Manusia bergerak dengan dinamis setiap hari mengikuti langkah yang ditempuh. Dalam setiap pergerakan manusia ini dapat dipastikan terkait dengan beragam benda yang diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia sesuai fungsi dari benda tersebut. Masing-masing benda ini umumnya memiliki “identitas diri” sebagai pengenal. Identitas ini dikenal sebagai “merek”.
Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai bagian dari Hak Kekayaan Industri. Hak tersebut merupakan harta kekayaan tak berwujud atau Intangible Asset yang memiliki nilai tetapi bendanya tak berwujud karena berupa hak kepemilikan yang tidak bisa diraba.
Merek memiliki nilai dan dapat dikuasai oleh pemiliknya. Di Indonesia, merek merupakan hak kebendaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II tentang Benda.
Dalam sistematika perbandingan Hukum Perdata, aturan tentang Kebendaan ini merupakan bagian dari Hukum Harta kekayaan yang terdiri dari Hukum Harta Kekayaan Relatif dan Absolut. Hukum Benda merupakan Hukum Harta Kekayaan yang bersifat absolut karena mengikuti bendanya dan dapat dipertahankan.
Dasar-dasar ini yang membuat merek atau bagian HKI lainnya dapat dijadikan objek Hak Jaminan yang dapat dijaminkan untuk melunasi hutang.
Merek memiliki fungsi sebagai tanda pengenal atau pembeda antara satu barang dengan barang lainnya baik yang sejenis maupun tidak sejenis. Fungsi ini sangat penting bagi pelaku usaha karena merupakan identifikasi produk yang merujuk pada produsen barang tersebut.
Jika satu jenis barang sudah dikenal luas oleh masyarakat, maka diharapkan produk atau barang lain yang dihasilkan produsen yang sama akan mudah menguasai pasar. Oleh karena itu, merek bernilai tinggi bagi pemiliknya,
Sebuah produk yang memiliki merek yang sudah dikenal masyarakat dapat dijual dengan harga yang tinggi. Suatu merek dapat dikenal masyarakat secara luas karena kualitas produk yang prima atau pemasaran yang bagus.
Bagi kalangan tertentu, suatu merek dapat sangat berarti dan memiliki nilai yang tinggi. Tetapi kalangan yang lain tidak dapat memahami akan mempertanyakan mengapa sebuah nama (merek) produk dapat bernilai tinggi. Hal ini bergantung kepada pemahaman terhadap inti dari sebuah merek.
Yang pasti, merek dapat dijadikan objek hak jaminan karena memiliki nilai yang bisa jadi tinggi dan merupakan hak kebendaan tidak berwujud, maka
Namun, pertanyaan-pertanyaan terkait HKI, khususnya merek, sebagai objek jaminan tetap saja muncul seperti pertanyaan tentang hukum jaminan mana yang tepat, bagaimana cara menilai berapa sebuah merek dapat diharga, bagaimana pelaksanaannya, apakah mengikat pihak ketiga pemegang lisesnsi dan lain sebagainya.
Pengertian Merek
Untuk menentukan bentuk jaminan yang tepat bagi merek, kita perlu telaah kembali pengertian merek. Brand atau merek berasal dari kata brandr yang artinya ”to burn” merujuk pada bangsa Viking yang memberikan tanda bakar pada hewan mereka sebagai bentuk kepemilikan hewan peliharaan.
Ada beberapa definisi yang berbeda tentang pengertian brand/merek. Menurut American Marketing Association (AMA): ”A brand is a name is ”name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods and service of one seller or group of seller ang to differentiate them from those of competition” (Keller 2008: 2). Menurut Keller, definisi AMA tentang kemampuan perusahaan memilih nama, logo, simbol, paket desain atau atribut lain yang dapat mengidentifikasi produk sehingga membedakan produk tersebut dari pesaingnya hanya termasuk sebagian dari brand elements.
Menurut Wheeler (2006:5), ”A brand is the nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and loyalty, when managed strategically”.
