Nepotisme diartikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan olehpenyelenggara negara yang bertujuan memberikan keuntungan bagi keluarga sendiri di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, nepotisme adalah tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara atau teman-teman sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun objek yang diuntungkan tidak kompeten.
Menurut Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, Nepotisme adalah menejemen kepegawaian yang menggambarkan sistem pengangkatan, penempatan, penunjukan dan kenaikan pangkat atas dasar pertalian darah, keluarga atau kawan.
Pada praktiknya, nepotisme dilakukan dengan cara memilih keluarga, saudara, atau teman akrab di dalam suatu birokrasi negara berdasarkan hubungan kekeluargaan, bukan karena skill yang dimiliki. Secara umum, nepotisme dikenal dengan konsep KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), ketiganya memiliki keterkaitan erat.
Praktik nepotisme menimbulkan dampak negatif dalam sistem pemerintahan, di antaranya berpotensi memicu konflik loyalitas, motivasi dan etos kerja yang cenderung menurun. Selain itu, nepotisme memunculkan pemahaman di masyarakat, bahwa dalam mendapatkan pekerjaan atau posisi tertentu tidak melalui kompetisi skill sehingga menurunkan daya saing dan kualitas SDM.
Ancaman Hukuman 12 Tahun Penjara
Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Pasal 5 terdapat salah satu kewajiban bagi penyelenggara negara, yaitu untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Untuk mewujudkan penyelenggara negara terbebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), presiden membentuk komisi pemeriksa yang bertanggung jawab secara langsung kepada presiden.
Selain itu, demi penyelenggara negara terhindar dari praktik KKN, setiap orang yang akan dipercaya untuk menjabat pada suatu jabatan, perlu melakukan sumpah jabatan sesuai agama yang pada umumnya diselenggarakan ketika acara pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan diselenggarakan.
Apabila penyelenggara negara melanggar ketentuan pada Pasal 5, maka ia dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, serta dikenakan biaya denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di dalam upaya meningkatkan pemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Undang-Undang ini diharapkan mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik, transparan, dan efisien. Pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap, perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum.
Berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada Pasal 4 dijelaskan bahwa pemberantasan praktik KKN diberlakukan untuk siapapun, tanpa terkecuali baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden Soeharto.
Sasaran Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 adalah para penyelenggara negara yakni Pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, Pejabat negara pada lembaga tinggi negara, Menteri, Gubernur, Hakim di semua tingkatan peradilan.
Pejabat lain yang termasuk adalah, direksi, komisaris dan pejabat struktural lain pada BUMN dan BUMN Pimpinan Bank Indonesia dan Pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, Kepolisian, Jaksa, Penyidik, Panitera pengadilan serta pemimpin dan bendaharawan proyek.
Baca Juga: Ingin Mengajukan Judicial Review ke MK? Cek Prosedurnya