Banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang belum menjangkau pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kepuasan terhadap pasar domestik, hingga persepsi bahwa prosedur ekspor terlalu kompleks. Padahal, masih banyak peluang pasar yang belum dimanfaatkan, baik di negara ekspor konvensional maupun di pasar non-tradisional yang berpotensi besar bagi produk asal Indonesia.
Oleh karena itu, bagi pelaku usaha yang ingin memperluas jangkauan ke pasar internasional, penting untuk memahami berbagai persyaratan, termasuk aspek legalitas. Kepatuhan terhadap regulasi tidak hanya memastikan kelancaran ekspor, tetapi juga meningkatkan kredibilitas usaha di mata mitra dagang global.
Regulasi Terkait Kebijakan Ekspor
Aturan ekspor di Indonesia mengalami perubahan seiring perkembangan ekonomi global dan kebutuhan perlindungan industri dalam negeri, salah satunya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (“Permendag 23/2023”). Regulasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa ekspor dilakukan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak melanggar ketentuan perdagangan internasional.
Beberapa poin penting terkait dengan kegiatan ekspor yang diatur dalam Permendag 23/2023 di antaranya:
- Persyaratan ekspor
Untuk menjalankan kegiatan perdagangan dengan mengirimkan barang ke luar daerah pabean, eksportir harus memenuhi sejumlah persyaratan yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendag 23/2023, seperti kepemilikan Nomor Induk Berusaha (NIB) dan dokumen pendukung lainnya.
- Konfirmasi status wajib pajak
Eksportir harus memastikan bahwa status perpajakannya telah dikonfirmasi sebelum melakukan ekspor. Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Permendag 23/2023 bahwa hal ini bertujuan untuk memperoleh keterangan status wajib pajak.
- Perizinan Berusaha
Dalam Pasal 2 ayat (2) dijelaskan bahwa terhadap kegiatan ekspor atas barang tertentu, eksportir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang ekspor dari Menteri.
- Kewajiban pemenuhan dokumen
Eksportir harus menyediakan dokumen yang diperlukan untuk verifikasi teknis dan kepabeanan. Pada Pasal 14 ayat (2) Permendag 23/2023, dijelaskan bahwa dokumen lain yang diperlukan seperti:
- Sertifikat sanitasi produk hewan (KH-12); dan
- Dokumen bukti penjaminan legalitas kayu dan produk kayu dengan tujuan ekspor (dokumen v-legal).
- Sanksi bagi pelanggaran
Eksportir yang tidak memenuhi ketentuan, dapat dikenai sanksi administratif atau hukum, seperti yang diatur dalam Pasal 35 hingga Pasal 39 Permendag 23/2023.
Dengan diberlakukannya regulasi ini, pemerintah berharap ekspor Indonesia dapat berjalan lebih tertib, terdata, dan terpantau, sekaligus memberikan perlindungan terhadap komoditas strategis nasional. Pelaku usaha ekspor wajib membaca secara cermat ketentuan dalam Permendag 23/2023 serta menyesuaikan aktivitas ekspornya agar tidak terkena kendala hukum atau hambatan administrasi di kemudian hari.
Baca juga: Mengenal Central Bank Digital Currency dan Bagaimana Legalitasnya Indonesia
Syarat Menjadi Eksportir
Untuk dapat menjalankan kegiatan ekspor secara legal dan efektif, pelaku usaha di Indonesia harus memenuhi sejumlah persyaratan administratif, teknis, dan kepabeanan. Berikut adalah syarat-syarat utama yang harus dipenuhi untuk menjadi eksportir:
- Berbentuk badan hukum
Eksportir wajib memiliki status hukum yang sah di Indonesia, yakni meliputi:
- Commanditaire Vennootschap (CV)
- Firma
- Perseroan Terbatas (PT)
- Perusahaan Perseroan (Persero)
- Perusahaan Umum (Perum)
- Perusahaan Jawatan (Perjan)
- Koperasi
- Mempersiapkan dokumen wajib
Dalam Pasal 2 ayat (1) Permendag 23/2023 ditegaskan bahwa eksportir wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Selain itu, eksportir juga harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), hingga Surat Keterangan Asal (SKA) untuk barang yang akan mendapatkan tarif preferensial di negara tujuan ekspor.
- Mengantongi izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Permendag 23/2023 bahwa terhadap kegiatan ekspor atas barang tertentu, eksportir wajib memiliki Perizinan Berusaha di bidang ekspor dari Menteri. Untuk memperoleh Perizinan Berusaha, eksportir harus mengajukan permohonan lengkap secara elektronik kepada Menteri melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) yang diteruskan ke Sistem INATRADE melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id. Selain itu, terdapat izin lain yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti:
- Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perdagangan;
- Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian;
- Izin Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Selain memiliki NIB dan mematuhi regulasi teknis ekspor, pelaku usaha juga harus mempersiapkan serangkaian dokumen kepabeanan yang menjadi syarat mutlak dalam setiap pengiriman barang ke luar negeri. Prosedur kepabeanan ekspor berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan yang diatur melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”). Tujuan utama dari prosedur ini adalah untuk mengawasi arus barang keluar dari wilayah pabean Indonesia dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ekspor yang berlaku.
Dokumen utama dalam proses ekspor meliputi Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), invoice, packing list, bill of lading (B/L), serta dokumen pendukung lainnya sesuai dengan jenis barang dan negara tujuan. PEB adalah dokumen deklarasi yang wajib diajukan melalui sistem pelayanan kepabeanan (CEISA) sebelum barang diekspor. PEB mencantumkan informasi detail mengenai pengirim, penerima, jenis barang, nilai barang, dan negara tujuan. Bea Cukai akan melakukan verifikasi dokumen dan, jika perlu, pemeriksaan fisik sebelum menerbitkan Nota Pelayanan Ekspor (NPE) sebagai bukti bahwa barang telah melalui prosedur ekspor secara sah.
Selain dokumen, eksportir juga wajib membayar pungutan negara apabila dikenakan, seperti bea keluar atau pajak ekspor atas komoditas tertentu (misalnya produk kelapa sawit, mineral, atau hasil hutan). Ketentuan ini harus diperhatikan agar tidak terjadi penolakan atau penahanan barang. Untuk ekspor yang menggunakan skema insentif atau fasilitas fiskal, eksportir juga harus menyertakan dokumen pendukung tambahan sesuai skema yang diikuti, seperti SKA (Surat Keterangan Asal) untuk memperoleh tarif preferensial di negara mitra.
Pelaksanaan prosedur kepabeanan yang tertib dan lengkap menjadi indikator kepatuhan eksportir sekaligus mempercepat proses logistik ke luar negeri. Selain itu, data ekspor yang tercatat dengan baik memudahkan pelaku usaha dalam mengakses pembiayaan perdagangan, memperoleh insentif ekspor, serta menghindari masalah dalam audit perpajakan.***
Baca juga: Pentingnya Legalitas Usaha bagi UMKM
Daftar Hukum:
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor (“Permendag 23/2023”).
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (“UU Kepabeanan”).
Referensi:
- Untuk Pelaku UMKM, Begini 5 Langkah Melakukan Ekspor. Kompas.id. (Diakses pada 5 Mei 2025 pukul 08.45 WIB).
- Memulai Jadi Eksportir, Apa Saja yang Harus Disiapkan?. UMKM Kompas.com. (Diakses pada 5 Mei 2025 pukul 09.10 WIB).
- Syarat Menjadi Eksportir dan Prosedur Kepabeanannya. Indonesia.go.id. (Diakses pada 5 Mei 2025 pukul 09.15 WIB).