Dalam sistem hukum Indonesia, kekuatan hukum putusan arbitrase lebih jelas dan kuat dibandingkan kekuatan hukum kesepakatan mediasi. Putusan arbitrase memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan, yaitu memiliki kekuatan eksekutorial. Putusan arbitrase diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau biasa disebut UU Arbitrase. 

Karena memiliki kekuatan putusan yang sama dengan putusan pengadilan, maka dengan sendirinya putusan itu harus dilaksanakan tanpa ada lagi upaya hukum lain yang dapat diajukan kecuali melalui proses pengajuan pengesahan di Pengadilan Negeri.

Dengan memiliki kekuatan eksekutorial berarti salah satu pihak dapat meminta bantuan aparat pengadilan untuk menggunakan upaya paksa dalam melaksanakan bunyi putusan arbiter jika pihak lainnya tidak berkenan melaksanakan bunyi putusan arbiter secara sukarela.

Selain itu, putusan arbitrase yang dikeluarkan di Indonesia juga dapat diakui dan dilaksanakan di negara-negara lain berdasarkan Konvensi New York tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing tahun 1958, asalkan putusan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Konvensi tersebut.

Dalam praktiknya, kekuatan hukum arbitrase di Indonesia juga didukung oleh banyaknya kontrak-kontrak bisnis yang mencantumkan klausa arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa antara para pihak. Hal ini menunjukkan bahwa arbitrase di Indonesia semakin diakui sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien bagi para pihak yang terlibat dalam konflik bisnis.