Sistem agraria Indonesia menjadikan tanah sebagai kekayaan ekonomi dan memiliki fungsi sosial yang melekat. Melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) telah ditegaskan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat.
Akan tetapi, pada realitas di lapangan menunjukkan bahwa sengketa pertanahan masih terus terjadi dan berisiko menimbulkan kerugian bagi pihak pemilik maupun calon pemilik tanah. Maka dari itu, diperlukan strategi preventif untuk meminimalisir terjadinya sengketa tanah di kemudian hari.
Apa Itu Sengketa Tanah?
Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala badan Pertanahan nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen ATR/BPN 21/2020”) yang dimaksud dengan sengketa pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas. Kemudian dalam Pasal 5 Permen ATR/BPN 21/2020 telah membagi atas 3 klasifikasi terkait sengketa tanah, yakni terdiri atas:
- Kasus berat; yang melibatkan banyak pihak, dimensi hukum yang kompleks, serta menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik, dan keamanan
- Kasus sedang; yang melibatkan antar pihak dengan dimensi hukum atau administrasi yang jelas, sehingga penyelesaiannya dapat dilaksanakan melalui pendekatan hukum dan administrasi, serta tidak menimbulkan gejolak sosial, ekonomi, politik, dan keamanan.
- Kasus ringan; yang mana merupakan kasus pengaduan atau permohonan petunjuk yang bersifat teknis administratif, serta penyelesaiannya cukup diselesaikan melalui surat petunjuk penyelesaian kepada pengadu atau pemohon.
Jika dilihat berdasarkan praktiknya, sengketa tanah pada umumnya terjadi dalam bentuk gugatan perdata atas hak milik, tuntutan administratif di instansi pemerintah, hingga pencabutan hak atas tanah oleh negara. Oleh karena itu, mengenali sengketa tanah sejak dini merupakan salah satu upaya preventif agar terhindar dari sengketa tanah. Adapun dampak dari sadar terkait sengketa tanah adalah terhindar dari kerugian dalam bentuk materiil, seperti biaya tak terduga, mediasi, dan sebagainya, serta kerugiaan immateriil berupa gangguan hak, reputasi, maupun ketidakpastian hukum yang menghambat pemanfaatan aset.
Ciri-Ciri Tanah Sengketa
Ketika ingin melakukan transaksi untuk membeli sebidang tanah, maka perlu teliti terlebih dahulu dengan mengidentifikasi terhadap tanah yang berpotensi sebagai sengketa tanah di kemudian hari. Adapun ciri-ciri tanah yang berpotensi menjadi objek sengketa adalah sebagai berikut:
- Ketidakpastian Status Kepemilikan Tanah
Tanah yang tidak dapat dipastikan siapakah pemilik asli dari tanah tersebut merupakan hal utama yang perlu dicurigakan. Bagaimana tidak? Jika tidak ada pihak yang dapat memastikan siapakah pemilik tanah tersebut, sudah dipastikan bahwa tanah tersebut sangat berisiko menjadi objek sengketa karena bisa saja tanah tersebut diakui oleh pihak lain di kemudian hari. Lebih lanjut, ketidakpastian status kepemilikan tanah tersebut dapat dilihat apabila tanah tersebut tidak memiliki dokumen lengkap, terdapat lebih dari satu klaim kepemilikan tanah, ataupun sertipikat tanah tidak dapat diverifikasi di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Tidak Ada Kejelasan mengenai Batas Tanah
Batas tanah merupakan aspek krusial dalam sistem pertanahan. Hal ini pun sesuai dengan Pasal 19 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa patok tanah merupakan salah satu syarat untuk melakukan pendaftaran tanah. Maka dari itu, perlu dicurigai apabila pemilik sebidang tanah sebelumnya tidak dapat membuktikan batasan tanah.
- Ketidaksesuaian Peruntukan Tanah
Apabila sebidang tanah tidak digunakan sebagaimana peruntukannya, maka berisiko menimbulkan sanksi administratif, sengketa hukum, bahkan hingga pembongkaran bangunan. Hal tersebut tentu akan merugikan karena properti yang bermasalah akan sulit untuk dijual kembali di kemudian hari karena terdapat permasalahan legalitas.
- Memiliki Riwayat menjadi Objek Sengketa
Sebidang tanah yang memiliki riwayat sebagai objek sengketa perlu dipertimbangkan kembali sebelum melakukan transaksi. Hal tersebut sangat penting dilakukan mengingat dapat mencegah timbulnya permasalahan hukum yang berpotensi merugikan pihak pembeli.
- Dokumen yang Mencurigakan
Yang dimaksud dengan dokumen yang mencurigakan adalah ketika sertipikat terlihat tidak asli atau dimanipulasi, ditemukan ketidakkonsistenan antar dokumen, atau bahkan penjual tidak mau menunjukkan dokumen asli atau riwayat kepemilikan. Apabila ditemukan ciri-ciri tersebut, maka perlu mengecek lebih lanjut dan menilai risiko sebelum mengambil keputusan.
Dengan demikian, apabila menemukan salah satu dari ciri-ciri diatas, maka calon pembeli patut curiga dan harus melakukan cross check ulang, khususnya pada tingkat administratif, salah satunya adalah berupa keaslian dokumen. Apabila dokumen yang tersedia tidak dapat menunjukan legalitas sebidang tanah tersebut, maka status legalitas tanah tersebut patut dipertanyakan dan akan lebih baik calon pembeli menunda transaksi tersebut hingga memperoleh kejelasan hukum.
Baca juga: Hak Pemilik Tanah dalam Sengketa Agraria di Indonesia
Langkah Yang Perlu Dilakukan Agar Terhindar Dari Sengketa Pertanahan
Sebagai langkah preventif dalam melakukan pencegahan terjadinya persengketaan tanah, maka perlu melakukan beberapa tahapan berikut:
- Verifikasi Dokumen Pertanahan
Sebelum melakukan transaksi jual-beli sebidang tanah, hendaknya calon pembeli melakukan verifikasi melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) terhadap kesesuaian sertipikat dengan informasi yang diperoleh dari penjual. Apabila ditemukan salah satu ciri-ciri tanah sengketa, maka hendaknya calon pembeli mempertimbangkan kembali terkait transaksi yang akan dilakukan.
- Melibatkan Masyarakat Setempat
Apabila telah melakukan verifikasi terhadap sebidang tanah dan hasil yang ditemukan sesuai dengan informasi yang diberikan oleh penjual, maka tindakan selanjutnya yang bisa dilakukan oleh calon pembeli adalah dengan melibatkan masyarakat setempat, khususnya pihak-pihak yang berbatasan dengan tanah agar tidak muncul klaim mendadak.
- Melakukan Jual Beli secara Resmi
Lakukanlah transaksi jual-beli didasari atas akta jual beli (AJB) yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dokumen tersebut menjadi bukti legalitas bahwa benar telah terjadi transaksi jual beli antara penjual dan pembeli, serta pembelian tersebut dapat dinyatakan sah dihadapan hukum.
- Menyimpan Seluruh Dokumen Transaksi dan Bukti Pembayaran Pajak
Meskipun tidak diatur secara eksplisit mengenai penyimpanan transaksi dan bukti pembayaran pajak, akan tetapi pada praktiknya hal tersebut sangat penting untuk dilakukan demi mencegah terjadinya sengketa. Dalam hal ini, dokumen transaksi dan bukti pembayaran pajak dapat dijadikan sebagai riwayat pembayaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Mendaftarkan Tanah
Apabila tidak ditemukan salah satu ciri-ciri tanah yang berpotensi menjadi objek sengketa dan calon pembeli memutuskan untuk membeli tanah tersebut, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dengan mendaftarkan tanah tersebut ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Memasang Patok Batas Tanah
Untuk mencegah terjadinya sengketa antar tetangga, perlu dilakukan pemasangan patok batas tanah. Hal tersebut pun sesuai dengan program Kementerian ATR/BPN, yakni Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (GEMAPATAS) guna mempersiapkan dan mempercepat pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Lebih lanjut, mengenai ketentuan pemasangan tanda batas telah diatur dalam Pasal 19A ayat (1) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permen ATR/BPN 16/2021”).
- Memahami Peraturan Terkait Pertanahan
Ketika pemilik sebidang tanah atau calon pembeli atau bahkan keduanya memahami payung hukum terkait pertanahan, khususnya mengenai hak dan kewajiban para pihak, maka akan berpotensi meminimalisir terjadi nya sengketa tanah. Pemahaman tersebut memungkinkan para pihak untuk bertindak secara lebih hati-hati dan sesuai dengan prosedur sebagaimana telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Sengketa tanah tidak hanya menjadi permasalahan administratif, melainkan menyentuh hak milik, kepastian hukum, serta kemanfaatan atas tanah sebagaimana telah diamanatkan dalam UUPA. Maka dari itu, diperlukan strategi preventif untuk meminimalisir terjadi sengketa tanah di kemudian hari. Adapun langkah praktis yang bisa dilakukan adalah dengan memverifikasi dokumen, berkomunikasi dengan masyarakat setempat, melakukan transaksi secara resmi, menyimpan bukti-bukti transaksi dan pembayaran pajak, mendaftarkan tanah, memasang patok batas tanah, serta akan lebih baik jika pihak yang bersangkutan memahami peraturan terkait hak dan kewajiban bagi penjual dan pembeli tanah. Oleh karena itu, dengan memahami langkah preventif, aset tanah dapat dimanfaatkan secara aman, produktif, dan memberikan manfaat bagi pemilik, atau bahkan bagi masyarakat luas.***
Baca juga: Perjanjian Jual Beli Tanah Tanpa Persetujuan Pihak Pertama: Sah atau Batal?
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“Permen ATR/BPN 16/2021”)
- Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala badan Pertanahan nasional Nomor 21 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan (“Permen ATR/BPN 21/2020”)
Referensi:
- Ciri-ciri Tanah Sengketa dan Cara Mengeceknya Agar Bebas Masalah. Liputan6. (Diakses pada 7 November 2025 Pukul 09.40 WIB).
- Cara Mencegah & Menyelesaikan Sengketa Pertanahan. Kantor Pertanahan Kota Banjarmasin. (Diakses pada 7 November 2025 Pukul 10.11 WIB).
- GEMAPATAS (Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas). Kementerian ATR/BPN. (Diakses pada 7 November 2025 Pukul 11.49 WIB).
