Inovasi teknologi masa kini membawa dampak yang besar bagi seluruh sektor, termasuk dunia pekerjaan. Kecerdasan buatan atau yang lebih akrab disebut artificial intelligence (AI) telah dikenal dapat membantu meringankan pekerjaan manusia. Hal itu lah yang menjadi latar belakang dalam memanfaatkan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan pada pelaksanaan proses rekrutmen.
Meskipun telah diketahui bahwa AI memberikan efisiensi terhadap pekerjaan manusia, namun di sisi lain juga menimbulkan hak-hak pekerja, keadilan, serta mempertaruhkan kepastian hukum. Oleh karena itu, pentingnya memahami penggunaan AI yang tidak hanya dilihat berdasarkan manfaatnya, melainkan juga dari tinjauan hukum dan etika agar penerapannya tidak menimbulkan pelanggaran, baik bagi tenaga kerja dan prinsip hubungan industrial yang berkeadilan.
Manfaat Penggunaan AI dalam Bidang Ketenagakerjaan
Penggunaan AI dalam lingkup ketenagakerjaan, khususnya pada proses rekrutmen membawa berbagai manfaat secara signifikan apabila diterapkan dengan semestinya dengan penuh tanggung jawab. Adapun beberapa manfaat tersebut terdiri dari:
- Efisiensi Waktu dan Biaya
AI dapat menampung berbagai tugas administratif, seperti penyaringan CV, mengatur wawancara, serta berkomunikasi dengan kandidat. Hasilnya, rekrutmen tentu akan lebih cepat dan meminimalisir biaya operasional. Sebagai contohnya adalah perusahaan di Indonesia yang menyatakan bahwa penggunaan AI dapat mengurangi biaya operasional hingga 30%. Sementara itu, e-recruitment telah menjadikan AI sebagai teknologi baru yang mana hingga saat ini sudah ada sekitar 65% proses rekrutmen yang menggunakan AI.
- Peningkatan Kualitas Rekrutmen
AI dirancang dengan algoritma objektif didasari dengan parameter yang telah ditetapkan untuk membantu perusahaan dalam menyeleksi kandidat, contohnya adalah jenis kelamin, usia, bahkan latar belakang. Selain itu, penggunaan AI juga dapat dimanfaatkan untuk menilai soft skill atau tes online berbasis perilaku. Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa AI tetap sangat bergantung pada data dan parameter yang telah ditetapkan dan dijadikan sebagai acuan.
- Analisis Data dan Prediksi Kebutuhan
Analisis data yang dilakukan oleh AI dapat berupa data hingga performa kandidat. Adanya hal tersebut memungkinkan perusahaan untuk memprediksi kebutuhan tenaga kerja di masa mendatang, mengoptimalisasi proses rekrutmen, serta merencanakan strategi perekrutan secara proaktif. Melalui insight tersebut, manajemen SDM dapat membuat kebijakan yang lebih menyesuaikan tren data.
- Memudahkan Pengelolaan Proses Rekrutmen saat Peak Hiring Season
Ketika perusahaan membuka lowongan kerja untuk beberapa posisi sekaligus atau saat peak hiring season (periode rekrutmen dengan lonjakan yang tinggi), AI dapat mempermudah dalam bentuk memproses data pelamar yang banyak dengan cepat. Selain itu, AI pun dapat memberikan pengalaman kandidat yang lebih proaktif. Sebagai contohnya adalah chatbot yang langsung membalas pertanyaan kandidat secara real-time.
- Meningkatkan Akurasi dan Objektivitas
Pada umumnya, AI menggunakan jenis tes objektif berdasarkan skala yang sudah terstandarisasi untuk seluruh pelamar terkait akurasi kecocokan kandidat dengan lowongan pekerjaan yang tersedia. Dalam hal ini, penggunaan AI dapat meningkatkan kualitas kandidat, menjamin tingkat akurasi, serta objektivitas dalam proses rekrutmen.
Baca juga: Mendorong Efisiensi Pelayanan Publik Indonesia Melalui Penggunaan AI di Pemerintahan
Tinjauan Hukum terhadap Penggunaan AI dalam Proses Rekrutmen
Sejak lama hukum positif Indonesia telah mengatur terkait ketenagakerjaan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang mana telah diubah ke dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Ciptaker”). Dalam peraturan tersebut tercantum mengenai seluruh proses terbentuknya hubungan kerja, termasuk rekrutmen yang menjadi bagian dari hak dan kewajiban pekerja.
Selain UU Ketenagakerjaan dan UU Ciptaker, terdapat peraturan lain yang berkaitan, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah ke Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 (“UU ITE”), serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”) yang ketentuannya menyangkut penggunaan AI sebagai bagian dari sistem elektronik dalam rangka penggunaan informasi dan data.
