Korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian, kesejahteraan sosial, dan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi dilakukan dengan mekanisme sanksi yang tegas guna memberikan efek jera bagi pelaku serta mencegah terulangnya tindakan koruptif di masa mendatang.
Dalam sistem hukum Indonesia, sanksi bagi pelaku korupsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001”), yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 31/1999”).
Sanksi pidana yang diberikan kepada pelaku tindak pidana korupsi terdiri atas tiga kategori utama, yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana tambahan. Setiap kategori sanksi memiliki fungsi yang berbeda dalam menegakkan keadilan serta memberikan efek jera bagi pelaku.
Pertama, pidana penjara merupakan hukuman utama yang dikenakan kepada pelaku korupsi. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU 20/2001, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Selain itu, Pasal 3 UU 20/2001 mengatur bahwa jika korupsi dilakukan dengan penyalahgunaan jabatan atau wewenang, maka ancaman pidana penjara yang diberikan berkisar antara 1 tahun hingga 20 tahun.
Kedua, pidana denda dikenakan sebagai hukuman tambahan untuk memberikan beban finansial bagi pelaku korupsi. Pasal 2 ayat (1) UU 20/2001 menetapkan bahwa selain pidana penjara, pelaku korupsi dikenakan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Ketentuan serupa juga berlaku pada Pasal 3 UU 20/2001, di mana denda yang dikenakan bagi pelaku penyalahgunaan wewenang dalam kasus korupsi berkisar antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Ketiga, pidana tambahan dapat dikenakan kepada pelaku korupsi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 UU 20/2001. Pidana tambahan ini meliputi perampasan aset hasil korupsi, pembayaran uang pengganti yang setara dengan nilai kerugian negara, pencabutan hak untuk menduduki jabatan publik, serta larangan untuk terlibat dalam sektor usaha tertentu. Tujuan dari pidana tambahan ini adalah untuk memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi dapat dikembalikan kepada negara serta mencegah pelaku mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
Pasal yang Berkaitan dengan Sanksi Pelaku Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
UU 20/2001 mengatur berbagai pasal yang berkaitan dengan sanksi terhadap pelaku korupsi. Beberapa pasal penting dalam regulasi ini antara lain:
- Pasal 2 ayat (1) mengatur ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun bagi pelaku korupsi yang memperkaya diri sendiri dengan merugikan keuangan negara.
- Pasal 3 menetapkan ancaman pidana bagi pelaku korupsi yang menyalahgunakan jabatan atau wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
- Pasal 12 mengatur sanksi bagi pejabat negara yang menerima suap atau gratifikasi, dengan ancaman pidana penjara antara 4 hingga 20 tahun serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
- Pasal 18 mengatur pidana tambahan bagi koruptor, seperti perampasan aset dan pembayaran uang pengganti kerugian negara.
Dengan adanya ketentuan dalam UU 20/2001, diharapkan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia dapat lebih efektif dan memberikan dampak positif terhadap transparansi serta tata kelola pemerintahan.
Baca juga: Definisi, Dampak, dan Upaya Pemberantasan Korupsi Berdasarkan UU Tipikor
Urgensi Penerapan Hukuman Mati dan Pemiskinan Koruptor
Salah satu isu yang kerap menjadi perdebatan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi. Pasal 2 ayat (2) UU 20/2001 menyatakan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan dalam kondisi tertentu, yaitu jika tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, seperti saat negara berada dalam keadaan krisis ekonomi atau bencana alam. Penerapan hukuman mati ini bertujuan untuk memberikan efek jera maksimal bagi pelaku serta menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan berat yang merugikan masyarakat luas.
Selain hukuman mati, konsep pemiskinan koruptor juga mulai mendapat perhatian dalam upaya meningkatkan efek jera terhadap pelaku korupsi. Pemiskinan koruptor dilakukan melalui mekanisme penyitaan seluruh aset hasil korupsi serta pembebanan denda yang sangat tinggi agar pelaku tidak lagi memiliki sumber daya untuk menikmati hasil kejahatannya.
Urgensi penerapan hukuman mati dan pemiskinan koruptor didasarkan pada tingginya tingkat korupsi yang masih terjadi di Indonesia, serta dampak negatif yang ditimbulkan terhadap masyarakat dan perekonomian negara. Dalam beberapa kasus, hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi dianggap masih terlalu ringan, sehingga tidak cukup memberikan efek jera. Oleh karena itu, penerapan sanksi yang lebih berat diharapkan dapat menekan angka korupsi serta memperkuat integritas dalam sistem pemerintahan dan penegakan hukum.
Dengan adanya regulasi yang ketat dan penerapan sanksi yang lebih efektif, Indonesia diharapkan dapat semakin memperkuat sistem pemberantasan korupsi dan menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik koruptif. Penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu terhadap pelaku korupsi akan menjadi kunci utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
Baca juga: Business Judgement Rule dalam Tindak Pidana Korupsi
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 20/2001“).
Referensi:
- Jenis-jenis Korupsi dan Hukumnya di Indonesia. Hukumonline. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 14.40 WIB).
- Urgensi Penerapan Hukuman Mati dan Pemiskinan Koruptor. Kompas.com. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 14.47 WIB).
- Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Menurut Undang-Undang. Kompas.com. (Diakses pada 17 Maret 2025 pukul 14.54 WIB).