Saat pasien menjalani pengobatan, rumah sakit mengeluarkan tagihan yang harus dibayarkan, lengkap dengan perincian tindakan yang diterima dan tanggal pelaksanaannya. Tagihan rumah sakit merupakan biaya atas jasa kesehatan yang telah diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasien, baik melalui perawatan rawat jalan, perawatan rawat inap, instalasi gawat darurat, sarana penunjang kesehatan, serta hal-hal yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan lainnya.
Setiap pasien yang mendapat perawatan kesehatan di tempat penyedia jasa kesehatan akan mendapatkan tagihan setelah menjalani perawatan kesehatan. Namun biasanya, untuk pengobatan rawat inap, pihak rumah sakit mengajukan tagihan sementara yang harus dibayarkan di awal. Tagihan berikutkan dikirim ke pasien setelah perawatan dan dibayar sebelum meninggalkan rumah sakit.
Pada praktik kedokteran, dokter atau dokter gigi selaku tenaga medis memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Ketika seseorang telah memberikan jasa, maka akan ada imbalan atas tindakan yang dilakukan. Berdasarkan Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia dijelaskan, pada pelaksanaan praktik kerja, dokter tidak boleh terpengaruh oleh hal-hal yang mengakibatkan ia kehilangan kebebasan dan kemandirian profesinya.
Selayaknya sebagai pekerja profesional, maka dokter pun berhak mendapat imbalan atas jasa dalam bentuk pelayanan kesehatan. Imbalan tersebut didapat oleh dokter disesuaikan dengan kemampuan pasien dan tanggung jawab dokter. Besar imbalan terhadap jasa dokter harus dikomunikasikan kepada pasien sebelum tindakan medis diberikan, terutama apabila pasien tersebut akan mendapat tindakan yang membutuhkan pengeluaran biaya yang besar.
Imbalan atas jasa dokter pun dapat diberikan keringanan kepada pasien atau dibebaskan apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Jika seluruh biaya pengobatan terlalu besar bagi pasien
- Biaya pengobatan menjadi jauh di luar biaya perhitungan awal karena penyakit tak terduga
- Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien (Permenkes 4/2018) dijelaskan, salah satu kewajiban dari rumah sakit adalah memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur kepada pasien. Informasi tersebut berkaitan dengan seluruh pelayanan medis dari rumah sakit, serta hak dan kewajiban pasien.
Namun demikian bisa saja terjadi sengketa terkait tagihan biaya jasa perawatan medis antara pasien dengan dokter atau rumah sakit. Hal ini biasanya terjadi benturan kepentingan bagi para pihak, perbedaan pandangan, serta kerugian yang diterima oleh salah satu pihak. Persengketaan antara para pihak dapat terjadi dimanapun, tak terkecuali di rumah sakit yang dikenal dengan istilah “sengketa medik”.
Pihak yang terlibat dalam sengketa umumnya adalah antara pasien dan dokter. Sengketa medik dapat terjadi karena adanya penyampaian dan pemberian informasi yang kurang lengkap, serta penanganan terhadap pasien yang dirasa kurang memuaskan, sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan.
Pada pelayanan medis di Rumah Sakit, tak hanya sengketa medik yang dapat terjadi, melainkan sengketa pada perkara tagihan rumah sakit. Hal ini menjadi permasalahan apabila muncul ketidakpuasan pasien terhadap rincian biaya perawatan pasien selama mendapat pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
Lalu apa solusi jika terjadi sengketa tagihan rumah sakit ? Landasan hukum sengketa tagihan rumah sakit adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dikenal istilah konsumen dan pelaku usaha. Pada penulisan ini, pasien dapat dianggap sebagai konsumen yang menerima jasa kesehatan, sementara rumah sakit dapat dikatakan sebagai pelaku usaha yang memberikan jasa kesehatan.
Sebagaimana tertera pada Permenkes 4/2018, dalam Pasal 4 menyebutkan bahwa salah salah satu hak dari konsumen (pasien) adalah mendapat informasi secara benar, jelas, dan jujur terkait jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Selanjutnya pada Pasal 7 UUPK menyebutkan adanya kewajiban bagi rumah sakit untuk memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur tentang jasa yang diberikan. Tak lupa juga memberi informasi terkait penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan terkait jasa tersebut.
Ketika terjadi sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha, pada Pasal 45 ayat (1) UUPK menyatakan, konsumen yang mendapat kerugian dapat menggugat pelaku usaha. Gugatan tersebut dapat ditempuh melalui jalur pengadilan atau di luar pengadilan yang mana hal tersebut disesuaikan dengan keinginan para pihak yang saling bersengketa.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa solusi dari sengketa tagihan rumah sakit dapat diselesaikan melalui 2 cara, yakni pengadilan (jalur litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi). Adapun terhadap pemilihan penyelesaian sengketa tersebut dapat sesuaikan dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Jadi, agar tidak terjadi perselisihan terkait tagihan rumah sakit, ada hal-hal yang penting untuk diketahui yakni:
- Jika pasien tidak memakai BPJS/asuransi untuk membayar biaya atas perawatan kesehatan, maka akan lebih baik pasien memberikan informasi kepada bagian keuangan terkait kemampuan atau kondisi finansialnya
- Apabila diagnosis penyakit awal yang diderita pasien ternyata menjadi semakin kompleks karena timbul penyakit yang tidak terduga, sudah seharusnya pihak rumah sakit memberikan informasi terkait penyakit tersebut disertai dengan biaya secara jelas, lengkap, dan jujur kepada pasien atau diwakili oleh keluarganya.
Sengketa tagihan rumah sakit bisa dihindari dan diselesaikan secara damai dan saling menghargai jika kedua belah pihak menyadari hak dan kewajiban yang telah digariskan oleh undang-undang yang berlaku.
Baca Juga: Tenaga Kesehatan RS Wajib Merahasiakan Kondisi Pasien, Cek Faktanya
Sumber: