Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja. Peraturan ini ditetapkan untuk memenuhi hak setiap pekerja terhadap risiko gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh proses kerja, lingkungan kerja dan perilaku kerja pekerja. Melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2022 tentang Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja, Menteri Kesehatan mengatur Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan Umum, Penegakan Diagnosis, Tata Laksana, Rujukan, Pencatatan dan Pelaporan, Surveilans, Pembinaan dan Pengawasan terkait Pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja. Pekerja yang mendapatkan Pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja adalah semua Pekerja baik sektor formal maupun informal termasuk Aparatur Sipil Negara, Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penjaminan terhadap pelayanan Kesehatan Penyakit Akibat Kerja akan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tujuan Permenkes No. 11/2022
Undang-undang ini ditetapkan dengan tujuan sebagai berikut:
a. Memberikan acuan dalam pemberian pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan
b. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pemberi pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja, pemberi kerja dan penyelenggara jaminan dalam pemberian manfaat jaminan kecelakaan kerja serta pemangku kepentingan terkait
Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja meliputi penegakkan diagnosis, tata laksanan, rujukan, pencatatan dan pelaporan serta surveilans. Penegakan diagnosis dilaksanakan dengan beberapa langkah seperti penentuan diagnosis klinis, penentuan pajanan yang dialami Pekerja di tempat kerja, penentuan hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis, penentuan besarnya pajanan, penentuan faktor individu yang berperan dan faktor lainnya, serta penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
Kemudian, tata laksanan Penyakit Akibat Kerja dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang meliputi tata laksana medis dan tata laksana okupasi. Tata laksana medis merupakan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan aspek klinis. Sedangkan tata laksana okupasi, merupakan penatalaksanaan penyakit yang berkaitan dengan aspek penyebab dan/atau pajanan yang berasal dari pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
Apabila Fasilitas Pelayanan Kesehatan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja sesuai dengan kebutuhan pasien, maka akan dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang memiliki kompetensi sesuai dengan sistem rujukan. Rujukan pelayanan kesehatan akan diberikan berdasarkan indikasi medis dan kebutuhan medis pasien Penyakit Akibat Kerja. Selain itu, rujukan juga diberikan berdasarkan pertimbangan kemudahan akses dari segi geografis, jarak tempuh, ketersediaan transportasi dan lintas batas dalam mendapatkan pelayanan kesehatan serta keselamatan pasien.
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja wajib melakukan pencatatan dan pelaporan. Pencatatan akan dilaporkan secara berjenjang kepada dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan Kementerian Kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan Penyakit Akibat Kerja juga wajib melapor ke penyelenggara jaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terakhir, guna mengarahkan tindakan pengendalian Penyakit Akibat Kerja secara efektif, efisien dan berkesinambungan, akan dilakukan surveilans Penyakit Akibat Kerja. Hal ini dilakukan untuk menangkap dan memberikan informasi secara cepat tentang suatu penyakit, faktor risiko dan masalah kesehatan dengan menggunakan data kejadian Penyakit Akibat Kerja. Surveilans dilakukan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan di tempat kerja, puskesmas dan dinas kesehatan serta pemangku kepentingan lainnya sesuai dengan kewanangan masing-masing. Surveilans
Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan akan dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan pemangku kepentingan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melibatkan organisasi profesi dalam pelaksanaannya. Kegiatan ini akan dilaksanakan melalui advokasi dan sosialisasi, pendidikan dan pelatihan serta pemantauan dan evaluasi.
Baca Juga:
Manfaat Pada Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan
BP2MI Terbitkan Peraturan Pemberian Bantuan Bagi Pekerja Migran