Ketika perusahaan menggunakan bantuan AI dalam proses rekrutmen untuk menyeleksi kandidat terbaik, maka sistem akan bekerja sebagai perpanjangan tangan dari perusahaan dalam melakukan penilaian terhadap calon pekerja. Dengan demikian, seluruh tindakan yang dilakukan oleh sistem merupakan tanggung jawab perusahaan. Hal ini pun sejalan dengan Pasal 3 ayat (2) PP PSTE yang menyatakan:
“Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya.”
Jika dilihat dari kacamata hukum, sejauh ini Negara Indonesia belum memiliki regulasi yang mengatur secara khusus terkait penggunaan AI, termasuk dalam hubungan industrial. Akan tetapi, pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial (“SE Menkominfo 9/2023”) sebagai inisiatif pemerintah dalam mengendalikan keberadaan AI di tengah kehidupan bermasyarakat. Meskipun demikian, SE tersebut hanya berupa panduan, bukan regulasi yang memiliki kekuatan hukum. Hal tersebut tentu berpotensi mempersulit penegakan hukum dan perlindungan pekerja. Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi terhadap penggunaan AI agar hak-hak pekerja tetap terlindungi, mendapat kepastian hukum terhadap keberadaan AI di era modern saat ini, serta sanksi terhadap pelanggaran hak-hak pekerja yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Baca juga: The Urgency of Biometric Data Protection in the AI Era
Etika Penggunaan AI dalam Hubungan Industrial
Implementasi penggunaan AI dalam hubungan industrial yang melibatkan berbagai pihak harus didasari atas etika. Jika dilihat berdasarkan SE Menkominfo 9/2023, etika penyelenggaraan teknologi AI harus memperlihatkan etika kecerdasan AI, yang meliputi: inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, kredibilitas dan akuntabilitas, pelindungan data pribadi, pembangunan dan lingkungan berkelanjutan, dan kekayaan intelektual. Melalui SE tersebut, maka dapat diketahui bahwa etika sangat diperlukan dalam menerapkan teknologi AI agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan dan prinsip keadilan sosial dalam hubungan industrial. Apabila penerapan AI tidak dilandasi dengan etika, maka dapat berpotensi menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
Lebih dari sekedar kepatuhan administratif, etika dalam penggunaan AI juga mencerminkan adanya komitmen perusahaan untuk tetap memprioritaskan manusia sebagai pusat dari setiap inovasi teknologi. Dengan demikian, penerapan teknologi AI dengan etika dalam hubungan industrial seharusnya mampu menjadi instrumen untuk memperluas kesempatan kerja, mendukung perkembangan keterampilan digital, serta memperkuat kepercayaan antara perusahaan dengan tenaga kerja.
Penggunaan AI pada proses rekrutmen mampu meningkatkan efisiensi, objektivitas, serta akurasi yang lebih baik pada era digital masa kini. Akan tetapi, jika penggunaannya tidak didasari atas etika dan pengawasan yang kuat oleh manusia, AI justru berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Meskipun Negara Indonesia telah memiliki regulasi terkait ketenagakerjaan dan sistem elektronik, namun hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur penggunaan AI dalam ranah hubungan industrial. Oleh karena itu, diperlukan kerangka hukum yang komprehensif untuk memastikan bahwa penerapan AI dalam hubungan industrial tetap berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, sehingga penggunaan AI tidak hanya berorientasi pada efisiensi kinerja manusia, tetapi juga menghormati hak-hak pekerja sebagai subjek hukum yang berhak dilindungi oleh hukum.***
Baca juga: Pertanggungjawaban Pidana atas Tindakan AI: Siapa yang Bertanggung Jawab?
Daftar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (“UU Ciptaker”).
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
- Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (“PP PSTE”).
- Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial (“SE Menkominfo 9/2023”).
Referensi:
- Perusahaan RI bisa Hemat 30% Gara-Gara AI, Karyawan Harus Siap Berubah. CNBC Indonesia. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 14.15 WIB).
- Penerapan AI dalam e-Recruitment untuk Efisiensi Perekrutan. Infomedia. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 14.33 WIB).
- Efisiensi Biaya Rekrutmen dengan AI: Strategi dan Manfaat. Mekari. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 14.48 WIB).
- Arfah, M. Suherlan. Pramono, S.S. (2025). Eksplorasi Transformasi Digital dalam MSDM: Dampak Integrasi Artificial Intelligence dan Big Data Analytics terhadap Pengambilan Keputusan Strategis. Jurnal Minfo Polgan, Vol. 14, No. 1, Hal 189. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 15.34 WIB).
- AI dalam rekrutmen: Konsep Baru Perekrutan di Era Digital. IBM. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 15.58 WIB).
- Pujianto, W. E. Jamaluddin, M. (2024). Pengaruh Artificial Intelligence (AI) terhadap Rekrutmen Karyawan. Inovasi dan Kreativitas dalam Ekonomi, Vol. 7, No. 7, Hal 65. (Diakses pada 8 Oktober 2025 Pukul 16.25 WIB).