Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan, selain dapat diajukan ke peradilan umum, dapat juga diajukan melalui peradilan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase dilakukan melalui badan arbitrase yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (8) Undang-undang Nomor 30 tahun 1999.

Di Indonesia dikenal beberapa lembaga arbitrase yang menyelesaikan sengketa sesuai dengan kasus yang ditangani. Untuk mengenal lebih dekat badan arbitrase di Indonesia, berikut profil singkatnya.

BANI

Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI Arbitration Center) merupakan lembaga arbitrase pertama di Indonesia yang didirikan pada 1977 oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Pada pelaksanaannya, BANI memberikan jasa berupa penyelesaian sengketa hukum secara alternatif, yakni arbitrase, mediasi, dan penyelesaian sengketa alternatif lainnya.

BANI berkantor di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Lembaga ini membuka kantor perwakilan di sejumlah kota yakni Medan, Palembang, Jambi, Bandung, Surabaya, Denpasar, dan Pontianak. Dengan pengalamannya yang begitu panjang, BANI memiliki lebih dari 160 arbiter profesional.

BANI didirikan dengan tujuan ikut berkontribusi dalam penegakan hukum secara otonom dan independen. Selain itu membantu penyelesaian sengketa antara lain di bidang perdagangan, korporasi, konstruksi, asuransi, industri, keuangan, fabrikasi, Hak Kekayaan Intelektual, lisensi, franchise, minyak dan gas bumi.

BANI adalah salah satu pendiri dan anggota dari Asia Pacific Regional Arbitration Group (APRAG) Regional Arbitrators Institutes Forum (RAIF) dan menjadi anggota International Council for Commercial Arbitration (ICCA).

Dikutip dari website baniarbitration.org, BANI telah mengadakan kesepakatan kerjasama dengan berbagai lembaga di beberapa negara di antaranya : The Japan Commercial Arbitration Association (JCAA), The Netherlands Arbitration Institute (NAI), The Korean Commercial Arbitration Board (KCAB) dan Australian Centre for International Commercial Arbitration (ACICA).

Basyarnas

Awal mulanya, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) bernama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang didirikan pada 21 Oktober 1993 oleh MUI. Seiring berjalannya waktu, BAMUI diubah menjadi Basyarnas atas SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003. Kehadiran Basyarnas bagi Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam menjadi sebuah kebutuhan seiring pertumbuhan ekonomi syariah semakin dipercaya.

Jasa yang ditawarkan oleh Basyarnas adalah arbitrase, pendapat hukum, mediasi, penguatan kompetensi, serta penelitian dan praktik kerja. Basyarnas memiliki wewenang sebagai lembaga penyelesaian sengketa ekonomi syariah di luar peradilan untuk menyelesaikan persengketaan muamalat dalam bidang perdagangan, keuangan, hukum, industri, dan jasa-jasa. Berbeda dengan BANI, lembaga ini membantu menyelesaikan sengketa dengan prinsip syariah. Selain itu Basyarnas juga memberikan pendapat hukum terkait permintaan para pihak terkait permasalahan muamalat dalam suatu akad (perjanjian).

Hingga Januari 2021, Basyarnas memiliki kantor perwakilan yang tersebar di 20 provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Lampung, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara (Kendari), Maluku Utara, Ternate, dan Nusa Tenggara Barat.

BASE

Badan Arbitrase Energi Indonesia (BASE) didirikan pada 12 Januari 2024 dengan tujuan menyelesaikan persengketaan pada sektor energi dan memajukan pertumbuhan sektor energi. Layanan yang akan diberikan oleh BASE terkait penyelesaian sengketa adalah layanan arbitrase, mediasi, dan penyelesaian alternatif pada sektor energi, mencakup kontrak komersial, kemitraan, pengadaan barang dan jasa, serta jenis kontraktual lainnya.

Demikian profil singkat lembaga arbitrase di Indonesia yang diharapkan keberadaannya dapat membantu menyelesaikan sengketa di bidang perdagangan di luar pengadilan. Sebagaimana penjelasan Pasal 5 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999, sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Baca Juga: Kedudukan Saksi Ahli dalam Penyelesaian Perkara Arbitrase