Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), impor adalah pemasukan barang dan sebagainya dari luar negeri. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021, impor merupakan kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean untuk diedarkan ke dalam negeri atau daerah lalu lintas bebas, yang akan kita bahas selanjutnya mengenai Thrift Shop. Sementara itu, ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri.
Kegiatan ekspor dan impor diatur berdasarkan Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No. 11 tahun 1995 tentang Cukai.
Tujuan mendasar dari import adalah, untuk pemenuhan kebutuhan barang yang belum tersedia di dalam negeri. Sementara itu manfaat import sebagaimana dikutip dari katadata.co.id untuk memperoleh teknologi terbaru yang dapat meningkatkan efektivitas produksi dalam negeri, memperoleh barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan oleh negara, mendapat pasokan bahan baku untuk industri di dalam negeri dan mendapatkan teknologi yang lebih modern dari barang yang diimpor.
Dasar hukum import diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang petunjuk pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor.
Thrift Shop yang belakangan marak di Indonesia adalah kegiatan membeli barang bekas impor seperti pakaian, sepatu atau tas bermerek dengan harga hemat. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Seperti dikutip dari Kompas.com, dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Namun, sejak larangan impor barang diterbitkan pada 2021, nyatanya masih banyak pelaku usaha yang tetap menjual pakaian impor bekas.
Pada dasarnya, setiap importir yang mengimpor barang dalam keadaan tidak baru bisa dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar. Selain sanksi pidana penjara dan/atau pidana denda, setiap pelaku usaha yang tidak memenuhi Perizinan Berusaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis, penarikan barang dari distribusi, penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, denda, dan/atau pencabutan perizinan berusaha. Direktur Celios Bhima Yudhistira mendorong agar pemerintah mengeluarkan aturan tegas soal larangan jual beli baju bekas impor. Menurutnya, kerugian negara akibat aktivitas thrifting mencapai Rp4,2 miliar per tahun.
Baca Juga: Tahun 2024 Harga Minuman Berpemanis Kemasan Diperkirakan Naik 5%