Pelaksanaan arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Padahal sudah ada berbagai peraturan salah satunya Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Proses Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun dalam pelaksanaan di lapangan masih dijumpai kendala terutama dari pihak yang bersengketa. 

Umumnya kendala itu muncul disebabkan kurangnya tingkat kepatuhan terhadap putusan arbitrase. Pihak yang kalah cenderung mengajukan gugatan ke pengadilan. Dari sisi pelaku bisnis, masih banyak kalangan bisnis yang belum memahami mengenai arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa. 

Padahal mekanisme arbitrase sengketa salah satu tujuannya untuk memberi kemudahan kepada masyarakat dan pelaku bisnis untuk menyelesaikan perselisihan secara efektif. Penyelesaian perselisihan di pengadilan relatif lama sehingga dinilai kurang efektif.

Selain itu para kalangan praktisi menilai bahwa pengadilan tergolong mudah membatalkan putusan arbitrase. Terkait hal ini, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2016 menyatakan jika perkara permohonan pembatalan putusan arbitrase ditolak maka tidak ada upaya hukum. Sebaliknya jika perkara itu dikabulkan pengadilan maka bisa dilakukan upaya hukum.

Jika dilihat dari sisi kultur berperkara, secara umum kultur berperkara orang Indonesia (temasuk pelaku bisnisnya) kurang baik terhadap penerapan arbitrase. Kondisi yang ada saat ini kurang mendukung karena pada umumnya pengacara lebih senang menggunakan lembaga pengadilan untuk menyelesaikan sengketa kliennya.

Masyarakat dan pelaku bisnis menganggap penyelesaian arbitrase akan menelan banyak biaya. Hal ini mengingat kebiasaan di masyarakat mediasi biasanya dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemuka agama, dan lainnya yang selama ini bebas biaya. Faktor ini menjadi penyebab minimnya keinginan masyarakat atau pelaku bisnis menggunakan arbitrase. 

Arbitrase adalah alat yang kuat untuk menyelesaikan sengketa, tetapi memiliki tantangan tersendiri. Dengan strategi yang tepat, termasuk pemilihan arbiter yang bijak, manajemen biaya yang efisien, dan penataan perjanjian arbitrase yang jelas, pihak yang terlibat dapat mengatasi berbagai tantangan ini dan memastikan bahwa proses arbitrase berjalan dengan lancar dan efektif.

Persoalan biaya juga dapat diatasi jika kita menerapkan manajemen biaya yang efektif, seperti mengidentifikasi kebutuhan yang esensial dan menghindari pengeluaran yang tidak perlu, setya menyusun anggaran yang jelas dan memantau pengeluaran selama proses arbitrase.

Baca Juga: Bolehkan Putusan Arbitrase Diajukan Banding atau Kasasi?