Di Indonesia, negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Selain itu, Undang-undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang  serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD Tahun 1945.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan untuk membangun rumah tangga berdasarkan Pancasila sila ke-1, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu, pasangan perempuan dan laki-laki yang ingin melaksanakan pernikahan yang sah harus memenuhi berbagai ketentuan yang disyaratkan sebagai berikut:

  1. Berdasarkan Pasal 2 UU Perkawinan, sahnya sebuah syarat perkawinan jika dilakukan menurut hukum masing-masing kepercayaan dan dicatat menurut peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pada Pasal 6 UU Perkawinan menyebutkan, perkawinan harus mendapat persetujuan dari kedua calon mempelai.
  3. Dalam Pasal 7 Perubahan UU Perkawinan diatur bahwa, perkawinan hanya diizinkan jika perempuan dan laki-laki telah genap berusia 19 tahun. Meskipun perkawinan diizinkan jika telah berusia genap 19 tahun.
  4. Menurut Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan, jika kedua mempelai belum mencapai usia 21 tahun, maka harus mendapat izin dari kedua orang tua baik dari pihak perempuan maupun laki-laki.

Sementara itu, UU Perkawinan melarang pasangan perempuan dan laki-laki untuk menikah sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 karena memiliki hubungan darah di dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas. Kemudian yang berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya dan juga hubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri.

Perkawinan juga dinyatakan tidak sah jika perempuan dan laki-lakinya memiliki hubungan sepersusuan yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan, berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang dan sebab lain yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. Sebuah perkawinan bisa saja dibatalkan karena dianggap tidak sah menurut undang-undang atau tidak memenuhi syarat melaksanakan perkawinan antara lain karena masih terikat dengan perkawinan lain dan tidak dihadiri 2 orang saksi.

UU Perkawinan ditetapkan untuk melindungi baik perempuan maupun laki-laki yang akan membangun sebuah mahligai rumah tangga. Keabsahan sebuah keluarga yang terkikat dalam perkawinan yang sah berdampak bagi terselenggaranya pemerintahan yang baik. 

Baca Juga: Syarat dan Prosedur Perwalian Anak Menurut Hukum

Sumber 

  1. UU No. 1 Tahun 1974 (bpk.go.id)
  2. UU No. 16 Tahun 2019 (bpk.go.id)