Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau dikenal dengan UU Arbitrase mengatur bahwa putusan arbitrase yang berasal dari negara lain/asing dapat berlaku di Indonesia. Namun ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi diantaranya putusan tersebut harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selanjutnya pengadilan akan menerbitkan akta pendaftaran yang kemudian dikirim ke Mahkamah Agung (MA) untuk memperoleh eksekuatur.
Setelah mendapatkan eksekuatur, pihak yang dimenangkan oleh putusan arbitrase dapat melakukan upaya hukum lainnya, seperti permohonan sita eksekusi atau permohonan seperti yang tercantum dalam amar putusan arbitrase.
Di Indonesia dikenal berbagai cara yang dapat digunakan oleh kreditur terhadap debitur agar dapat segera memenuhi kewajiban utangnya, seperti somasi, memohon sita eksekusi, dan mengajukan permohonan kepailitan. Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) mengakui utang yang timbul dari putusan arbitrase.
Persyaratan untuk mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan UU Kepailitan adalah jika debitur memiliki utang yang sudah jatuh tempo dan dapat dibuktikan. Namun untuk mengajukan permohonan kepailitan atas dasar putusan arbitrase asing harus terlebih dahulu memperoleh eksekuatur dari pengadilan. Dalam proses pelaksanaannya, pengadilan harus lebih dahulu melaksanakan permohonan sita eksekusi. Setelah proses itu selesai dilaksanakan, barulah pihak kreditur dapat mengajukan permohonan kepailitan.
Ada sejumlah putusan yang bisa menjadi yurisprudensi untuk mendukung proses pelaksanaan permohonan kepailitan terhadap putusan arbitrase. Namun, permohonan kepailitan baru dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dan pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan. Setelah itu, barulah permohonan kepailitan yang didasarkan pada putusan arbitrase asing dapat dijalankan.
Dalam menjalankan proses eksekuatur, pengadilan akan merujuk pada aturan hukum acara dan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1990 sebagai pedoman pelaksanaannya.
Namun perlu dipertimbangkan bahwa permohonan kepailitan baru bisa dilaksanakan apabila masih ada sisa kewajiban yang belum terbayar. Jika sebaliknya, tidak ada sisa utang atau kewajiban, maka permohonan kepailitan tak perlu dilaksanakan.
Dapat disimpulkan bahwa putusan arbitrase asing dapat dijalankan di Indonesia setelah didaftarkan ke pengadilan dan selanjutnya akta pendaftaran dikirim ke MA untuk untuk memperoleh eksekuatur.
Proses selanjutnya adalah pihak kreditur dapat mengajukan sita eksekusi terhadap harta benda dan kekayaan debitur. Jika pihak debitur masih memiliki sisa kewajiban atau utang, kreditur dapat mengajukan permohonan kepailitan sebagai upaya hukum terakhir.
Permohonan kepailitan ini dapat diajukan berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU di mana UU ini mengakui utang yang timbul dari putusan arbitrase. []
Author / Contributor:
Adhitya Chandra Darmawan, S.H. Associate Contact: Mail : @siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |