Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, hingga proses persidangan. 

Peradilan pidana anak harus memperhatikan berbagai aspek, diantaranya perlindungan, keadilan, non-diskriminasi, dan tumbuh kembang anak. Pemidanaan terhadap anak merupakan upaya terakhir sebagaimana diatur Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 

Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum genap berusia 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Usia ini juga berlaku apabila anak menjadi korban atau menjadi saksi pada tingkat penyidikan hingga persidangan. 

Namun jika anak yang diduga melakukan tindak pidana dan belum berusia 12 tahun, pihak penyidik dapat menyerahkan anak tersebut kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pembinaan pada lembaga yang menangani masalah sosial. 

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana anak yakni penyidik, penuntut umum, hakim, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial. Dalam menghadapi proses pemeriksaan, anak-anak harus didampingi oleh orang tua.  

Dalam proses penyidikan perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing kemasyarakatan. Sedangkan dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap anak yang menjadi korban, penyidik dapat meminta laporan dari tenaga kesejahteraan sosial. 

Selanjutnya terhadap anak yang diajukan sebagai anak yang berkonflik hukum (ABH) wajib diupayakan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak di luar proses peradilan pidana, dengan syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Diancam pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun;
  2. Dan bukan pengulangan tindak pidana;

Adapun diversi bertujuan untuk; 

  • Mencapai perdamaian antara korban dan anak
  • Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan
  • Menghindarkan anak dari dari perampasan kemerdekaan
  • Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi
  • Dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak

Pihak yang terlibat dalam proses diversi adalah anak, orang tua/wali, korban, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial dengan pendekatan restorative justice. Cara penyelesaian ini ditempuh sebagai upaya mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula.

Apabila sudah tercapai perdamaian, proses penyidikan dan penuntutan perkara dapat dihentikan. Namun jika tidak terjadi kesepakatan, pembimbing kemasyarakatan dapat melaporkan kepada pejabat terkait untuk menindaklanjuti proses pemeriksaan.

Proses Pemeriksaan Anak

Dalam pemeriksaan perkara anak pihak penyidik, jaksa, hakim, kuasa hukum, atau pihak pembimbing tidak diharuskan memakai toga atau atribut kedinasan. 

Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal memperoleh jaminan dari orang tua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti atau tidak akan mengulangi tindak pidana;

Penahanan dapat dilakukan dengan syarat:

  • Umur anak 14 (empat belas) tahun;
  • Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih.

Proses Sidang Pengadilan

Pemeriksaan di sidang pengadilan tingkat pertama dilakukan dengan hakim tunggal. Namun dalam hal tindak pidana yang ancaman penjaranya 7 tahun atau lebih, terdiri dari tiga orang hakim. Pemeriksaan sidang anak dilakukan dalam sidang tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan. 

Kemudian dalam proses persidangan, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping atau pemberi bantuan hukum lainnya.

Terhadap anak yang berkonflik hukum dan belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan, yang meliputi pengembalian kepada orang tua/wali, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).

Baca Juga: Isi, Makna, dan Ancaman Hukuman Pasal 55 KUHP