat penegak hukum/lembaga peradilan dan kronologis permasalahan hukum yang dihadapi. 

e. sekretaris Unit Eselon I selanjutnya menyampaikan permohonan bantuan penanganan perkara hukum dari unit kerja kepala biro dengan melampirkan surat panggilan dari aparat penegak hukum/lembaga peradilan, kronologis permasalahan hukum yang dihadapi, telaah/kajian dan data lainnya yang diperlukan. 

f. permohonan bantuan disampaikan secara tertulis oleh pimpinan unit kerja kepada kepala biro dengan melampirkan dokumen. Jika mendesak, permohonan dapat disampaikan secara lisan atau media elektronik. 

g. permohonan ditindaklanjuti paling lambat lima hari kerja sejak permohonan diajukan. 

h. penanganan perkara uji materiil dilakukan sejak menteri menerima surat pemberitahuan dan surat kuasa dari presiden. Penanganan ini dilakukan dengan penyusunan kajian/telaah hukum terhadap objek permohonan uji materiil, penyiapan surat kuasa khusus dari presiden untuk ditandatangani oleh menteri, penyusunan surat kuasa substitusi dari Menteri kepada pejabat pimpinan tinggi madya terkait di lingkungan Kementerian Kesehatan, menyusun keterangan presiden/pemerintah dan keterangan tambahan jika diperlukan, penyiapan alat bukti, penyusunan keterangan saksi dan/atau ahli, penyusunan kesimpulan dan pendampingan atau hadir dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. 

i. penyusunan kajian/telaah hukum untuk penanganan perkara perdata dilakukan oleh biro setelah menerima permohonan yang disampaikan oleh Sekretariat Unit Eselon I atau unit kerja di lingkungan sekretariat jenderal. Tahapan pemeriksaan persidangan yang harus diikuti penerima kuasa meliputi melakukan mediasi/persetujuan/perdamaian, menerima atau mengajukan gugatan/jawaban dan/atau gugatan rekonvensi, menerima atau mengajukan replik/duplik, menerima dan mengajukan alat bukti, menghadiri pemeriksaan setempat, dalam hal diperlukan, menghadirkan saksi dan/atau ahli, mengajukan kesimpulan, menerima salinan putusan, mengajukan atau mencabut permohonan banding, menerima atau mengajukan memori banding dan/atau kontra memori banding, mengajukan atau mencabut permohonan kasasi, menerima atau mengajukan memori kasasi dan/atau kontra memori kasasi, mengajukan atau mencabut permohonan peninjauan kembali, menerima atau mengajukan memori peninjauan kembali dan/atau kontra memori peninjauan kembali, melakukan pemeriksaan berkas perkara (inzage), mengajukan permohonan eksekusi, menghadiri teguran (aanmaning); dan/atau menghadiri pelaksanaan eksekusi.

j. dalam penanganan perkara tata usaha negara, penerima bantuan dapat melibatkan jaksa pengacara negara pada kejaksaan negeri, kejaksaan tinggi, atau kejaksaan agung sesuai dengan perkara yang sedang ditangani. Tahapan pemeriksaan persidangan di Pengadilan Tata Usaha dilakukan dengan ketentuan menghadiri pemeriksaan persiapan, menerima atau mengajukan gugatan/jawaban, menerima atau mengajukan replik/duplik, menerima dan mengajukan alat bukti, menghadirkan saksi/ahli,  mengajukan kesimpulan, menerima salinan putusan, mengajukan atau mencabut permohonan banding, menerima atau mengajukan memori banding dan/atau kontra memori banding, mengajukan atau mencabut permohonan kasasi, menerima atau mengajukan memori kasasi dan/atau kontra memori kasasi,  mengajukan atau mencabut permohonan peninjauan kembali, menerima atau mengajukan memori peninjauan kembali dan/atau kontra memori peninjauan kembali, melakukan pemeriksaan berkas perkara (inzage), mengajukan permohonan eksekusi dan menghadiri teguran (aanmaning).

k. rehabilitasi berlaku untuk penanganan perkara hukum pidana berupa pemulihan hak dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabat yang bersangkutan. Pemulihan dilakukan berdasarkan surat perintah penghentian penyidikan, surat penetapan penghentian penuntutan, atau putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, penerima bantuan tidak terbukti melakukan tindak pidana.  

l. biro melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penanganan perkara hukum di lingkungan kementerian kesehatan dalam bentuk rapat koordinasi dan advokasi. Monitong dan eveluasi dilaksanakan paling sedikit dua kali dalam setahun. 

m. dalam penyelenggaraan penanganan perkara hukum di lingkungan kementerian kesehatan dapat dilakukan pembinaan hukum dalam bentuk penyuluhan, bimbingan teknis, diskusi kelompok, sosialisasi dan seminar. 

Baca Juga:

Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Bidang Pelayanan Kesehatan

Kewajiban Perlindungan Kesehatan Individu dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Terbaru