Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Definisi pengadilan pajak di Indonesia ini dijelaskan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak).
Sistem hukum di Indonesia menempatkan Mahkamah Agung dalam struktur Badan Peradilan Tertinggi. Sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945, terdapat badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yakni peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Peradilan pajak masuk ke dalam kategori pengadilan khusus dalam lingkup peradilan tata usaha negara di bawah Mahkamah Agung, karena baik subjek maupun objek sengketa termasuk ke dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN).
Pasal 1 Angka 5 Undang-undang Pengadilan Pajak menyebutkan, sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Pengadilan pajak sebagaimana pengadilan pada umumnya, merupakan peradilan atau sebagai tempat untuk menyelesaikan sengketa. Akan tetapi terdapat perbedaan dengan pengadilan pada umumnya, yakni lokasinya hanya berada di ibukota negara. Lokasi pengadilan pajak di Indonesia berada di Jalan Hayam Wuruk No 7 Jakarta Pusat. Meskipun lokasi pengadilan pajak di Indonesia hanya berlokasi di Jakarta Pusat, namun ketua pengadilan pajak dapat menentukan lokasi lain sebagai tempat pelaksanaan proses sidang perpajakan.
Ruang Lingkup Pengadilan Pajak
Ketentuan Pengadilan Pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan dilatarbelakangi Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa pengadilan pajak berada dalam lingkungan pengadilan tata usaha negara.
Sementara itu, ruang lingkup kewenangan pengadilan pajak dalam mengadili sengketa pajak adalah memeriksa dan memutus sengketa pajak dalam hal Banding, dimana pengadilan pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan. Selanjutnya Gugatan, yakni pengadilan pajak memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak, keputusan pembetulan atau keputusan lainnya.
Sebagaimana dikutip dari website kemenkeu.go.id. Dalam mengajukan Banding atau Gugatan di Pengadilan Pajak, calon pemohon harus melengkapi berkas administrasi, sebagai berikut:
Pertama, Surat Banding atau Surat Gugatan (2 rangkap, 1 asli dan 1 fotokopi).
Kedua, Fotocopy dokumen banding/gugatan (2 rangkap), terdiri dari Banding Pajak Pusat/Daerah: Surat Keputusan yang dibanding, Surat Keberatan, SKP, SSP, Banding Bea dan Cukai, Surat Keputusan yang dibanding, Surat Keberatan, SPTNP/SSP/SPPBK, PIB, dan atau PEB serta Gugatan: Surat Keputusan atau surat lainnya yang digugat, STP untuk gugatan yang terkait STP, pelaksanaan penagihan.
Ketiga, Bukti bayar 50% dari jumlah pajak yang terutang.
Keempat, dokumen pendukung lain (1 rangkap) terdiri dari, FC akta pendirian dan perubahan yang mencantumkan pengurus yang menandatangani surat banding, surat gugatan, surat keberatan, surat kuasa khusus, dan pakta integritas yang telah dimeteraikan kemudian, kemudian asli surat kuasa bermeterai apabila dikuasakan dan FC kartu kuasa hukum apabila dikuasakan kepada kuasa hukum.
Kelima, Seluruh softcopy dokumen banding/gugatan di atas disampaikan dalam CD atau Flash Drive (Surat banding/ gugatan disampaikan dalam bentuk .doc, sedangkan dokumen pendukung lain dalam bentuk .pdf).
Keenam, Daftar isian surat banding/gugatan.
Ketujuh, Pakta Integritas (pada saat sidang pertama).
Demikian penjelasan definisi Pengadilan Pajak, kedudukannya dalam struktur badan peradilan di Indonesia serta kelengkapan dokumen yang diperlukan jika akan mengajukan gugatan pajak.
Baca Juga: Tujuan, Fungsi dan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai