Penyelesaian sengketa melalui arbitrase banyak dijadikan pilihan para pihak yang bersengketa karena prosesnya lebih cepat dan biaya yang dikeluarkan cenderung lebih murah dibandingkan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Tak hanya itu, keunggulan lainnya penyelesaian sengketa melalui arbitrase dilakukan secara tertutup, sehingga rahasia para pihak yang bersengketa tetap terjaga. 

Hasil dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini menggunakan prinsip win-win solution yang mana dapat menguntungkan kedua belah pihak, sehingga keinginan masing-masing pihak dapat terwujud, sesuai harapan dan terjadi perdamaian di antara keduanya.

Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase mendapat payung hukum dari Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penyelesaian sengketa arbitrase, 

Pertama, klausula arbitrase telah tercantum dalam perjanjian tertulis sebelum terjadi sengketa. Ketika klausula arbitrase telah tercantum di dalam perjanjian tertulis sebelum terjadi persengketaan, hal itu berarti kedua belah pihak telah sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur ini apabila terdapat perselisihan di kemudian hari. Maka dari itu, arbitrase dapat dilaksanakan sesuai perjanjian tertulis atau membuat perjanjian baru secara terpisah.

Kedua, klausula arbitrase belum tercantum dalam perjanjian tertulis, kemudian timbul sengketa. Ketika penyelesaian sengketa melalui arbitrase belum tercantum dalam klausa, namun timbul persengketaan setelah perjanjian tertulis, maka para pihak bisa membuat perjanjian arbitrase sendiri yang terpisah dengan perjanjian tertulis sebelumnya. Perjanjian baru ini disebut dengan perjanjian kompromi. 

Selanjutnya, jika kedua belah pihak sepakat untuk membuat perjanjian baru terkait penyelesaian sengketa melalui arbitrase, pada Pasal 9 ayat (3) UU Arbitrase menyebutkan bahwa dalam perjanjian tersebut sekurang-kurangnya memuat: permasalahan (sengketa), identitas para pihak, identitas lengkap arbiter/majelis arbitrase, tempat arbiter/majelis arbitrase akan mengambil keputusan, nama lengkap sekretaris, jangka waktu penyelesaian sengketa, pernyataan kesediaan dari arbiter, dan pernyataan kesediaan dari para pihak yang bersengketa untuk menanggung segala biaya yang akan timbul.

Apabila perjanjian tertulis tersebut tidak tercantum hal-hal di atas, maka perjanjian akan batal demi hukum. Perjanjian ini pun harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Baca Juga: Kenali Profil Lembaga Arbitrase di Indonesia

Strategi Memenangi Sengketa Arbitrase

Pada umumnya hasil dari arbitrase didasari atas prinsip win-win solution, namun tidak menutupi adanya pihak yang menang/kalah dikarenakan arbitrase pun memiliki kelemahan, yakni, proses arbitrase untuk mencapai kesempurnaan masih menjadi hal yang sulit dilakukan, terutama untuk mendapat kesepakatan di antara para pihak, adanya kesulitan untuk mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa dan putusan arbitrase ditentukan berdasarkan kemampuan teknis arbiter.

Maka dari itu, bagi pihak yang ingin memenangkan persengketaan melalui arbitrase harus merancang strategi memenangi sengketa arbitrase sebaik mungkin, di antaranya melakukan konsultasi hukum kepada konsultan andal, mencatat dan menyampaikan poin-poin penting pada klausul arbitrase, menyiapkan bukti-bukti secara lengkap. Yang tidak kalah penting adalah bertindak cermat dalam menyampaikan argumen dan fokus pada penyelesaian kasus yang menguntungkan kedua belah pihak. 

Penyelesaian sengketa arbitrase melalui upaya win win solution menjadi alternatif yang seringkali dipilih untuk menyederhanakan penyelesaian sengketa untuk kepentingan bersama.

Baca Juga: Syarat dan Tips Memilih Arbitrator yang Kompeten

Sumber: