Meskipun Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa semua orang mempuyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, masyarakat Indonesia masih cenderung didominasi patriarki. Patriarki merujuk pada konstrusi sosial yang menempatkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dan dominan dibandingkan perempuan.

Patriarki umum terjadi dalam dunia kerja. Perempuan acap dianggap kaum lemah dibandingkan kaum laki-laki membuat mereka tidak mudah mendapatkan kedudukan atau posisi sebagai pemegang otoritas.

Patriari  dalam dunia kerja tidak hanya menimbulkan diskriminasi terhadap perempuan pekerja, melainkan juga kekerasan seksual. Tindakan ini merupakan penghinaan dan intimidasi terhadap perempuan, yang bisa melibatkan manipulasi hukum.

Penulis akan memaparkan sebuah tinjauan hukum terhadap perempuan pekerja yang mengalami kekerasan seksual di lingkungan kerja sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan teori perkembangan moral pada manusia menurut Kohl Berg, seorang psikolog dan moralis asal Amerika.

Hakikat Manusia sebagai Makhluk Sosial Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan orang lain untuk mengembangkan dirinya. Bekerja menjadi salah satu upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan diri.

Aktivitas bekerja membuat manusia harus berhadapan dengan orang lain (individu bebas lain). Hal ini menciptakan suatu komunitas atau kelompok lingkungan kerja yang mencangkup harkat hidup orang banyak. Lingkungan kerja memerlukan situasi kondusif demi tercapainya tujuan bersama dengan menciptakan tata aturan moral.

Tata aturan moral merupakan suatu kesepakatan perilaku yang digunakan untuk menilai benar atau salah dalam sebuah komunitas/kelompok. Tata aturan moral membantu individu dalam suatu komunitas/kelompok membedakan baik dan buruk suatu tindakan/perilaku sesuai tujuan yang telah disepakati bersama.

Oleh karena itu tata aturan moral merupakan prinsip suatu komunitas/kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Namun, tata aturan moral ini dapat berubah seiring berjalannya waktu sesuai dengan konteks dan situasi yang terjadi. Perubahan itu dipengaruhi oleh perubahan perilaku manusia.

Menurut konsep penalaran moral Kohl Berg, pengendalian perubahan perilaku manusia berkembang dari proses pengendalian secara eksternal menjadi pengendalian perilaku secara internal. Kolh Berg membagi enam tahap penalaran moral yang terklarifikasi dalam tiga tingkatan, sebagai berikut;

  1. Penalaran prakonvensional, di mana individu menginterpretasikan baik dan buruk suatu hukuman eksternal;
  2. Penalaran konvensional, di mana individu memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain;
  3. Penalaran pasca konvensional, di mana individu menyadari adanya jalur moral alternatif, mengeksplorasi pilihan lalu memutuskan berdasarkan kode personal.

Tahap perkembangan moral manusia bertujuan untuk membentuk perilaku seseorang lebih bermartabat. Sehingga, terciptalah situasi dan kondisi yang kondusif diantara individu untuk menghargai kebebasan masing-masing.

Sebagai suatu negara, pemerintah Indonesia mengupayakan kesejahteraan dengan mengatur perilaku masyarakat melalui hukum. Perilaku manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diatur Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan kepada pekerja untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman.

Perlindungan Pekerja Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022

Perlindungan terhadap tenaga kerja sebagai tulang punggung perusahaan merupakan hal terpenting. Pasal 86 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengatur tentang hak-hak yang harus diberikan oleh perusahaan kepada pekerja yang menyatakan:

“(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”

Perlindungan terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman, sehingga dapat mengurangi probabilitas suatu kecelakaan kerja baik dari segi fisik maupun non-fisik. K3 dapat diartikan bahwa setiap pekerja berhak untuk mendapatkan suasana aman dan jaminan kesehatan dalam lingkungan kerja.

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah adanya perilaku yang tidak aman sebesar 88 persen dan kondisi lingkungan yang tidak aman sebesar 10 persen, atau kedua hal tersebut terjadi secara bersamaan. Para pemegang kekuasaan dalam suatu lingkungan kerja mengadakan pencegahan kecelakaan kerja atas dasar perikemanusiaan yang sesungguhnya. Mereka melakukan demikian untuk mengurangi sebanyak-banyaknya rasa sakit akibat dari kecelakaan yang dialaminya serta efek terhadap keluarganya.

Manusian sebagai individu bebas perlu mendapatkan perlindungan baik secara moral maupun menjaga martabatnya. Perlindungan martabat manusia ini mengacu pada kesetaraan gender.

Kasus pelecehan seksual di tempat kerja seperti kasus ini merupakan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang merujuk pada pelecehan seksual nonfisik; adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan martabat seseorang.

Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 5 Undang-Undang No. 12 Tahun 2022. Undang-Undang ini  merupakan suatu usaha dan komitmen Negara Indonesia menghapus segala bentuk penyiksaan serta perlakuan yang merendahkan martabat manusia.

Selain itu, bentuk kekerasa seksual merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia/HAM.  Pasal 1 angka 18 menyatakan  bahwa perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perlindungan terhadap korban pelecehan seksual nonfisik memberikan hak kepada korban untuk mengadukan tindakan tersebut kepada pihak yang berwenang sebagai delik aduan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2022.

Pelaku kekerasan seksual yang mempunyai kekuasaan menganggap tindakan kekerasan seksual kepada pekerjanya adalah hal lumrah atau normal. Kebiasaan untuk menormalisasi permasalahan ini tampak dalam peristiwa pelecehan secara verbal dan perlakuan tidak senonoh yang dikemas dalam suatu candaan.

Secara aspek psikologis, fenomena ini dapat melukai martabat manusia karena menimbulkan rasa ketakutan dalam diri korban tanpa disadarinya. Tindakan korban untuk memilih diam merupakan suatu sikap ketakutan karena faktor kedudukan/posisi seorang pekerja sebagai bawahan menjadi terancam. Permasalahan ini hanya menjadi suatu peristiwa biasa yang menimbulkan kebiasaan dan merendahkan martabat kemanusiaan.

Menjaga moral dan martabat seseorang harus tetap dilakukan oleh seluruh pihak tak terkecuali oleh seorang atasan.

Pelaku tindakan kekerasan seksual di lingkungen kerja yang dianggap telah menciderai martabat manusia dapat diberhentikan atau dinonaktifkan dari pekerjaannya. Selain itu perusahaan harus memfasilitasi pekerja yang menjadi korban dan meminta pelakunya untuk bertanggungjawab secara hukum.

Author/Contributor:

Angelina Ariyana Sekarsari has joined SIP LAW FIRM since 2020. Angelina Ariyana Sekarsari, S.H.

Associate

Contact:

Mail       : angelina@siplawfirm.id

Phone    : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975