Keller (2008:5) berpendapat bahwa sebuah merek merupakan lebih dari sekedar produk karena memiliki dimensi yang menjadi diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut harus rasional dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari sebuah merek atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang mewakili sebuah merek.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, satu merek berfungsi untuk mengidentifikasikan penjual atau perusahaan yang menghasilkan produk tertentu yang membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang memiliki nilai yang berbeda yang pada setiap merek-nya. Merek atau brand dapat berbentuk logo, nama, trademark atau gabungan dari keseluruhannya.
Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) mendefinisikan merek sebagai tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 {tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan /atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Jadi merek bisa merupakan gambar saja, kata saja, huruf saja, angka saja atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Merek sebagai Benda Tak Berwujud
Merek bagi pemiliknya adalah sebuah aset berharga yang memiliki nilai tetapi tidak berbadan karena merupakan benda tak berwujud. Berdasarkan Pasal 499 KUHPerdata, benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik.
Dalam KUHPerdata, kata zaak memiliki dua arti, yaitu barang berwujud dan bagian dari harta kekayaan. Jadi dalam sistem hukum perdata, kata zaak ini tidak hanya memiliki arti barang-barang berwujud, tetapi juga barang-barang tidak berwujud. KUH Perdata tidak mengartikan semua hak dalam zaak karena hak-hak barang immaterial tidak termasuk dalam zaak.
Aturan hukum benda menyebutkan bahwa benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak milik. Merek merupakan hukum benda yang tidak berwujud karena yang menjadi objek hak milik adalah sebuah hak kepemilikan atas suatu hasil karya manusia. Haknya bukan hanya barang yang dihasilkan. Karena itu merek merupakan benda tak berwujud.
Merek merupakan bagian dari HKI yang dapat didefinisikan sebagai sebuah hak kepemilikan terhadap suatu hasil karya manusia yang lahir dari buah pemikiran dan kemampuan yang khas dari seseorang. Hasil karya ini dimiliki oleh penghasil karya. Buah pemikiran manusia ini memiliki nilai tertentu sesuai dengan kualitas yang dihasilkan yang bisa jadi sangat bernilai atau biasa-biasa saja.
Kepemilikan yang dimiliki oleh penghasil karya adalah berupa hak yang dapat beralih berdasarkan perbuatan-perbuatan hukum yang dibenarkan undang-undang. Jadi yang dimiliki adalah hak atas hasil buah pemikiran, bukan hanya benda yang dihasilkan. Jika benda tersebut diperbanyak maka tetap pemilik haknya adalah penghasil karya jika kepemilikan tidak dialihkan.
Hak ini tidak ada wujudnya, berupa pengakuan atau mengakui atas sesuatu hasil. Karenanya merek dikategorikan sebagai benda tidak berwujud.
Sebagai benda tak berwujud, merek dapat dimiliki oleh seseorang. Kepemilikan dalam hal ini adalah hak atas merek, bukan hanya terhadap produknya. Dimungkinkan satu merek berasal dari produsen yang berbeda.
Jaminan Fidusia
Merek merupakan benda bergerak. Hukum jaminan yang tepat bagi merek adalah Jaminan Fidusia karena Jaminan Fidusia merupakan hak jaminan terhadap benda bergerak berwujud maupun benda bergerak tak berwujud.
Fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan suatu benda berdasarkan kepercayaan. Benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jadi, hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan sehingga selanjutnya hak milik atas benda jaminan ada pada kreditur peneriman jaminan.
Pada merek, kepemilikan atas merek, yaitu hak merek, berada dalam penguasaan debitur sedangkan kreditur memegang Akta Jaminan Fidusia atas merek yang dijaminkan.
Penentuan nilai merek dibuat berdasarkan sebuah peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi penilai, yaitu Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI). SPI 320 mengatur mengenai aturan penilaian terhadap aset benda tak berwujud.
Aturan ini menggunakan beberapa pendekatan dalam menentukan nilai sebuah aset tak berwujud. Untuk merek, beberapa hal yang menjadi dasar penilaian adalah jumlah penjualan, masa perlindungan, aset yang dimiliki, juga good will, yaitu prediksi nilai aset dimasa depan.
Author / Contributor:
Rakhmita Desmayanti S.H., M.H Partner Contact: Mail : rakhmita@siplawfirm.id Phone : +62-21 799 7973 / +62-21 799 7975 |