Penegakan hukum tindak pidana korupsi di Indonesia semakin mendapat tantangan dalam upaya pemberantasannya. Hal ini tercermin dari hasil Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir tahun 2023. Dikutip dari website resmi bps.go.id, Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) masyarakat Indonesia terpantau semakin memburuk, yaitu sebesar 3,92 poin atau turun 0,01 poin dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 3,93 poin dengan skala 0-5. Hasil ini mengisyaratkan bahwa sikap masyarakat kian permisif terhadap perilaku korupsi.

Kondisi ini tentunya sangat memprihatinkan bagi upaya penegakan hukum pemberantasan kasus korupsi. Korupsi bagaikan penyakit kronis yang menggerogoti bangsa Indonesia, merugikan negara dan rakyat, menghambat pembangunan, dan mencederai rasa keadilan. Meskipun upaya pemberantasan terus dilakukan, penegakan hukum korupsi di Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan. 

Tantangan Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor) harus dilihat secara keseluruhan baik dari aspek masyarakat maupun institusi penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Kepolisian, dan Institusi Peradilan. 

Dikutip dari website resmi PPATK (ppatk,go.id), Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Yunan Hilmy mengatakan, sistem peradilan pidana terutama berkaitan dengan penegakan Tipikor belum berjalan secara optimal. Permasalahan ini muncul karena adanya ketidaksamaan standarisasi penanganan Tipikor oleh KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, dan permasalahan dalam hal efektivitas pelaksanaan pembuktian terbalik dalam perkara tipikor. 

Bahkan, Ketua sementara KPK, Nawawi Pamolango, mengkritik penyampaian visi misi ketiga pasangan capres-cawapres 2024. Dikutip dari website detik.com, Nawawi menilai tidak ada gagasan baru terkait pemberantasan korupsi. Dia mengatakan para capres hanya menyatakan akan menguatkan KPK tanpa menjelaskan lebih jauh cara penguatan tersebut. Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, meskipun tim pemenangan ketiga pasangan capres/cawapres mengklaim sudah memberikan konsep ideal dalam penanganan kasus korupsi untuk kedepannya. 

Selain permasalahan di atas, penegakan hukum pemberantasan korupsi masih dihadapkan dengan berbagai faktor tantangan, seperti kultur masyarakat Indonesia yang cenderung permisif atau bersikap “biasa saja” terhadap praktik suap dan gratifikasi di berbagai institusi pemerintahan maupun swasta. 

Intervensi politik dan kurangnya profesionalisme aparat penegak hukum seakan menjadi celah bagi para koruptor agar bisa lolos dari jerat hukum. Kondisi ini masih diperparah dengan proses hukum yang rumit dan panjang, serta sistem birokrasi yang berbelit-belit, menghambat proses penegakan hukum dan memperlambat penyelesaian kasus korupsi.

Belum optimalnya koordinasi antar lembaga penegak hukum, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian berpotensi menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan inkonsistensi dalam penanganan kasus korupsi. Selain itu, intervensi politik dan pengaruh oknum-oknum yang berkuasa seringkali menjadi faktor penghambat dalam proses penegakan hukum. Hal ini dapat menyebabkan kasus korupsi tidak tuntas dan para koruptor lolos dari jerat hukuman.

Upaya Penegakan Hukum

Upaya penegakan hukum korupsi di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, antara lain:

  • UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK
  • Institusi pemberantasan korupsi dilakukan oleh berbagai lembaga, seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian
  • KPK memiliki kewenangan khusus untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan penyadapan dalam kasus korupsi 

Kesimpulan

Hingga saat ini upaya pemberantasan korupsi di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Bahkan, sebagian kalangan bersikap pesimis terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi. Butuh upaya lebih keras dan komprehensif dari semua pihak, baik pemerintah, penegak hukum, masyarakat sipil, maupun media massa, untuk memerangi korupsi. 

Tentunya masyarakat berharap adanya upaya menyeluruh dari pemerintahan lima tahun ke depan dalam pemberantasan korupsi. Siapapun yang menjadi terpilih menjadi Presiden periode 2024-2029, memiliki tugas agar indeks perilaku anti-korupsi masyarakat Indonesia terpantau semakin membaik. Pembenahan sistem dan mentalitas, serta penegakan hukum yang tegas dan konsisten, menjadi kunci utama dalam mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.

Baca Juga: Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia