Di Indonesia sektor industri perbankan diatur dalam ketentuan Undang-undang Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selain itu ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur industri perbankan seperti Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), undang-undang Bank Indonesia, dan lainnya.
Secara umum hukum perbankan merupakan hukum yang mengatur segala kegiatan perbankan yang ada di Indonesia. Hukum ini sangat diperlukan agar seluruh lapisan masyarakat dan mereka yang mengelola perbankan berjalan dengan lancar tanpa adanya pihak yang dirugikan. Karena perbankan mengelola berbagai hal untuk kepentingan hajat hidup orang banyak.
Bisa dikatakan cakupan hukum perbankan sangat luas karena terhubung ke banyak sektor perekonomian Indonesia. Keberadaannya yang sangat penting pun mengharuskannya memiliki hukum di segala sektor.
Dalam pengelolaan perbankan di Indonesia ada sebuah prinsip yang menegaskan hubungan hukum antara bank dan nasabah. Diantara prinsip itu adalah prinsip kepercayaan, prinsip kerahasiaan, prinsip kehati-hatian, dan prinsip mengenal nasabah.
Dalam tulisan kali ini, akan dibahas secara khusus prinsip kehati-hatian atau prudential principle. Prinsip ini mengharuskan kegiatan perbankan harus dilaksanakan dengan hati-hati. Salah satu prinsip yang harus dijalankan terkait pemberian kredit kepada nasabah adalah memberlakukan beberapa syarat dan melakukan penilaian sebelum menyetujui nasabah tersebut layak atau tidak menerima fasilitas kredit.
Pihak dari bank tentunya akan sangat berhati-hati dalam memilih nasabah dalam memberikan fasilitas kredit. Begitu juga dengan mengelola keuangan nasabah, bank diharuskan melakukan prinsip kehati-hatian karena ada uang masyarakat yang disimpan dan dipercayakan pada mereka.
Di Indonesia, prinsip kerahasiaan bank ini ditegaskan dalam Pasal 40 UU Perbankan. Ketentuan itu ditegaskan kembali oleh Pasal 2 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 2 Tahun 2000. Ketentuan ini mewajibkan bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah.
Namun ada pengecualian terkait perbuatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam persoalan ini pihak bank diwajibkan Rahasia Bank Wajib Tidak Dirahasiakan, khususnya dalam kepentingan penyelidikan olen pihak aparat penegak hukum.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Indonesia menerapkan teori rahasia bank yang bersifat nisbi/relatif, seperti ketentuan Pasal 2 ayat (4) PBI 2/2000 yang mengecualikan kewajiban bank merahasiakan data nasabah dan simpanannya untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian perkara pidana, munculnya perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, permintaan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang telah meninggal dunia, dan kepentingan lainnya sesuai hukum yang berlaku.
Selain yang disebutkan dalam pasal di atas, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 64/PUU-X/2012 menyatakan dalam amar putusannya bahwa ketentuan kerahasiaan bank dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/1998 dikecualikan untuk kepentingan peradilan mengenai harta bersama dalam perkara perceraian.