Quick count dapat diartikan hitungan cepat hasil pemilu. Di masa Pemilu 2024 istilah quick count begitu sangat populer, bahkan dari hasil perhitungan suara cepat ini masyarakat sudah memiliki gambaran siapa paslon capres/cawapres yang unggul dalam ajang konstelasi Pemilu. 

Namun muncul pertanyaan, apakah hasil hitung cepat dapat dipertanggungjawabkan dan sah secara hukum? 

Menurut KBBI, hitung cepat merupakan suatu metode memverifikasi suara hasil pemilu atau pilkada berdasarkan hasil yang diperoleh dari sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Hanya dengan jangka waktu 2-4 jam sejak TPS ditutup, kita sudah mengetahui siapa paslon yang unggul dalam perolehan suara. 

Menurut Pasal 1 angka 22 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 9 Tahun 2022 yang mengatur tentang partisipasi masyarakat dalam pesta demokrasi lima tahunan, hitung cepat merupakan kegiatan perhitungan suara hasil pemilu atau pemilihan suara cepat dengan memanfaatkan teknologi informasi atau menggunakan metodologi tertentu. 

Tujuan Quick Count

Quick count dilakukan oleh lembaga survei, lembaga independen, media massa atau lembaga lainnya dengan menggunakan metode mengambil data suara dari sejumlah TPS, kemudian dilakukan perhitungan cepat untuk memperkirakan hasil akhir dari pemilu. Hitung cepat ini bertujuan untuk memberikan informasi cepat, akurat, dan transparan terkait hasil pemilu kepada masyarakat. 

Metode hitung cepat ini memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan metode perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU atau lembaga resmi lainnya. Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa quick count dapat memberikan informasi yang cepat dan akurat terkait hasil pemilu. Kelebihan lainnya, metode hitung cepat berjalan secara transparan karena dilakukan oleh lembaga yang independen dan memiliki reputasi.

Akan tetapi quick count juga memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, quick count hanya memberikan hasil perhitungan suara sementara dari pemilu. Sementara berdasarkan PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara dimulai pada 13 Februari hingga 20 Maret 2024. 

Kelemahan lainnya, quick count rentan terhadap manipulasi data. Hal ini disebabkan pengumpulan data dilakukan oleh lembaga yang mungkin memiliki kepentingan tertentu.

Quick Dimata Hukum

Dikutip dari laman resmi RRI.go.id, Komisioner KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa quick count bukanlah hasil perhitungan resmi dari Pemilu 2024. Sebab, KPU RI baru memulai rekapitulasi suara Pemilu 2024, sehari setelah pencoblosan. Idham juga menyatakan bahwa secara resmi KPU akan mengumumkan hasil suara pemilu 2024 paling lambat 35 hari setelah pemungutan suara. Hal ini dilakukan sesuai dengan Pasal 413 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. 

Dari keterangan diatas sudah sangat jelas bahwa hasil quick count bukanlah hasil resmi dari hasil rekapitulasi suara pemilu maupun pilkada. Setiap lembaga atau media massa yang melakukan perhitungan cepat harus disertai pernyataan bahwa hasil yang dilakukannya bukan hasil resmi KPU pusat maupun KPU daerah. 

Terjadinya pelanggaran pelaksanaan kegiatan perhitungan cepat yang tidak mencantumkan bahwa itu bukan merupakan hasil resmi pemilu atau jika pelaksana mengumumkan hasil penghitungan cepat sebelum 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1,5 tahun dan denda paling banyak Rp 18 juta, sebagaimana diatur Pasal 540 UU Pemilu.

Baca Juga: Tugas Advokat dan Tantangannya di Era Digital