Pelanggaran Pemilu merupakan bagian dari tindak pidana dalam rezim hukum pidana atau delik. Istilah delik atau tindak pidana Pemilu hanya terkait dengan perbuatan pidana yang terjadi dalam proses penyelenggaraan tahapan Pemilu. Secara yuridis Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2018 menyebutkan tindak pidana pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur dalam undang-undang Pemilu.

Sedangkan yang dimaksud dengan pemilu menurut UU Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPRD yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Jenis Tindak Pidana Pemilu

Jenis-jenis tindak pidana pemilu diatur dalam ketentuan pidana Pemilu, yaitu Pasal 488 s.d. Pasal 554 UU Pemilu. Namun tulisan ini hanya akan membahas enam tindak pidana dalam Pemilu; 

  • Pasal 496 UU Pemilu, memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu. Peserta Pemilu yang melanggar aturan ini mendapat ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
  • Pasal 497 UU Pemilu, Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
  • Pasal 488 UU Pemilu, memberikan keterangan tidak benar dalam pengisian data diri daftar pemilih. Dalam Pasal 203 mengatur sanksi pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
  • Pasal 490 UU Pemilu, Kepala Desa menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Ancaman terhadap tindakan yang dilakukan berupa pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
  • Pasal 491 UU Pemilu, mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu kampanye Pemilu. Sanksi pidana bagi orang yang mengacaukan, menghalangi, atau mengganggu jalannya kampanye Pemilu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
  • Pasal 492 UU Pemilu, kampanye di luar jadwal yang ditetapkan oleh KPU. Dalam Pasal 276 ayat (2) mengatur sanksi pidana bagi pelaku dengan ancaman pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
  • Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu mengatur bentuk larangan bagi pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan; mempersoalkan dasar negara UUD dan Pancasila; menghasut dan mengadu domba; mengancam dan melakukan kekerasan terhadap masyarakat atau peserta pemilu lainnya; merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, dsb

Selain itu, Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu melarang pelaksana dan/atau tim kampanye mengikutsertakan beberapa pihak dalam kegiatan kampanye, seperti hakim agung dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, aparatur sipil negara, kepala desa dan perangkatnya, anggota TNI/Polri, pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural, dan lain-lain.

Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (1) UU Pemilu diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 521 dan Pasal 523 ayat (1) UU Pemilu.

Sementara itu, pelanggaran terhadap larangan sebagaimana diatur di dalam Pasal 280 ayat (2) UU Pemilu, diatur dalam Pasal 493 UU Pemilu yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Baca Juga: Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia